Senin, 29 April 2024 | 04:45
LIFESTYLE

Bagai Peluru Kendali, Film Horor Tontonan Favorit Penyuka Film Indonesia

Bagai Peluru Kendali, Film Horor Tontonan Favorit Penyuka Film Indonesia
Film Horor Indonesia (int)

ASKARA - Pada pekan kedua bulan Desember fillm begenre horor, lagi dan lagi berada di puncak klasemen penonton film Indonesia. 

Paling tidak ada dua film bergenre horor yang merebut mata penonton film: Sewu Dino ditonton oleh 4.886.406 pasang mata, dan Di Ambang Kematian membetot mata penonton sekitar 3.302.047. Tempat ketiga dihuni film drama beraroma religi bertajuk Air Mata Di Ujung Sajadah.

Catatan tiket terjual  paling banyak alias Box Office di antara film film nasional itu dalam rentang tahun kiwari 2023, Januari sampai Desember.

Why film horor tetap menjadi favorito penonton film nasional?

Dua tahun lalu daku diajak Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin ketiga kota di kawasan Republik Ngapak: Kroya, Banjarnegara, dan Cilacap. 

Di tiga kota itu Om Djonny memiliki tiga bioskop independen, alias bukan bagian dari konglomerasi. Kalau cuma irisan mungkin--mungkin saja.  Karena segala film diputar di bioskop big capital serempak ada di layar bioskop urang Minang itu.

Di tiga bioskop bernerek Dakota dan Surya, disediakan tempat 'menginterogasi' masing- masing tiga pasang anak manusia, istilahnya survey but sure not paid. 

Pertanyaan diajukan asma, asal mangap saja yang keluar dari mulut. Film nasional genre apa disuka, jawab mereka horor. Porque horor, kenapa horor: suka aja, seru, ada serem seremnya. Beberapa pertanyaan dan jawaban lainnya tidak esensial. Alias tidak untuk konsumsi publik.

Pertanyaan biasa dan jawaban biasa itu, di bioskop film horor luar biasa. Penonton yang diajak ngobrol tadi ada yang menempuh jarak puluhan kilometer. Dari Purwokerto ke Cilacap, dan ada pasangan dari Wonosobo ke Banjarnegara. 

Mereka mengendarai motor mengejar jjadwal bioskop nun jauh dari kotanya. Berboncengan dengan kekasih. Apakah sengaja nonton ke tempat yang jauh agar mesra sepanjang jalan?

Dari enam remaja yang  ditemui di masing masing bioskop, 15 orang hanya mau menonton film horor. Tiga orang kurang suka karena ikut pacar sahaja.

Seorang remaja di Jakarta Aranxa Reyna Ardita, mahasiswi jurusan Bisnis semester V, tidak ingin kehabisan jadwal tayang film horor nasional, atau manca negara di bioskop. 

Ketika ditanya alasannya, ada tegang tegangnya, dan selalu ada rasa penasaran hantunya kayak apa? "Saya pilih pilih film horornya. Baca sinopsisnya dulu atau dengar kicaunya teman teman," kata dia.

Beberapa bulan lalu ketika film Catatan Si Boy naik ke bioskop bersamaan dengan film horor Lantai 4. Di bioskop Blok M Square belum satu pekan, film Cabo turun dengan seksama, Film Lantai 4 selamat melintasi satu pekan, meski penontonnya terbilang lumayan (saja).

Lagi dan lagi saya tanya apa yang terjadi di antara dua film itu kepada Om Djonny."Si Boy memble penontonnya, Lantai 4, lumayan walau tidak kece," sahut dia, tentang penonton di luar Jabodetabek.

Bagai peluru kendali argumen dan analisa pengamat dan produser, film horor tontonan favorit penyuka film Indonesia.

Ditinjau dari aspek budaya dan sosial yang kental dengan hal mistis dan ghaib, dan sebagainya. Tapi, beribu argumen masih kurang tepat 'rasanya'. Rasanya... kurang ilmiah dan jauh dari akademis. Soale pakai perasaan. Rasa rasanya film itu nganu.

"Masyarakat kita sejak dulu dikenalkan kepada hal hal tahayul. Sewaktu kecil sudah ditakut-takuti ada setan ada kuntilanak.

Ada dukun berbagai spesialis Cerita cerita mistis itu terinternalisasi ke dalam jiwa dan pikiran. Jadinya, believ it or not. Nah, penasaran; deh," ujar pengamat film dan wartawan senior  peraih Adinegoro, Herman Wijaya! 

Komentar