Rabu, 01 Mei 2024 | 08:27
OPINI

Panggung Politik Digital

Panggung Politik Digital
Ilustrasi panggung politik (Dok Pixabay/Askara)

Oleh: Arief Kurniawan Syahputra

Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University Program Studi Komunikasi Digital & Media

ASKARA - Dalam menghadapi perkembangan pesat era digital, sosial media telah mengubah landscape politik secara signifikan, terutama dalam konteks kampanye pemilu. Pemilihan umum 2024 menjadi panggung yang menyoroti betapa krusialnya peran platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, dan lainnya dalam merancang strategi kampanye dan berkomunikasi dengan pemilih.

Media sosial menjadi yang paling banyak diakses oleh masyarakat. Sehingga media sosial menyimpan dampak terhadap dunia politik, karena penggunanya juga merupakan pemilih dalam sebuah proses politik. Ketua Program Studi (Kaprodi) MIKOM FISIP UMJ Dr. Aminah Swarnawati, M.Si., mengatakan saat ini media sosial menjadi komiditi utama bagi Gen-Z dan Milenial dalam berinteraksi sosial. Maka dari itu, media sosial banyak dijadikan alat kampanye bagi aktor politik untuk mendapatkan suara. “Fenomena itu, menjadi hal yang sangat penting untuk dibahas,” kata Aminah dalam Seminar Nasional bertajuk Politik Media Baru Dalam Pemenangan Pemilu 2024.

Salah satu sisi positif dari kampanye pemilu yang merambah ke dunia sosial media adalah peningkatan akses informasi bagi pemilih. Kandidat dapat langsung berinteraksi dengan masyarakat, menyampaikan visi, misi, dan program kerja secara lebih mendalam. Ini membuka peluang partisipasi yang lebih besar, terutama bagi generasi milenial atau pemilih muda yang aktif di dunia maya.

Namun, kita tidak dapat mengabaikan tantangan yang muncul. Penyebaran informasi palsu atau hoaks dapat dengan cepat beredar dan memengaruhi persepsi pemilih. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak terlibat dalam kampanye untuk bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi yang akurat dan transparan. Pemeriksaan fakta dan pendekatan berbasis data menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa pemilih membuat keputusan berdasarkan informasi yang benar.

Maka dari itu, media sosial juga bisa menjadi pengaruh dalam menentukan pilihan. Di era digital ini, strategi kampanye dengan menggunakan media sosial berpotensi efektif menjangkau konstituen. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk meyakinkan pemilih yang belum menentukan
pilihan. “Ketika bermain media sosial kita tidak bisa netral, pasti ada keberpihakan. Maka, kita harus cerdas dalam menggunakannya,” ungkap Harmonis dalam Seminar Nasional bertajuk Politik Media Baru Dalam Pemenangan Pemilu 2024.

Cara sosial media beroperasi dapat memecah masyarakat dan memicu perdebatan. Istilah "filter bubble," di mana seseorang cenderung terpapar pada pandangan sejalan dengan pikiran mereka sendiri, dapat menyebabkan perpecahan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mendorong pembicaraan yang positif dan melibatkan semua pihak di dunia maya agar kita dapat saling memahami, terutama di antara kelompok masyarakat yang berbeda.

Menyongsong Pemilu 2024, sangat penting bagi pihak yang mengatur dan memiliki kewenangan untuk lebih cermat dalam mengawasi kegiatan politik di sosial media. Perlu ada pengembangan kode etik dan peraturan untuk memastikan kelancaran permainan yang adil dan mengurangi kemungkinan penyebaran informasi yang merugikan. Selain itu, perlu meningkatkan pendidikan politik agar pemilih memiliki kemampuan untuk memilih informasi dengan bijak dan tidak terperangkap dalam propaganda.

Meskipun ada banyak pertimbangan, penggunaan sosial media sebagai alat kampanye tetap menjadi suatu keharusan yang efektif. Namun, untuk memastikan bahwa peran sosial media dalam Pemilu 2024 memberikan dampak positif bagi demokrasi kita, diperlukan tanggung jawab bersama dan pemahaman akan pengaruhnya terhadap dinamika politik dan sosial. Dengan kerjasama yang kokoh, kita dapat memanfaatkan teknologi ini sambil tetap menjaga integritas nilai-nilai demokrasi.

Komentar