Jumat, 26 April 2024 | 19:11
NEWS

Marak Eksploitasi Seksual Anak, KPAI Desak Perlindungan Korban

Marak Eksploitasi Seksual Anak, KPAI Desak Perlindungan Korban
Predator seks asal Prancis FAC alias Frans alias Mister. (Dok. Detik)

ASKARA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia prihatin terhadap kasus eksploitasi seksual pada anak yang kembali marak belakangan ini. Maka dari itu penting upaya perlindungan bagi anak.

Kasus terbaru dilakukan pria berinisial RAD sekaligus buronan FBI yang lolos ke Indonesia dan terciduk sedang melakukan Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA) pada remaja. 

Kedua, dilakukan warga Prancis inisial FAC alias Frans alias Mister hingga memakan korban 305 anak sejak tahun 2015 dan terlacak menggunakan hotel sejak 2019 hingga 2020 di Jakarta. 

KPAI sudah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dan Mabes Polri, Kementerian Sosial, KPPPA, P2TP2A DKI Jakarta dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk memastikan perlindungan anak dan menemukan keberadaan anak-anak tersebut.

"Saat ini sudah teridentifikasi 17 anak dari ratusan anak tersebut untuk kemudian mendapat hak perlindungan," kata Komisioner Bidang TPPO dan Eksploitasi Ai Maryati Solihah dalam keterangannya, Sabtu (11/7).

Untuk itu, penting membentuk tim terpadu dalam menjalankan fungsi jangkauan dan rehabilitasi oleh kepolisian, P2TP2A dan Kemensos.

"Korban membutuhkan pendampingan baik selama proses hukum ini berlangsung dan perlindungan khusus. Sehingga konseling dan bimbingan psikologis dibutuhkan korban dan keluarga," jelas Ai Maryati. 

KPAI juga mendesak perlindungan korban dan para saksi dalam situasi rentan untuk memastikan pemenuhan hak restitusi korban.

Dalam konteks hukum, KPAI melihat bahwa aturan perundang-undangan yang dilanggar meliputi UU Perlindungan anak, UU ITE, dan UU Pornografi. 

"Sehingga dibutuhkan analisis dan penetapan hukum yang cermat pada Undang-Undang Perlindungan anak," kata Ai Maryati.

Pelaku dapat dijerat pasal persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan korban lebih dari satu sebagaimana diatur dalam pasal 81 ayat 5 junto pasal 76D UU RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal pidana mati. 

Komentar