Jumat, 03 Mei 2024 | 01:41
NEWS

Sambut Tahun Baru Islam 1444 H

Prof. Rokhmin Dahuri: Islamophobia Muncul Karena Takut Kemaksiatannya Terganggu

Prof. Rokhmin Dahuri: Islamophobia Muncul Karena Takut Kemaksiatannya Terganggu
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA –Tahun Baru Hijriyah atau Tahun Baru Islam 1444 H pada hari ini, Sabtu (30/7) memiliki makna yang penuh arti dan merupakan suatu hari yang penting bagi umat muslim. Dalam menyambut tahun baru Islam ini, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menjelaskan tentang makna hijrah yang sesungguhnya.

Menurutnya, hijrah bukan sekadar berpindah tempat, melainkan perubahan ke arah yang lebih baik. Hijrah merupakan cahaya harapan di hati Muslim. Hijrah merupakan sebuah komitmen yang dibangun oleh kesadaran nurani dan spiritual sebagai bagian penting dalam dakwah Islam.

“Dalam perspektif Islam seharusnya umat Islam berhijrah dari suatu yang buruk menjadi yang baik, dari satu baik menjadi lebih baik, sebagai transisi dari satu fase ke fase yang lebih baik,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri kepada askara.co, Sabtu (30/7).

Setiap muslim, jelasnya, punya otoritas menciptakan lingkungan yang kondusif untuk orang berbuat kebajikan amal saleh daripada perbuatan maksiat dan kemungkaran. Yang terjadi sekarang dengan kasat mata lingkungan mudah berbuat maksiat, karena ada LGBT, seks bebas di media massa tersaji terutama di media digital. “Semantara berbuat takwa sangat terbatas ruangnya,” katanya.

Lebih lanjut, Prof. Rokhmin Dahuri memaparkan, kebajikan dalam Islam ada beberapa unsur pertama iman dan takwa. Iman dan takwa umat Islam Indonesia seharusnya lebih meningkat lagi dan begitu ketakwaan menjalankan seluruh perintah Allah dan semua larangannya.

Dan lebih dari itu dalam diri seorang muslim harus menciptakan kondisi dilingkungan masing-masing agar umat Islam di Indonesia itu lebih mudah, nyaman bertakwa ketimbang berbuat maksiat. Dimensi takwa bukan hanya pasif mengerjakan seluruh perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

“Pertama adalah ketaqwaan. Pengertian taqwa terkait dengan ketaatan seorang hamba kepada Sang Khalik dalam menjalankan setiap perintah dan menjauhi seluruh larangan Nya. Dalam Agama Islam, yang dimaksud dengan perintah dan larangan Allah itu tidak hanya berupa sholat, puasa, haji, dan ibadah mahdhoh (hablum minallah) lainnya. Tetapi, juga semua hal yang terkait dengan akhlak dan cara-cara kita berhubungan dengan sesama insan (hablum minannas, muamalah),” ungkapnya.

Lebih lanjut, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan, akhlak tidak hanya mempunyai dimensi horizontal dengan sesama makhuk (hablumminannas) juga dimensi vertikal dengan Allah SWT (hablum minallah).

“Karena itulah konsep akhlak menjadi menyeluruh.  Aspek akhlak mulia yang tadinya malas, kurang rajin menuntut ilmu lebih termotivasi lagi, karena Islam kitab suci pertama mengajarkan Iqra, untuk membaca,” terang Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

“Allah SWT menurunkan surah al-Mujadalah ayat 11 yang menjelaskan keutamaan orang-orang beriman dan berilmu pengetahuan, bahwa Allah Swt akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat,” sambungnya.

Prof. Rokhmin Dahuri menegaskan, ayat-ayat Alquran yang mendorong umat Islam untuk menguasai sains teknologi dan inovasi dan diamalkannya untuk kebajikan umat manusia bukan untuk diri sendiri. Selain itu, katanya, umat Islam juga diperintahkan untuk bekerja keras. Allah SWT dan Rasulullah mencintai manusia yang bekerja keras dan pantang menyerah.

Sayangnya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, umat Islam malas. Padahal, ungkapnya, Rasulullah SAW mencintai sahabatnya Sa’ad bin Mu’adz Ra, karena kedua tangannya lebam. Ketika bersalaman, terasa oleh beliau Nabi Muhammad SAW telapak tangan Mu’adz yang kasar karena habis bekerja memahat batu lalu dijual untuk menafkahi keluarganya. Mendengar itu Rasulullah SAW mencium tangan Sa’ad bin Mu’adz Ra dan bersabda, “Wallahi, tangan ini dicintai Allah dan RasulNya dan tidak akan disentuh api neraka!”

“Luar biasa etos kerja menurut Islam yakni harus bekerja keras. Bahkan ada seorang ulama istirahat itu di akhirat, sedangkan di dunia harus bekerja keras. Fakta kehidupan justru sebaliknya, di Negara-negara muslim termasuk di Indonesia pada melempem. Etos kerja kita lemah sekali,” katanya.

Berikutnya, Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) itu menerangkan, akhlak yang prinsipal yakni Siddiq, Amanah, Fatonah dan Tabligh. Selain itu memiliki sifat qonaah, terutama tangan di atas membantu orang lain, membantu Negara, membantu dunia, Rahmatan lil alamin. “Perubahan iman dan takwa, kemudian akhlak yang mulia,” kata Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) itu.

Melawan Islamophobia

Terkait islamophobia (ketakutan terhadap Islam), terangnya, karena orang-orang yang takut dengan tumbuh kembangnya ajaran Islam diterapkan secara kaffah. Pasalnya, dalam Islam bukan hanya mengurusi ibadah yang sifatnya akhirat atau ibadah mahdhah, tapi juga yang sifatnya duniawi, mengurus ekonomi, pendidikan, teknologi, Negara (hablumminannas).

