Senin, 29 April 2024 | 14:32
OPINI

Menyibak Tabir Falsafah Bhineka Tunggal Ika

Menyibak Tabir Falsafah Bhineka Tunggal Ika
Bhineka Tunggal Ika (int)

Oleh: Jacob Ereste

ASKARA - Teguh Handoko Susilo  menulis buku Pengantar Falsafah Bhineka Tunggal Ika, pada tahun 2020. Katanya buku ini dia dedikasikan untuk kerukunan bangsaku dengan sambutan Prof. Dr. Maswadi Rauf., MA., Guruh Soekarnoputra. Bahkan ikut menyambut juga FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Jakarta Utara.

Buku setebap 187 halaman ini sungguh terbilang serius hendak mengurai falsafah  Bhineka Tunggal Ika. Hanya saja, bahasa tutur komunikasinya yang khas jurnalis, tidak diindahkan. Sehingga terkesan berat dan semakin sulit dipahami.

Apalagi dalam tata aturan penulisannya yang cukup dominan terkesan banyak terpenggal. Tentu saja ini semestinya bagian dari kerja keras Editor yang harus dilakukan oleh Sigit. Setidaknya, bahasa baku buku patut diperhatikan, sehingga maksud yang hendak disampaikan bisa enak dan mudah dicerna. Apalagi spirit dari buku ini ingin memberi pencerahan bagi khalayak ramai yang memang dominan abai pada potensi bangsa yang perlu dipelihara bersama.

Karena itu, kesan dari buku yang ingin mengurai falsafah Bhineka Tunggal Ika ini jadi semakin terasa  menjadi-jadi untuk dicerba. Padahal, untuk mengurai masalah falsafah pasti akan lebih keterima dengan memakai bahasa yang gampang dicerna dengan barasi mampu mewakili hasrat pembaca agar  maksud yang ingin disampaikan dapat keterima tanpa beban.

Meski begitu, toh semangat menulis buku -- yang kini semakin langka dan cenderung diabaikan banyak orang -- menjadi nilai lebih dari semangat Teguh Handoko Susilo yang tetap yakin bahwa masyarakat pembaca buku masih ada ditengah pelayanan media online yang sudah memanjakan para pembaca untuk menikmati bahan bacaan -- termasuk literatur yang ringan serta yang berat -- lewat jasa internet yang bisa diajsrs melalui goegle.

Toh, gairah dan semangat Teguh Handoko Susilo dengan dukungan full dari Yayasan Pustaka Harjuna yang dipimpin  Edi Siswanto sudah berhanji untuk menerbitkan buku berikutnya, sehingga budaya memaca buku pun  bisa terus dipertahankan agat tidak sampai punah.

Yang menarik, buku ini berkisar diantara etika, moral dan akhlak manusia. Karena di dalamnya mengurai tentang Tuhan, makhluk, adab terima kasih terhadap alam (bersyukur) dan gerak kebenaran alam hingga azas Bhineka Tunggal Ika serta nilai baik buruk seperti yang menjadi pegangan  mereka yang taat pada keyakinan leluhur semacam Kepercayaan dari Paham Sunda Wiwitan yang berpusat pada Tunan, manusia dan alam.

Karena itu untuk  mengenal Tuhan, maka manusia harus terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri, setelah akrab dan ramah mencumbu alam semesta agar dapat lebih memahami dan menghayati ciptaan Tuhan Yang Maha Luas dan tidak terhingga.

Begitulah, ungkap Teguh Handoko Susila tentang Amanah Tuhan, seperti yang termuat pada halaman 57 buku ini. Bahksn ikhwal watak kepemimpinan (halaman 79)erat kaitannya dengan Pancasila (halaman 93) yang terjabar dalam sikap jahat atau amanah (halaman 103), budi pekerti hingga faksafah merah putih  yang menjadi simbol bangsa maupun simbol negara yang bermakna filosofis sifatnya.

Nilai unik dari buku ini disertai juga Kalimat Bijak dari Pustaka Harjuna sebanyak 144 penggalan kalimat pilihan.

Sekedar saran untuk penerbitan buku berikutnya, afaknya perlu tim editor -- tak hanya bahasa, tapi juga ejaan dan tata penulisan baku -- meski tak sepenuhnya harus sempurna -- mininal dalam meringankan para pembaca untuk nencerna dan menikmati pengembaraan pikiran yang pasti dapat memantil ide baru dari siapa saja yang ingin mendapatkan ide dan pemikiran baru guna melahirkan gagasan besar yang bisa meberi manfaat bagi orang banyak.

Agaknya begitulah prmikiran besar penulis buku ini yang memiliki semangat besar untuk mengurai makna Falsafah dari Bhineka Tunggal Ika yang tampaknya belum banyak menjadi perhatian banyak orang.

Komentar