Jumat, 26 April 2024 | 12:19
NEWS

Harapan GMRI Dalam Membangun Kesadaran Kemuliaan Para Pemuka Agama-agama di Indonesia

Harapan GMRI Dalam Membangun Kesadaran Kemuliaan Para Pemuka Agama-agama di Indonesia
Eko Sriyanto Galgendu (Dok Pribadi)

Pesan Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman dalam Membangun Sapta Marga  Prajurit & Harapan GMRI Dalam Membangun Kesadaran Kemuliaan Para Pemuka Agama-agama di Indonesia.

SAPTA MARGA TNI

1. Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila.
2. Kami Patriot Indonesia, Pendukung Serta Pembela Ideologi Negara Yang Bertanggung Jawab dan Tidak Mengenal Menyerah.
3. Kami Ksatria indonesia, Yang bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Serta Membela Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan
4. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia adalah Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia.
5. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Memegang teguh disiplin , patuh dan taat kepada pimpinan, serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit.
6. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan didalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa
7. Kami prajurit Tentara Nasional indonesia, setia dan menepati janji serta sumpah prajurit.

Maka dalam membangun Sapta Marga TNI, Pangkostrad menyampaikan:

"Bijaklah dalam bermain media sosial sesuai dengan aturan yang berlaku bagi prajurit. Hindari fanatik yang berlebihan terhadap suatu agama. Karena semua agama itu benar di mata Tuhan," kata Letjen Dudung seperti yang dilansir dari laman resmi Kostrad. Pesan disampaikan oleh Pangkostrad pada waktu kunjungan di Batalyon Zipur 9 Kostrad, Ujung Berung Bandung, Jawa Barat, Senin (13/9). 

Bagi Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) membangun Sapta Marga TNI adalah bagian dari Kesadaran Spiritual serta tugas utama dari para pimpinan TNI, termasuk Pangkostrad dan itu sudah menjadi kewajiban disetiap waktu dan tempat. untuk terus membangun, mengingatkan, membangkitkan dan terus menerus memberikan semangat Sapta Marga TNI.

Sedangkan kewajiban para pemuka pemuka agama adalah membangun kemuliaan ahklak, moral, perilaku dan tauladan masyarakat dalam menjalankan perilaku dan perbuatan sehari-hari.

Pemuka agama-agama yang menjadi tauladan masyarakat dalam menjalankan perilaku dan perbuatan akan menjadi Tanggung Jawab besar serta berat. Karena akan teruji dan ternilai dari kebesaran & ke Agungan sejarah suatu Agama pada suatu negara bangsa kedepan, dalam kurun waktu ratusan bahkan ribuan tahun yang akan datang.

Kemuliaan ahklak, moral dan perilaku masyarakat pada suatu negara bangsa mejadi realitas ukuran keberhasilan para pemuka agama-agama di dalam mengajarkan tuntunan keagamaan pada umatnya.

Maka, jika ada masyarakat pada suatu negara bangsa Indonesia, masih tertinggal didalam kemuliaan ahklak, menjauh dari nilali nilai moral dan perilaku masyarakat yang tidak harmonis, menyebarkan kebencian, dendam, iri dengki. Maka seharusnya menjadi ruang intropeksi dan evaluasi bagi para pemuka agama - agama di Indonesia.

Etika adalah aturan, norma, kaidah ataupun tata cara yang biasa digunakan sebagai pedoman atau azas suatu individu dalam melakukan perbuatan dan tingkah laku.

Kesejarahan di Indonesia selalu menghadirkan jaman ke jaman dari bangsa Indonesia. Dari jaman negara berbentuk kerajaan dan bernama bangsa Nusantara. Sampai jaman bangsa ini, merubah namanya menjadi bangsa Indonesia dan memiliki bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keberagaman suku, etnis, bahasa, adat kebudayaan, tradisi dan agama-agama di Indonesia adalah bentuk Nilai Ke-Ilahi-an yang menjadi kodrat taman sari kehidupan pada Bumi Pertiwi Indonesia.

Patut dipahami dalam kesejarahan di Indonesia, yang selalu menjadi pemimpin bangsa negara ini, syarat mutlaknya adalah asli bangsa Indonesia. Sedangkan untuk agama yang dianut oleh para pemimpinnya akan sering berubah. Pernah  bangsa negara ini dipimpin oleh pemimpin yang beragama Hindu, pernah dipimpin oleh pemimpin yang beragama Budha. Bahkan pernah dipimpin oleh pemimpin yang memakai konsep Syiwa Budha yang terjadi di Zaman Kerajaan Majapahit, guna menyatukan kekuatan agama-agama, bangsa dan negara pada saat itu.

Dalam aturan dan etika di dalam kepemimpinan negara, termasuk tokoh masyarakat ataupun tokoh-tokoh agama. Maka ada norma yang mesti dibangun dalam kapasitas dan kapabilitas masing masing lembaga, pemerintahan ataupun perangkat termasuk aparatur negara dalam pemerintahan tersebut termasuk organisasi masyarakat ataupun individu yang ada pada masyarakat tersebut.

Pastinya aturan dan etika dalam aparatur negara termasuk TNI walaupun pada dasar ideologi negara yang sama, yaitu: Pancasila. Tetapi sebagai TNI memiliki Sapta Marga yang pastinya ada pula perbedaan dengan lembaga pemerintahan lainnya.

Maka sewaktu Pangkostrad Letjen Dudung memberikan pengarahan pada para Prajuritnya mengenai pemahaman penganut agama agama di ruang lingkup prajurit Kostrad, maka sudah jelas di sini bahwa aturan yang ke depankan adalah Sapta Marga Prajurit dan sesuai dengan dasar pemahaman Ideologi negara, yaitu Pancasila.

Maka kurang elok sebenarnya, kalau kita mencoba untuk masuk ke wilayah etika serta norma dari TNI tanpa memahami dasar pemahaman dari Sapta Marga TNI.

 


Salam hormat
Eko Sriyanto Galgendu
Ketua Umum GMRI

Komentar