Jumat, 26 April 2024 | 13:13
TRAVELLING

Mendaki Gunung Semeru Sendirian, Guna Melatih Mental (2)

Mendaki Gunung Semeru Sendirian, Guna Melatih Mental (2)
Mendaki Gunung Semeru (Dok Alinea.id)

ASKARA - Esoknya sekitar pukul 8 pagi kami mulai mendaki bersama. Sunrise yang eksotik di permukaan Danau Ranukumbolo yang indah, kami tinggalkan. Lintasan yang memacu adrenalin yang disebut “Tanjakan Cinta” siap menyambut diawal pendakian pagi itu. Saya memilih berada di belakang, di barisan keenam.

Niat mendaki sendirian jadi buram. Karena memang tidak mungkin mendaki sendiri kalau lintasan yang ditempuh menggunakan jalur konvensional, jalur yang umumnya telah tersedia. Sudah pasti akan bertemu dengan teman-teman pendaki lain, belum lagi saat itu waktunya weekend cukup ramai pendaki yang melintas.

Meski membawa peta topografi Gunung Semeru dan kompas orientering, saya tidak bermaksud membuat lintasan pendakian, persiapan itu hanya untuk berjaga-jaga dan sekedar berlatih resection ketika berada di satu pos atau shelter pendakian. Jangankan menggunakan alat navigasi itu, mengeluarkannya pun saya urungkan.

Lepas 4 jam meninggalkan Pos Ranukumbolo, kami tiba di Pos Kalimati. Tepatnya saat jam makan siang. Pos ini bagi para pendaki kerap digunakan untuk istirahat sebelum meneruskan ke Puncak Mahameru. Selain untuk memulihkan tenaga dengan mendirikan tenda bermalam, di pos ini tersedia sumber mata air terakhir.

Umumnya rombongan pendaki melepas segala perlengkapan pendakiannya di pos ini, dengan mamasukan ke dalam tendanya. Lalu melanjutkan dengan membawa tas daypack yang berisi makanan dan minuman ringan, serta alat pribadi. Menjelang pukul 1 atau 2 dini hari, para pendaki sudah bersiap untuk ke Puncak Mahameru.

Saat itu kami memulai pukul 2 pagi. Backpack tidak saya lepas. Stamina yang sudah sedikit berkurang namun berat bawaan tidak berkurang, tetap 30 liter mungkin setara 30-35 Kg, karena tidak saya hitung berat massa isi ransel. Perbekalan yang menurut perhitungan harusnya berkurang dua hari, nyatanya masih utuh.

Utuhnya perbekalan disebabkan teman-teman rombongan dari Bekasi selalu memasak makanan berlebih yang ditujukan ke saya. Begitupun ketika anjangsana sekedar mengobrol ke pendaki dari daerah lain, dan mengetahui saya mendaki sendiri, tanpa basa-basi rombongan dari daerah Jogja itu langsung menyiapkan kopi dan kue.

Bahkan disebelahnya, rombongan dari Surabaya sampai menyajikan saya makan malam besar. Niat sekedar mengobrol atau silaturahmi terhadap sesama pendaki nyatanya berbuah persaudaraan. Rasa ingin menolak atau sungkan justeru bisa dianggap sebaliknya. Itulah korsa para pendaki gunung, sangat tidak diragukan!

Selepas trekking selama 1 jam perjalanan dari Pos Kalimati, kami menjumpai Pos Arcopodo. Pos ini adalah titik awal pendakian ke Puncak Mahameru yang membutuhkan waktu kira-kira 4 jam. Medan lintasannya cukup miring, sekitar 70 derajat. Dengan kondisi medan berbatu, dipenuhi pasir, tanpa pepohonan.

Saat itu kami dalam rombongan besar; rombongan Bekasi, Jogja, Surabaya, dan beberapanya kurang tahu pasti dari mana. Pagi hari saat sunrise dapat kami jumpai, kami masih bersama. Setelah mengabadikan situasi puncak, rombongan besar hanya menyisakan rombongan Bekasi. Dua rombongan lain sudah kembali duluan.

Bahkan ketika turun ke Pos Ranupani dan hingga kembali ke daerah kami di Bekasi, saya masih bersama rombongan dari Bekasi. Sampai hubungan komunikasi itu terus berlanjut beberapa bulan selanjutnya hingga lost contact hingga kini. Setidaknya saya mendapat satu nilai persaudaraan selama perjalanan dari misi pembelajaran mental yang ditempuh selama pendakian. Semoga catatan ini terdapat sedikit faedah. (djali ahmad/traveller)

 

 

Komentar