Jumat, 26 April 2024 | 20:05
NEWS

Aksi Brutal Polairud Tangkap Nelayan dan Pers Mahasiswa Makassar Dikecam

Aksi Brutal Polairud Tangkap Nelayan dan Pers Mahasiswa Makassar Dikecam

ASKARA - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengecam penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Polairud Sulawesi Selatan.

Penangkapan membabibuta dan brutal terjadi terhadap tujuh orang nelayan, satu aktivis lingkungan dan tiga orang jurnalis dari pers mahasiswa di Makassar, Sulawesi Selatan.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Sekjen Kiara) Susan Herawati mengungkapkan, penangkapan secara sewenang-wenang dilakukan terhadap nelayan yang bernama Nawir, Asrul, Andi Saputra, Irwan, Mustakim, Nasar dan Rijal. Satu orang nelayan mengalami kekerasan hingga berdarah di bagian wajah.

Selain itu, aktivis lingkungan bernama Rahmat yang sedang merekam kejadian ikut ditangkap dan mengalami kekerasan.

“Ia dipukul di bagian wajah dan badan, ditendang dan lehernya diinjak. Telepon genggam milik Rahmat yang digunakan untuk merekam jatuh ke laut saat hendak disita oleh Polairud,” tutur Susan Heraawati, Senin (14/9/2020).

Sementara itu, tiga orang mahasiswa yang ditangkap merupakan jurnalis pers mahasiswa yang sedang melakukan peliputan aksi. 

Mereka adalah Hendra dari Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UKPM-UH), Mansur dan Raihan dari Unit Kegiatan Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UPPM UMI).

“Sebelum ditarik paksa, mahasiswa tersebut memperlihatkan kartu pers. Polisi tak menghiraukan dan tetap menangkap mahasiswa tersebut,” jelas Susan.

Susan Herawati juga menambahkan, apa yang terjadi di Pulau Kodingareng adalah dampak dari kebijakan tata ruang laut sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019-2039.

“Untuk mengakomodasi proyek strategis nasional, Perda RZWP3K Sulawesi Selatan mengalokasikan reklamasi untuk proyek MNP dan tambang pasir laut,” terangnya.

Di Indonesia, tambah Susan, RZWP3K merupakan bentuk perampasan ruang hidup nelayan, perempuan nelayan, dan seluruh masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Di dalamnya, berbagai proyek reklamasi, tambang pasir, PLTU, dan proyek skala besar lainnya.

“Namun, pada saat yang sama, RZWP3K tidak meletakan hak nelayan sebagai prioritas utama dalam penataan ruang laut,” katanya. 

Komentar