Jumat, 26 April 2024 | 13:52
NEWS

Di FGD Bappenas, Prof Rokhmin Dahuri Tawarkan Program Biodiversity Ramah Lingkungan

Di FGD Bappenas, Prof Rokhmin Dahuri Tawarkan Program Biodiversity Ramah Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA - Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menjadi salah satu pembicara (narasumber) pada acara Focus Group Discussion (FGD) “Penjaringan Isu dan Solusi Pembangunan Berkelanjutan” di ruang Rapat DH 1-5, Kementerian PPN/ Bappenas,  Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023. Acara yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam rangka Penyusunan RPJPN 2025 - 2045.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan konsep tentang Kebijakan, Strategi, dan Program Pembangunan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) Perairan Laut dan Tawar secara Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan.

Prof. Rokhmin Dahuri menyebutkan, “Kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas)  yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia.”

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu mengatakan, ada 11 sektor ekonomi kelautan yang bisa dikembangkan yakni: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) ESDM, (6) pariwisata bahari, (7) perhubungan laut, (8) industri dan jasa maritim, (9) kehutanan pesisir (coastal forestry), (10) sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, dan (11) SDA kelautan non-konvensional.

"Total nilai ekonomi kesebelas sektor itu sekitar 1,4 triliun dolar AS/tahun, hampir 1,4 PDB Indonesia saat ini atau 8 kali APBN 2020," ujar Prof. Rokhmin Dahuri mengangkat tema  “Cetak Biru Pemanfaatan Kehati Perairan Secara Inovatif, Ramah Lingkungan, Dan Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2045”.

Menurutnya, potensi laut Indonesia sangat kaya. Ia menyebutkan, total potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia  1,348 dolar AS per tahun. Jumlah tersebut setara  dengan  lima kali lipat APBN 2021 (Rp 2.400 triliun =  190 miliar dolar AS) atau 1,3 Produk Domestik Bruto (PDB)  Nasional saat ini.

Sektor kelautan Indonesia berpotensi menyerap  45 juta orang tenaga kerja  atau 40 persen  total angkatan kerja Indonesia.  “Namun, potensi ekonomi yang besar itu belum dimaksimalkan sepenuhnya,” kata Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.

Pada 2014, kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 20 persen.  “Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil seperi Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia, kontribusinya  di atas 30 persen,” tutur Prof. Rokhmin Dahuri.

Selain itu, ARLINDO yang secara kontinu bergerak bolak-balik dari S. Pasifik ke S. Hindia juga berfungsi sebagai “nutrient trap” (perangkap unsur hara, seperti nitrogen dan fosfor), sehingga perairan laut Indonesia merupakan habitat ikan tuna terbesar di dunia (the world tuna belt), memiliki marine biodiversity (keanekaragaman hayati laut) tertinggi di dunia, termasuk “Coral Triangle”, dan memiliki potensi produksi lestari (MSY = Maximum Sustainable Yield) ikan laut terbesar di dunia, sekitar 12,5 juta ton/tahun (FAO, 2008; KKP, 2017).

“Sebagai bagian dari “Global Conveyor Belt” dan terletak di Khatulistiwa menjadikan Indonesia secara klimatologis sebagai pusat pengatur iklim dunia (El-Nino dan La-Nina) (NOAA, 1998),” tegasnya.

Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu mengungkapkan potensi produksi lestari (MSY) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan Indonesia.

“Produksi perikanan tangkap (laut dan perairan umum) pada 2020 mencapai 7.70 juta ton, dan produksi perikanan budidaya (laut, tambak/payau dan perairan umum dan tawar) mencapai 14.85 juta ton,” ujarnya.

Potensi Lestari SDI Laut

Untuk perikanan tangkap, saat ini potensi Lestari Sumber Daya Ikan Perairan Laut Indonesia menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) total potensi lestari SDI Laut Indonesia mencapai 12,54 juta ton, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan/JTB sebesar 80% atau 10,03 juta ton.

“Negara kita juga memiliki potensi besar perikanan tangkat dari perairan darat. Pada 2010-2018, produksi perikanan tangkap perairan darat terus meningkat (rata-rata 9,1% per tahun),” jelas Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Adapun untuk sub sektor perikanan budidaya, Prof Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa potensi dan pemanfaatan lahan perikanan budidaya di Indonesia, peluang pengembangan lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di Indonesia masih sangat leluasa. Indonesia juga sejak tahun 2009, merupakan peringkat ke-2 sebagai produsen akuakultur terbesar dunia.

