Selasa, 14 Mei 2024 | 13:36
NEWS

Partai Gelora Optimistis Masuk Papan Tengah di 2024

Partai Gelora Optimistis Masuk Papan Tengah di 2024
Sekjen Partai Gelora Mahfuz Sidik. (Ist)

ASKARA - Walau pendatang baru dalam kancah perpolitikan nasional tetapi Sekjen Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik optimis partai yang dinakhodai Anis Matta itu mampu minimal masuk papan tengah pada Pemilu Legislatif 2024.

Keyakinan itu karena belum ada partai dominan, mayoritas serta masih terbukanya pasar perpolitikan Indonesia. 

"Setiap pemilu sejak 1999 sampai 2019 selalu muncul partai baru. Dan, sejumlah partai baru bahkan bisa tampil sebagai kekuatan papan tengah dan bahkan papan atas," ujar Mahfuz Sidik dalam keterangannya, Senin (15/2).

Politisi senior ini dalam Rakorwil DPW Partai Gelora Indonesia di Semarang, Minggu (14/2) mencontohkan, pada Pemilu 1999 muncul partai baru yaitu PDIP, PKB dan PAN. Berturut-turut ketiga partai meraih elektoral 33,7 persen, 12,6 persen dan 7,1 persen. Pada Pemilu 2004 muncul Partai Demokrat (7,4), PKS (7,3) dan PBR (2,4).

Begitu pula pada Pemilu 2014, Partai Nasdem sebagai partai baru berhasil meraih 6,7 persen suara. 

"Apakah partai baru berpeluang menjadi partai besar? Artinya, pasar politik Indonesia masih terbuka dan belum ada partai yang dominan atau mayoritas," jelas Mahfuz Sidik.

Ada beberapa faktor yang menentukan partai baru dapat besar antara lain eksistensi teritorial, segmentasi pemilih, positioning partai, cara kerja berbasis dapil, popularitas dan formasi pasukan tempur.

"Karena itu lakukan pemetaan dapil dengan cermat dari berbagai aspeknya, mulai tetapkan target suara dan kursi di dapil, dan penuhi faktor penentu kekuatan partai," pesan Mahfuz Sidik

Dia menjelaskan, Gelora Indonesia lahir sebagai respons atas dinamika geopolitik global dan politik domestik yang berlangung. Di level global, perubahan tatanan dunia sedang berlangsung. Pandemi Covid-19 mempercepat proses perubahan itu sekaligus memicu terjadinya krisis multidimensi di hampir banyak negara.

Pada level domsetik, mulai tahun lalu Indonesia mengalami bonus demografi sampai 2035. Pengalaman sejumlah negara, bonus ini demografi faktor pemicu kemajuan ekonomi dan bidang lain.

"Namun, pada saat bersamaan Indonesia mengalami kontradiksi sosial-politik, pembelahan ideologis politik di masyarakat bawah, elit politik yang pragmatis, keterbukaan informasi yang rentan menciptakan ketegangan atau konflik dan terjadinya ketimpangan kesejahteraan dan liberalisasi ekonomi serta makin terkekangnya demokrasi," papar Mahfuz Sidik.

Dikatakan, ragam kontradiksi tersebut berpotensi melemahkan ketahanan, menggoyahkan kedaulatan dan mengancam eksistensi NKRI.

Menurut Mahfuz Sidik, banyak negara yang gagal akibat dinamika global itu. 

"Sesungguhnya dengan modal perjalanan sejarah bangsa, kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), posisi geografis dan politik negara, Indonesia sangat berpeluang melakukan lompatan besar menjadi kekuatan besar dunia di tengah krisis global," imbuhnya. (beritalima)

Komentar