Senin, 29 April 2024 | 13:11
OPINI

Membangun Jembatan Bukan Tembok, Komunikasi Luwes Retno Marsudi dalam Diplomasi

Pionir Wanita di Diplomasi Indonesia

Membangun Jembatan Bukan Tembok, Komunikasi Luwes Retno Marsudi dalam Diplomasi
Retno Marsudi (Dok IG Retno)

Oleh: Rizqa Aisyah Andini *
 

ASKARA - Belakangan ini Retno Lestari Priansari Marsudi banyak menuai pujian melalui perannya yang dengan lantang membela palestina pada United Nations (UN) Forum on Palestine, di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Dalam kesempatan tersebut, wanita kelahiran Semarang, 27 November 1962 ini, menyuarakan secara vokal, Indonesia tidak akan tinggal diam melihat ribuan perempuan dan anak tidak berdosa menjadi korban dari kekejaman zionis Israel. Dia turut menyuarakan kritik terhadap sikap negara Barat yang mendukung tindakan Israel di Gaza, sementara seringkali negara-negara Barat tersebut mengadvokasi hak asasi manusia (HAM) dan hukum humaniter internasional. Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi menekankan perlunya menghentikan penerapan standar ganda tersebut.  

Retno Marsudi atau akrab kita kenal dengan panggilan Bu Retno merupakan perempuan pertama yang menorehkan sejarah di pemerintahan Republik Indonesia, menempati jabatan sebagai Menteri Luar Negeri. Kiprahnya dalam dunia diplomatik telah dimulai sejak tahun 1986, setelah 22 tahun mengabdi Retno Marsudi akhirnya dilantik menjadi menteri pada tahun 2014, hingga berlanjut di periode kedua dalam kabinet pemerintahan Indonesia Maju 2019-2024. 

Kesuksesan Retno turut mematahkan stigma glass ceiling yang menjerat kaum perempuan dalam belenggu lingkungan patriarki. Glass ceiling sendiri didefinisikan sebagai pembatas tak kasat mata yang menghambat karir perempuan untuk mencapai posisi manajemen senior akibat adanya stereotip dan tradisi bisnis yang pada akhirnya berkembang menjadi suatu fenomena di lingkungan kerja (Karakilic, 2019).  

Gaya Kepemimpinan Retno yang Menciptakan Budaya Egaliter  

Kementerian Luar Negeri merupakan lembaga pemerintah yang menerapkan merit sistem di mana sistem manajemen sumber daya manusia memprioritaskan kinerja, kualifikasi dan kompetensi sebagai faktor utama dalam proses perekrutan, perencanaan dan promosi, sehingga kinerja semua pekerja dinilai secara transparan. Berangkat dari sistem tersebut, menjadikan Retno memiliki tekad yang sangat kuat untuk meningkatkan komitmen dalam mempertahankan merit sistem. 

Selain itu, pada rumus kepemimpinannya, dia sangat menjunjung tinggi kejujuran dan komunikasi. Komunikasi sendiri dalam kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat krusial karena dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi sehingga setiap pemimpin dituntut memiliki kepiawaian berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal. Retno juga menekankan komunikasi yang terbuka di mana setiap anggotanya diperbolehkan mengutarakan pendapatnya secara jujur karena menurutnya, dalam sebuah kepemimpinan (leadership).

"Penting untuk menjaga komunikasi tetap berjalan, jika suatu hari terjadi kekurangan komunikasi maka konsekuensinya adalah muncul ketakutan yang menyebabkan mereka cenderung menyampaikan hal-hal yang positif saja sehingga membuat pengambilan keputusan menjadi kurang tepat", ujar alumnus Universitas Gajah Mada ini. 

Keterbukaan komunikasi tersebut merupakan salah satu indikator gaya kepemimpinan yang demokratis (Kartono, 2013). Kepemimpinan demokratis digambarkan melalui sikap pemimpin yang melibatkan anggotanya ketika pengambilan keputusan dan memanfaatkan umpan balik sebagai kesempatan untuk melatih kinerja anggota organisasi (Robbins Coulter, 2010). 

Retno Marsudi turut menambahkan keterbukaan komunikasi diperlukan, sebab pemikirannya belum tentu sepenuhnya benar sehingga kehadiran perspektif lain sangat dibutuhkan untuk dipertimbangkan. Dari gaya kepemimpinannya tersebut, Retno berhasil membentuk budaya egaliter di mana komunikasi pemimpin dengan bawahannya terjalin dengan luwes dan baik sehingga memudahkan untuk saling bertukar informasi dan pikiran. 
  
Kementerian Luar Negeri di bawah Kepemimpinan Retno Marsudi
            
Presiden Jokowi memiliki alasan yang kuat untuk mempertahankan Retno Marsudi, hal ini dibuktikan melalui prestasi yang berhasil diraih Retno selama dua periode masa jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri. Diplomasi yang dilakukan Retno berhasil mengantarkan Indonesia pada periode 2019 hingga 2020 menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dan Anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada periode 2020 hingga 2022.  

Retno juga gencar memperkuat hubungan bilateral maupun multilateral Indonesia dengan negara di Kawasan Asia-Pasifik hingga Eropa melalui gaya komunikasinya yang luwes. Pada tahun 2018, dia sukses mendorong hubungan bilateral antara Peru dengan Indonesia ke arah yang lebih positif terbukti dengan nilai perdagangan yang mengalami peningkatan sebesar 5,3% dibandingkan dari tahun sebelumnya di 2006. 

Dibawah kepemimpinannya, Indonesia menjadi semakin aktif di berbagai forum internasional, bahkan terpilih kembali menjadi Presiden Dewan Keamanan PBB di tahun 2020 dan berhasil menyelenggarakan 50 kegiatan baik melalui pertemuan langsung maupun virtual. Pada tahun 2022, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali dengan pembahasan diplomasi yang mengangkat tema “recover together, recover stronger”.  

Sosok Retno juga aktif menyuarakan kestaraan gender dalam lingkup internasional maupun regional apapun profesinya. Retno merealisasikan misi tersebut dalam menyediakan beasiswa dan pelatihan edukasi untuk perempuan di daerah konflik Afghanistan. UN Women sebagai lembaga di bawah PBB memberikan gelar Agent of Change kepada Retno untuk kontribusi perannya dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan Perempuan. 

Gaya diplomasinya yang menekankan pada dialog komunikasi daripada penggunaan kekerasan dan ancaman, menjadikan Retno mampu mencegah konflik dan mengatasi perbedaan serta mewujudkan diplomasi dunia yang lebih harmonis. 

* Mahasiswa Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Administrasi
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Komentar