Senin, 29 April 2024 | 18:37
NEWS

Henri Subiakto: Penangkapan Palti Salah Menerapkan Pasal UU ITE

Henri Subiakto: Penangkapan Palti Salah Menerapkan Pasal UU ITE
Henri Subiakto (ist)

ASKARA - Pengamat komunikasi politik Henri Subiakto menilai polisi jelas keliru dalam memahami dan menerapkan pasal 28 ayat (3) UU No 1 tahun 2024 tentang Revisi Kedua UU ITE. Pengkapan  Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru.

“Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini. Bagaimana mungkin Palti dikenakan pasal yg pengertian dan unsurnya tidak memenuhi. Palti ditersangkakan melakukan  penyebaran berita bohong,” ujar Henri dikutip dari akun X nya, @henrysubiakto, Sabtu (20/1).

“Kalau UU ITE dipakai untuk menangkap orang yg repost video rekaman Bocor di Kabupaten Batubara, tunjukkan perbuatan dan pasal apa yg menurut polisi telah dilanggar? Polisi jangan asal melaksanakan pesan tanpa mengkaji norma secara benar,” sambungnya.

Menurut Henri, polisi harus ada gelar perkara dengan menghadirkan ahli yg menunjukkan sudah ada pelanggaran hukum. Kalau sudah ada umumkan siapa ahlinya, tunjukkan pelanggaran hukumnya. “Saya siap memberi keterangan ahli terkait ITE kasus ini. Tidak ada pasal UU ITE yg lama maupun yg baru dari hasil Revisi kedua yg dilanggar di kasus ini, apalagi yg bisa dipakai untuk menangkap atau menahan orang yg ditersangkakan,” kata Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga itu.

“Ini bunyi pasalnya;“Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan KERUSUHAN di masyarakat,” sambungnya.

Yang dimaksud “kerusuhan” adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik. Bukan kondisi di ruang digital/siber. (Penjelasan pasal 28 ayat 3). Artinya pasal larangan menyebarkan berita bohong itu baru bisa dipidana jika berakibat memunculkan kerusuhan di dunia fisik. Bukan keributan di dunia digital atau medsos. Ini poin pentingnya.

Pertanyaanya dimana kerusuhan yg timbol gara2 repost saudara Palti? Ini penting karena merupakan unsur pidana dari pasal baru yg mulai berlaku di UU ITE tahun 2024 yg baru saja ditanda-tangani Presiden Jokowi. Di UU ITE lama sebelum direvisi, tidak ada pasal delik materiel yg sanksi hukumannya 6 tahun ini. Pasal 28 ayat (3) mrpk pasal baru di UU ITE. Asal normanya dari UU No 1 tahun 1946 yg sudah tidak berlaku.

“Jadi penangkapan Palti ini merupakan kasus pertama yg terjadi yg dijerat dengan pasal 28 ayat (3) UU no 1/2024 tentang Revisi kedua UU ITE. Sayangnya penggunaan pertama kali pasal baru ini justru dilakukan secara salah. Pidana materiel diterapkan seolah merupakan pidana formil,” terang mantan ketua panja Revisi Pertama UU ITE (2016),

Menurutnya, syarat unsur pidananya harus terjadi kerusuhan di masyarakat secara fisik tidak terpenuhi. Karena memang pasal ini bertujuan menghukum orang yang terbukti melakukan provokasi kerusuhan dengan berita bohong.

Persoalan kedua adalah, apa benar percakapan yg terekam dari aparat di Kabupaten Batu Bara tersebut adalah berita bohong alias faktanya tidak benar? Sudahkah polisi memiliki dua alat bukti permulaan terkait rekaman itu sebagai hoax atau manipulasi fakta? Ini juga harus dijelaskan.

Makanya kasus sensitif seperti ini harusnya ada gelar perkara yg dilakukan secara terbuka dahulu, dan menghadirkan ahli ahlinya, sehingga tidak terkesan polisi gegabah buru2 menangkap orang dengan penerapan pasal secara salah.

“Saya siap kalau diminta keterangan sebagai ahli untuk menjelaskan pasal2 yg diterapkan dlm kasus pidana ITE kepada saudara Palti ini. Hal itu penting agar penerapan pasal2 dipakai tdk diterapkan secara serampangan,” kata ketua tim pembuat pedoman pasal2 tertentu UU ITE, yg kemudian jadi SKB antara Kapolri, Jaksa Agung dan Menkominfo 2021,

Terlebih pada surat Perintah Penangkapan, polisi juga menggunakan pasal2 lain yg sanksi hukumnya di atas 5 tahun shg bisa menahan tersangka. Tapi pasal2 itu juga diterapkan scr salah. Termasuk dalam penggunaan  pasal 32 UU ITE yg akan saya jelaskan juga di kesempatan yg lain. Di surat perintah penangkapannya sendiri, penulisan uraian pasal penyebaran pemberitahuan bohong yg dipakai polisi juga salah. Yang tertulis masih bunyi pasal di UU No 1 tahun 1946 yg sudah tidak berlaku karena sudah diperbarui dlm pasal 28 ayat (3) UU no 1 th 2024 yg saya lampirkan pasal barunya.

Dikutip dari Antara, sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap Palti Hutabarat karena diduga menyebarkan berita bohong.

"Kami sudah menelusuri, yang pertama adalah benar bahwasanya proses penangkapan telah dilakukan oleh Dittipidsiber Bareskrim Polri," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko di Jakarta, Jumat.

Trunoyudo menjelaskan penangkapan dilakukan dalam rangka penyidikan yang saat ini sedang dilakukan penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri.

"Jadi, secara simultan, baru pagi ini dilakukan serangkaian tindakan penyidikan melalui upaya penangkapan," ujar Trunoyudo.

​​​​​​​Sebelum ditangkap, Palti Hutabarat mengunggah di akun media sosial miliknya terkait konten berisi rekaman suara percakapan terduga pejabat di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, yang mendukung salah satu pasangan calon peserta Pilpres 2024.

Komentar