“Pada 2011-2020, produksi perikanan tangkap laut terus meningkat (rata-rata 2,1% per tahun). Mulai 2015 potensi SDI laut meningkat, namun tingkat pemanfaatan menurun,” ujarnya.

Prof. Rokhmin Dahuri melanjutkan, Indonesia memiliki potensi produksi perikanan terbesar di dunia, sekitar 115,63 juta ton/tahun, yang hingga kini baru dimanfaatkan sekitar 16%. Pada 2020 baru diproduksi (dimanfaatkan) sekitar 22,55 juta ton atau 19,5% total potensi produksinya.

”Artinya, peluang untuk meningkatkan pembangunan, investasi, dan bisnis di sub-sektor Perikanan Tangkap dan sub-sektor Perikanan Budidaya beserta segenap industri hulu (infrastruktur dan sarana produksi) dan industri hilirnya (industri pengolahan/manufaktur, pengemasan, dan pemasaran) masih sangat besar,” kata Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Lautan, Universitas Bremen, Jerman itu.

Sejak 2009 Indonesia merupakan produsen akuakultur terbesar kedua dunia, hanya kalah dari China. Pada 2019 total produksi akuakultur – RI mencapai 16,3 juta ton (13,5% total produksi dunia), dimana 9,9 juta ton berupa rumput laut. Sementara produksi akuakultur China di tahun yang sama mencapai 68,4 juta ton (57% produksi dunia). Dan, produksi akuakultur India (peringkat-3 dunia) sebesar 7,8 juta ton (6,5% produksi global).

“Sebagai ilustrasi betapa fantastisnya potensi ekonomi akuakultur Indonesia adalah 3 juta ha lahan pesisir yang cocok untuk budidaya tambak udang Vaname. Bila kita mampu mengembangkan 500.000 ha tambak udang Vaname dengan produktivitas rata-rata 40 ton/ha/tahun (intensif-moderat), maka akan dihasilkan 20 juta ton atau 20 milyar kg udang setiap tahunnya,” ungkapnya.

Hingga Triwulan III-2021, lanjutnya, produksi perikanan budidaya mencapai 12,25 juta ton dengan dominasi masih dari komoditas Rumput Laut (58%). “Jika dibanding tahun 2020 pada periode yang sama, produksi perikanan budidaya hingga Triwulan III-2021 naik 6%, dimana kelompok ikan naik 36%, sementara rumput laut turun -8%,” ujar Menteri Perikanan dan Kelautan RI periode 2001-2004 Kabinet Gotong Royong itu.

Industri Bioteknologi Kelautan

Mengutip definiisi dari Lundin and Zilinskas (1995), menurut Prof. Rokhmin Dahuri, bioteknologi kelautan adalah teknik penggunaan biota laut atau bagian dari biota laut (seperti sel atau enzim) untuk membuat atau memodifikasi produk, memperbaiki kualitas genetik atau fenotip tumbuhan dan hewan, dan mengembangkan (merekayasa) biota laut untuk keperluan tertentu, termasuk perbaikan lingkungan.

Adapun Domain Bioteknologi Kelautan, terangnya, meliputi; Pertama, ekstraksi senyawa bioaktif (bioactive compounds/natural products) dari biota perairan untuk bahan baku bagi industri nutraseutikal (healthy food & beverages), farmasi, kosmetik, cat film, biofuel, dan beragam industri lainnya.

Kedua,  Genetic engineering untuk menghasilkan induk dan benih ikan, udang, kepiting, moluska, rumput laut, tanaman pangan, dan biota lainnya yang unggul. Ketiga, Rekayasa genetik organisme mikro (bakteri) untuk bioremediasi lingkungan yang tercemar. Keempat, Aplikasi Bioteknologi untuk Konservasi.

“Sampai sekarang, pemanfaatan Bioteknologi Kelautan Indonesia masih sangat rendah (< 10% total potensinya). Selain itu, banyak produk industri bioteknologi kelautan yang bahan baku (raw materials) nya dari Indonesia diekspor ke negara lain dan negara pengimpor memprosesnya menjadi beragam produk akhir (finished products) seperti farmasi, kosmetik, dan healthy food and bevareges lalu diekspor ke Indonesia.  Contoh: gamat, squalence, colagen, minyak ikan, dan Omega-3,” tandas Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu.

 

Komentar