Sabtu, 27 April 2024 | 18:00
COMMUNITY

Kisah Mistis Para Pendaki di Alun-alun Suryakencana Gunung Gede

Kisah Mistis Para Pendaki di Alun-alun Suryakencana Gunung Gede
Para pendaki di Alun-alun Suryakencana Gunung Gede (Dok Mapala UI)

ASKARA - Gunung Gede merupakan salah satu gunung favorit bagi para pendaki. Setiap hari ada ratusan orang mendaki gunung berapi yang berada di dalam Taman Nasional Gede Pangrango. Gunung ini terletak di dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, dengan ketinggian 2.958 mdpl.

Salah satu lokasi tempat para pendaki mendirikan tenda adalah Alun-alun Suryakencana di ketinggian  2.750 mdpl. yang merupakan padang savana nan luas, sekitar 50 hektar. Di area ini terdapat hamparan rumput liar, taman edelweiss, sungai, dan tanda puncak Gede sudah dekat bila mengambil jalur pendakian dari Pos Gunung Putri. Para pendaki mendirikan tenda karena menjadi salah satu spot terbaik untuk kemping di Gunung Gede Pangrango. Hal tersebut karena lokasinya yang cukup tinggi namun tidak terlalu ekstrim.

Di seputaran Gunung Gede terdapat sejarah dan legenda yang merupakan kepercayaan masyarakat setempat, yaitu tentang keberadaan Eyang Suryakancana. Suryakancana adalah Putra dari Dalem Cikundul atau Rd. Aria Wira Tanu I, pendiri Cianjur dan Bupati Pertama Cianjur, hasil dari pernikahannya dengan Putri Jin. Masyarakat percaya bahwa Eyang Suryakencana yang notabenenya adalah bangsa jin, masih bermukim di sekitar gunung Gede, dan menjadi penguasa bangsa jin di gunung tersebut. 

Sejumlah pendaki Gunung Gede pernah mengalami hal-hal mistis ketika mereka berkemah di Alun-alun Suryakencana, seperti pengakuan pendaki dari anggota Mapala UI dan pendaki dari Elpala SMA 68 kepada Askara beberapa waktu lalu, Minggu (10/12).

"Kami melihat sosok putih di Suryakencana. Karena ingin memastikan pandangan pada sosok itu, saya berhenti. Sedikit berteriak, saya bertanya, apa itu?" kata Hery C Latu, anggota Elpala SMA 68 Jakarta.

Diceritakannya, ketika itu dia dan beberapa anggota Mapala UI, (AIm) Ismu, ikut menghentikan langkahnya dan berdiri di sebelah kiri Hery. Sementara, Gede dan istrinya berada didepannya ikut berhenti dan semua memutar badan ke kanan, mengarah ke punggungan itu. Dan mereka melihat sosok putih di kejauhan yang saat itu terlihat berada di antara dua pohon besar berwarna hijau. 

"Sosok putih ini muncul di siang hari bolong, mungkin sekitar jam 13.30 an, suasana kabut juga bikin merinding. Gaun putih yang dikenakan sosok itu tampak sedikit berkibar karena angin memang agak lumayan kencang. Tapi yang mengherankan, angin datang dari arah barat, sebelah kiri jalur. Secara logika, seharusnya kibaran gaun putih panjangnya ke arah kanan. Tapi yang saya  lihat, kibarannya justru ke arah kiri, seolah melawan arah angin," jelas Hery.

Ditambahkannya, sosok putih yang muncul di siang hari ini memang tidak terlihat seperti pocong, lebih mirip kisah-kisah perempuan bergaun putih panjang, hanya saja seluruh badannya tertutup gaun putih, tak terlihat muka dan rambutnya

Lain lagi cerita pengalaman mistis Eka Bama Putra ketika mendaki bersama anggota TRAMP, mendengar suara-suara aneh dalam beberapa kali pendakian dan berkemah di Alun-alun Suryakencana saat malam hari.

"Waktu kita sampai disambut angin kencang, tenda dome yang kita dirikan sampai berguling kebawa angin, dan tiupan anginnya sampai mengeluarkan suara yang sebenarnya itu fenomena alam yang wajar, seperti kalau kita naik Gunung Semeru, di daerah Arcopodo ke atas kita sering mendengar suara angin seperti deru kereta api," kata Bama yang juga Pendiri Elpala SMA 68.

Tapi, lanjutnya, di situ gue denger ada suara-suara aneh di sela-sela deru angin, suara yang mirip rombongan kuda berlari diselingi ringkikannya. Ngga tau apakah bagian dari fenomena alam atau bukan, tapi yang gue inget suasana saat itu mencekam.

Peristiwa mistis lain di waktu yang berbeda,  juga dialami Bama dan kawan-kawan dari IISIP Jakarta, di mana mereka melihat di sekitar lereng Gunung Gemuruh (seberang puncak Gn. Gede) ada asap mengepul, seperti orang yang sedang bikin api unggun. Saat itu mereka cuma mikir itu palingan petapa yang sedang kedinginan (padahal dilarang keras membuat api unggun di taman nasional)

Di saat tidur mereka mendegar suara irama teratur seperti orang menabuh gendang. Namun mereka tidak peduli karena udah capek dan ingin tidur. Pas lagi setengah tidur, ada suara-suara kembali terdengar di luar tenda, suara yang mirip seperti botol air kemasan kosong, diremas terus dilepas, berulang-ulang.

"Kita memang naruh botol-botol plastik di luar tenda. Sempat kepikir kayaknya ada burung yang mematuk botol-botol itu. Gue yang ngerasa terganggu beberapa kali buka tenda dan menyenter ke arah botol-botol itu. Gak ada siapa-siapa atau apa-apa dan saat disenter suaranya berhenti. Tapi pas masuk lagi ke tenda muncul lagi," kata Bama.

Akhirnya mereka putuskan untuk kencingi aja botol-botolnya, dan suaranyapun lenyap.

"Nah… pas kita turun kita ngobrol sama petugas di Pos Gn. Putri, kita ceritain pengalaman kita di atas. Kata petugasnya, saat kita naik, ngga ada orang lain, termasuk yang kita kira pertapa di Gunung Gemuruh," kata Bama.

Komentar