Jumat, 26 April 2024 | 14:35
NEWS

Setujui 9 Pengajuan Restorative Justice, JAM PIDUM: Harmoni Telah Terbentuk

Setujui 9 Pengajuan Restorative Justice, JAM PIDUM: Harmoni Telah Terbentuk
JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhan

ASKARA -  Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 9 (sembilan) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.

Dalam ekspose ini, JAM-Pidum mengungkapkan bahwa dengan terlaksananya restorative justice maka ada suatu perdamaian dan keseimbangan telah terlaksana serta harmoni telah terbentuk. Keadilan yang memulihkan dan mengembalikan keseimbangan.

Menurutnya, restorative justice dimaknai bukan sekadar penghentian perkara, maka dapat disampaikan di daerah bahwa jajaran Bidang Tindak Pidana Umum tidak menghentikan perkara karena penghentian dilakukan apabila tidak cukup bukti, namun saat ini yang dilakukan adalah jajaran Bidang Tindak Pidana Umum tidak menggunakan hak untuk menuntut meskipun berkas perkara terpenuhi dan cukup bukti.

“Kita menganut asas oportunitas dan kita yang menilai layak atau tidaknya berkas dilimpahkan ke pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 139 KUHAP. Kita tidak mengedepankan kuantitas, tetapi yang didepankan adalah kualitas karena jika kuantitas didepankan maka tidak menimbulkan keseimbangan kosmis, sedangkan kualitas berasal dari batiniah. Kita perlu memahami konsep dan filosofi restorative justice sehingga kita dapat paham tentang pendalaman dari setiap masalah agar dapat melalui proses dan substansi yang benar,” ujar JAM-Pidum, Senin (25/4).

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Adapun 9 (sembilan) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:

1. Tersangka Agrani Mangonsong Als Agra Anak dari Gariato dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

2. Tersangka FERI Iswanto Alias Feri Bin H. Hani dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

3. Tersangka Abi Achmad Als Abi dari Kejaksaan Negeri Badung yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

4. Tersangka I Wayan Kariasa dari Kejaksaan Negeri Denpasar yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

5. Tersangka Redo Saputra Alias Redo Bin Ail Mono dari Kejaksaan Negeri Seluma yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

6. Tersangka Maman Maulani Alias Deko Bin Acang dari Kejaksaan Negeri Lebak yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

7. Tersangka Frengki Saputra Bin Basir dari Kejaksaan Negeri Prabumulih yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

8. Tersangka Muhammad Zulkifli Alias Zul Bin Wahyudin dari Kejaksaan Negeri Nunukan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

9. Tersangka Riadi Alias Bapet Bin (Alm) Kusnadi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

• Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;

• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;

• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

• Pertimbangan sosiologis;

• Masyarakat merespon positif;

Komentar