Jumat, 10 Mei 2024 | 22:20
NEWS

Pembuatan APD Tak Boleh Asal, Ini Penjelasan Kemenkes

Pembuatan APD Tak Boleh Asal, Ini Penjelasan Kemenkes
Ditjen Yankes Ketua Aliansi Telemedis Indonesia, Bambang Wibowo (Dok BNPB)

ASKARA - Keterbatasan Alat Pelindung Diri (APD) membuat sejumlah kalangan peduli dengan menciptakan APD secara mandiri. Namun pembuatan APD untuk tenaga medis menangani virus corona tidak boleh asal. 

Hal ini ditekankan Ditjen Yankes Ketua Aliansi Telemedis Indonesia, Bambang Wibowo. Menurutnya, saat membuat APD harus diperhatikan kualifikasi dan spesifikasi bahan.

"Untuk masyarakat dan fasilitas kesehatan yang membuat APD sendiri, juga agar memperhatikan kualifikasi atau spesifikasi bahan yang diperlukan," ujar Bambang secara virtual di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (9/4).

Dikatakan, prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam penggunaan APD adalah bagaimana APD tersebut bisa melindungi dari bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi, seperti percikan, kontak langsung, maupun tidak langsung.

APD hendaknya bisa dibuat seringan mungkin dan nyaman digunakan serta dapat dipakai secara fleksibel, tidak menimbulkan bahaya tambahan, tidak mudah rusak, memenuhi ketentuan dari standar yang ada, pemeliharaan mudah dan tidak membatasi gerak petugas kesehatan.

Beberapa jenis APD, antara lain masker, termasuk masker N95, masker bedah dan masker kain, pelindung wajah, pelindung mata, gaun, celemek atau apron, sarung tangan, pelindung kepala dan sepatu pelindung. 

"Penggunaan APD yang tepat guna akan mampu bertindak sebagai penghalang, antara bahan infeksius sebagai virus dan bakteri, pada kulit mulut hidung atau selaput lendir mata bagi tenaga kesehatan maupun pasien," kata Bambang.

Selain itu, Bambang menekankan penggunaan APD harus disertai praktik pengendalian infeksi lainnya oleh tenaga kesehatan maupun dokter dan perawat, seperti lima momen cuci tangan, etika batuk dan bersin.

"Serta, penting sekali lagi pemindahan atau pembuangan APD yang telah terkontaminasi atau telah digunakan untuk mencegah terpaparnya pemakai atau orang lain terhadap bahan infeksius," ujar Bambang.

Meskipun hingga saat ini WHO dan CDC tidak mempersyaratkan cover all atau baju APD, namun mereka telah membantu membuat APD bisa menjadi alternatif untuk para tenaga medis di tengah keterbatasan APD.

"Tapi apabila fasilitas kesehatan menyediakan sebagai alternatif itu bisa digunakan, dan dalam situasi wabah Covid-19 di Indonesia dengan laju peningkatan kasus positif yang cepat, maka penggunaan cover all dapat memperluas area perlindungan diri bagi petugas," tambahnya.

Sementara itu, terkait penggunaan masker, yaitu masker N95, masker kain dan masker bedah, memiliki penggunaan yang berbeda. Untuk masker kain, Bambang mengatakan tidak dianjurkan untuk petugas kesehatan, tetapi untuk masyarakat masker kain bisa digunakan karena akan lebih baik menggunakan masker kain daripada tidak menggunakan sama sekali.

Masker bedah, lanjut Bambang, sangat efektif untuk memblokir percikan atau droplet dan tetesan dalam partikel besar, sedangkan masker N95 mampu menyaring hampir 95 persen partikel yang lebih kecil dari 0,3 mikron, dan dapat menurunkan paparan terhadap kontaminasi melalui airbone.

"WHO merekomendasikan tenaga kesehatan menggunakan masker bedah, tetapi pada kasus-kasus tertentu, pada tindakan-tindakan tertentu, menganjurkan untuk menggunakan masker N95," pungkas Bambang. 

Komentar