Orang yang islamophobia, terangnya, karena takut kemaksiatannya terganggu. Maksiat mengumpulkan harta melalui jalan korupsi, maksiat berzinah, maksiat menzalimi orang lain. “Musuh-musuh Islam maunya, bahwa umat Islam itu hanya menjalankan ibadah mahdhah, yakni shalat, zakat, haji saja. Tapi jangan menggunakan Islam sebagai way of life, jangan menggunakan Islam di ekonomi, jangan menggunakan Islam untuk memilih pemimpin. Itu yang tidak boleh, umat Islam harus lawan,” tegas Wakil Ketua Dewan Pakar Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) ini.

Cara melawan Islamophobia, jelasnya, adalah dengan memberikan pemahaman pada orang terdekat mengenai bahaya membenci, terutama yang berkaitan dengan nilai keagamaan. Sebagai muslim, kita adalah cerminan Islam yang dilihat orang non muslim. Bagaimana sikap kita, begitulah mereka menilai Islam. Islam itu indah, damai, tenteram, dan aman, dan kita harus memberi pemahaman kepada saudara non-muslim dengan sikap kita yang mencerminkan nilai-nilai Islam.

“Seluruh ajaran Islam mulai dari surat Alfatihah sampai Surat Annas, seluruh hadits nabi yang sahih, seluruh teladan perilaku Rasulullah SAW, Tabiit-tabiin,” ujarnya.

Bahkan, Prof. Rokhmin Dahuri menyatakan, sampai pada masa kekhalifahan Umar Bin Abdul Aziz, Harun Ar-Rasyid, Muhammad Al-Fatih, dan seterusnya, semua sangat mulia, adil dan melindungi bukan hanya umat Islam, juga rahmatan lil alamin.

Ketika umat Islam pernah mencapai kejayaannya saat Fathu Mekkah atau Pembebasan Mekkah pada 630 M dan abad ke-7 hingga abad ke-17, tidak ada satu pun penduduk khilafah Islam yang miskin. Bahkan, zakat, infak, sedekah, dan iptek diekspor ke seluruh penjuru dunia. “Hampir seluruh iptek modern dari zaman revolusi industri sampai sekarang berasal dari karya-karya monumental ilmuwan muslim di era kejayaan umat Islam,” kata Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman itu.

Kehidupan sosial pun, sambungnya, berjalan secara harmonis. Anak-anak yatim terpelihara, yang kaya membantu dan memberdayakan yang miskin serta yang miskin tidak iri terhadap yang kaya. Justru saling bekerja sama.

Disisi lain, ekonomi dan perdagangan juga diatur dalam koridor efisiensi dan keadilan. Tidak ada kecurangan dan penentuan lantaran masyarakatnya memahami dan menaati hukum Allah dan Rasulnya secara istikamah. “Para pemimpinnya, kepala negara, menteri, gubernur, bupati, dan lainnya hidup sederhana dan sangat mencintai rakyatnya,” tambah Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Seharusnya, Prof. Rokhmin Dahuri mengingatkan Muslim sekuler maupun non muslim harus membaca sumber-sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan Al Hadits dan sejarah Islam bahwa perwujudan Islam kaffah itu membuat umat manusia terlindungi. “Namun, disayangkan ada teman-teman di Indonesia baik muslim sekular maupun non muslim takut dengan pelaksanaan Islam yang kaffah,” tandasnya.

Itu, menurutnya, karena hawa nafsu atau setan mereka berburuk sangka seolah-olah Islam itu hegemoni seperti ajaran lainnya, bahwa Islam itu akan memarjinalkan minoritas. “Tidak, fakta sejarah bagaimana orang-orang Andalusia waktu Islam selama 8 abad Berjaya, keruntuhannya karena banyak pemimpinnya yang maksiat, ketika kalah dalam perang salib, jeritan Yahudi dan umat Kristen yang taat menginginkan pemerintahan Islam dilanjutkan,” tegasnya.

Untuk itu dia berharap pemimpin yang akan datang adalah sosok negarawan dan punya kemampuan. Jadi jangan ada orang Indonesia yang ingin menjadi presiden yang sebenarnya tidak kompatibel. “Karena yang bisa menilai selain publik juga diri sendiri,” ujar Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024 ini.

“Kalau pemimpinan Negarawan punya kemampaun iptek, dan kedua punya akhlak mulia yakni jujur tidak pembohong, tidak pencitraan, kerja keras, merakyat, melayani tidak untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Yakni Presiden for all, dan harus punya iman dan takwa,” sambungnya.

Apalagi, katanya, karena kita hidup di bumi Pancasila menurut ajaran masing-masing. Pemimpin yang beriman dan bertakwa akan yakin akhirat itu ada. Kehidupan abadi ada di akhirat bukan di dunia yang penuh sandiwara dan sementara.

“Kalau seseorang punya keyakinan bahwa akhirat itu ada kebahagian surga  dan siksa neraka, seorang negarawan punya kapatibilitas duniawi dan iman takwa yang kokoh. Dalam syariat Islam ada rukun iman takwa dan ketiga akhlak mulia,” terangnya.

Lalu, Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan pengalamannya ketika selama 4 ½ tahun menteri pada pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarno Putri. Menurutnya, dua periode  presiden itu membawa Negara yang tadinya menengah ke bawah menjadi Negara yang adil dan berdaulat. “Atau dalam bahasa Pak Jokowi menyebut Indonesia Emas 2045. Mungkin pada 2035 pun menjadi Negara baldatun toyyibatun wal ghofururrohim (Negeri yang baik dengan Rabb (Tuhan) yang Maha Pengampun),” ujar Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu.

Komentar