Jumat, 26 April 2024 | 20:54
NEWS

Formasi Desak Kejagung Periksa Airlangga Hartarto, Kinerja Buruknya Coreng Jokowi-Ma'ruf

Formasi Desak Kejagung Periksa Airlangga Hartarto, Kinerja Buruknya Coreng Jokowi-Ma'ruf
Aksi damai Formasi (Dok Formasi)

ASKARA - Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formasi) mendesak Kejaksaan Agung memeriksa Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto atas sejumlah kesalahan dan dugaan pelanggaran hukum yang diduga dilakukan Ketua Umum Partai Golkar itu.  

Desakan itu disampaikan Formasi saat menggelar aksi aksi damai di Patung Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat kemarin (27/5). 

"Kami telah melakukan penelusuran dan penelitian secara komprehensif terhadap sejumlah dosa besar yang diduga dilakukan Airlangga Hartarto. Sejak dia menjabat sebagai anggota DPR RI, Menteri Perindustrian hingga Menko Perekonomian," ujar perwakilan Formasi, Muhammad Rizqi Azqiyya dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/5). 

Rizqi memerinci sejumlah dosa besar Airlangga Hartarto. Menurutnya, Airlangga diduga terlibat dan bahkan dalang kelangkaan minyak goreng sebagai imbas dari pengelolaan yang buruk antara ekspor produksi CPO dan biodiesel yang menyebabkan kelangkaan bahan baku minyak goreng. 

Selain itu, Airlangga juga diduga terlibat dalam perdagangan gelap impor baja ringan yang membuat produksi baja dalam negeri tidak terserap pasar domestik khususnya dalam sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Tak hanya itu, menurut hasil pemeriksaan BPK RI, terdapat penyaluran yang tidak tepat sasaran dalam pelaksanaan kartu prakerja yang dikomandoi Menko Perekonomian sebesar Rp289 miliar. Terakhir adalah dugaan penyelewengan dana non budgeter di BPDPKS yang tidak jelas pertanggungjawabannya. Kinerja buruk Airlangga ini jelas sangat mencoreng citra baik kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf,” urai Rizqi.

Formasi menegaskan, aparat penegak hukum belum pernah melakukan memanggil dan memeriksa Airlangga Hartarto untuk ditelusuri kebenarannya.

“Jangan sampai terlambat dan jangan sampai kesengsaraan rakyat akibat kenaikan dan kelangkaan migor ini terlalu lama terjadi. Kami khawatir rakyat akan berujung kekecewaan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Maruf,” tandas Rizqi.

Terpisah, pengamat hukum yang juga dosen Ilmu Hukum Universitas Al Azhar, Zuhad Aji Firmantoro mengungkapkan, terdapat dugaan pelanggaran hukum dalam sejumlah kasus yang diduga melibatkan Airlangga Hartarto.

"Dari pengamatan dan penelitian kami di kampus, terdapat dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Menko Perekonomian yang berakibat kekisruhan di tengah masyarakat. Pertama adalah soal kartu prakerja yang telah dibuktikan oleh pemeriksaan BPK dan terdapat kesalahan dalam penyalurannya,” ujarnya. 

Aji, sapaannya menjelaskan, seharusnya kartu prakerja dibagikan kepada masyarakat yang utamanya berstatus sebagai pengangguran terbuka dan korban PHK akibat pandemi. 

Namun faktanya, kartu prakerja justru disalurkan ke sejumlah PNS bergolongan rendah, sejumlah pekerja yang telah memiliki pendapatan tetap meskipun berstatus tenaga kontrak dan bergaji di atas UMR. 

“Harusnya kartu prakerja itu dibagikan kepada rakyat yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki pendapatan tetap. Inilah kesalahan utama pengelolaan kartu prakerja,” kata dia.

Selain itu, kata Aji, berdasarkan informasi yang dimuat di salah satu majalah investigasi terkemuka di Indonesia, Airlangga Hartarto berstatus sebagai Ketua Komite Pengarah BPDPKS yang mengelola dana pungutan ekspor CPO bernilai ratusan triliun.

"Tapi sayangnya uang ini tidak dimasukkan sebagai pendapatan negara dalam postur APBN sehingga membuat pungutan ini menjadi nonbudgeter. Letak dugaan perbuatan melawan hukumnya bukan sebagai ketua komite pengarah, namun kewenangan sebagai ketua komite ini yang tidak transparan dalam menyalurkan uang dan juga tidak tepat sasaran," jelas Aji.

Untuk itu, aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung harus mengungkap kasus ini supaya tidak menjadi fitnah. Jika diperlukan segera lakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Airlangga untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. 

"Jika itu tidak dilakukan, maka wibawa pemerintah akan jatuh di mata publik karena tidak berani mengungkap fakta-fakta sebenarnya di balik dugaan-dugaan tersebut,” tandas Aji.

 

 

Komentar