Sabtu, 27 April 2024 | 01:41
NEWS

Ongkos Haji Melampaui Kewajaran Kurang Adil Bagi Jamaah Haji

Ongkos Haji Melampaui Kewajaran Kurang Adil Bagi Jamaah Haji
Anggota F-PAN DPR RI Guspardi Gaus

ASKARA  – Anggota F-PAN DPR RI Guspardi Gaus meminta Kementrian Agama (Kemenag) RI melakukan evaluasi ulang dan mempertimbangkan kembali usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang harus ditanggung jamaah haji Indonesia tahun 2023.

"Menurut keterangan dari Kemenag, Biaya Penyelenggaraan Haji Indonesia (BPIH) yang diusulkan Kemenag sebesar Rp98.893.909 atau naik Rp514.888,02. Sementara itu, Bipih yang dibebankan kepada jemaah untuk tahun ini mencapai Rp69.193.733 atau naik Rp30 juta dibanding biaya yang ditanggung jamaah di tahun 2022," kata Guspardi, Rabu (25/1).

Menurut Guspardi, kenaikan biaya haji yang sangat mencolok dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp39,8 juta, telah menimbulkan berbagai pertanyaan mengapa biayanya naik begitu drastis.

"Hendaknya Kemenag bisa mengkalkulasi ulang dengan teliti dan cermat. Bisa dilakukan  penyisiran komponen biaya yang bisa dipangkas tanpa mengurangi kualitas pelayanan penyelenggaraan haji bagi jamaah. Masyarakat tentu berharap kenaikan biaya haji bisa ditekan, agar lebih terjangkau," ungkap Anggota Komisi II DPR RI itu.

Guspardi menilai, kenaikan ongkos naik haji yang begitu besar dirasa kurang adil karena jamaah haji sudah menyetorkan uangnya di awal sebesar Rp25 juta.

"Jika dana setoran jamaah itu sudah mengendap 20 tahun atau 30 tahun. Bayangkan berapa nilai manfaat yang seharusnya diterima oleh jamaah, sehingga jamaah haji tidak perlu menambah uang Rp44 juta di luar setoran awal Rp25 juta," tutur Guspardi.

Pertanyaannya, lanjut Guspardi, apakah dana haji sudah dikelola dengan baik dan benar.

"Apalagi lagi dana haji sebanyak 70% digunakan Kemenkeu untuk membantu APBN dalam bentuk Surat Utang Negara yang keuntungannya hanya 5%. Sementara tingkat inflasi 5,4%. Wajarkah kesalahan pengelolaan dana haji di bebankan lagi kepada jamaah," ujar Anggota Baleg DPR RI ini.

Guspardi menyebut, KPK juga pernah mengingatkan, jika Kemenag tidak mengubah sistem manajemen haji, modal awal (setoran awal) jamaah bahkan akan tergerus.

"Artinya akan terjadi gali lobang tutup lobang. Tentu kita tidak ingin nilai pokok keuangan dan nilai manfaat jemaah haji akan menjadi persoaalan, juga menjadi pelik dan rumit untuk di carikan solusinya," ucap Guspardi.

Oleh karena itu, imbau Guspardi, perlu dilakukan evaluasi dan kajian menyeluruh tentang manajemen pengelolaan haji yang selama ini dijalankan.

Guspardi berharap, sebelum memutuskan besaran dana haji tahun 2023 ini, Kemenag dan Komisi VIII DPR RI yang membidangi mengenai haji seharusnya juga mempertimbangkan jamaah yang sudah menunggu dalam daftar antrian harus membayar hampir dua kali lipat.

"Sementara waktu untuk melunasi kekurangan biaya  yang dibebankan kepada setiap jamaah hanya tiga bulan menjelang keberangkatan ke tanah suci, tentu terasa berat," tukas Guspardi.

Apalagi, tambah legislator asal Dapil Sumbar 2 ini, jamaah haji Indonesia adalah jamaah  terbesar di dunia dan didominasi oleh para petani, nelayan, dan  pedagang di mana orang-orangnya pun kebanyakan sudah lanjut usia.

"Intinya jangan sampai kenaikan ongkos naik haji melampaui batas kewajaran, karena hal itu tidak adil untuk jamaah haji kita" pungkas Guspardi Gaus.

Sebelumnya, saat rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Kamis (19/1), Kemenag mengusulkan kenaikan biaya haji 2023 naik menjadi Rp69 juta.

"Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp98.893.909. Naik sekitar Rp514 ribu dengan komposisi Bipih Rp69.193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp29.700.175 atau 30 persen," jelas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

 

Komentar