Rabu, 29 Mei 2024 | 08:10
TRAVELLING

Bertahan Melestarikan Kue Rangi

Bertahan Melestarikan Kue Rangi
Pedagang makanan tradisional Betawi di Kawasan Setu Babakan (Askara/Aprilia Rahapit)

ASKARA - Awan hitam dan gerimis menyelimuti Kawasan Setu Babakan di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Namun sejumlah pedagang tetap bertahan untuk mencari nafkah. 

Setu Babakan merupakan salah satu kawasan pelestarian Budaya Betawi. Sejumlah jajanan makanan khas pun berjejer rapi di pinggiran danau. 

Namun berbeda dengan kali ini, Sabtu (15/2), hanya ada beberapa pedagang yang berjualan, salah satunya adalah pedagang kue rangi. 

Kue rangi bisa dibilang sudah jarang ditemukan di tempat umum. Terkecuali di kawasan-kawasan yang masih kental dengan Budaya Betawi seperti Setu Babakan. 

Salah satu pengunjung bernama Meta (26) mengaku datang hanya ingin merasakan nikmatnya kue rangi. Ia rela jauh-jauh membeli kue rangi dari tempat tinggalnya di Tanjung Priok. 

"Duh, ini kue susah banget dapetinnya, asli. Jadi pas gue di Setu Babakan ya langsung beli karena gue tahu ini kue susah banget. Padahal enak banget, apalagi pas sekarang musim-musim hujan," kata Meta yang bergaya bahasa khas Betawi saat berbincang dengan Askara di Setu Babakan.

Pedagang kue rangi di Setu Babakan salah satunya bernama Ano Suparno. Pria kelahiran 1973 mengaku sudah delapan tahun berjualan kue yang menggunakan bahan sagu itu. 

Alasan sejarah dan budaya menjadikan Ano tetap bertahan berjualan kue rangi. Sebab ia menyayangkan dengan perkembangan zaman di mana tidak begitu banyak generasi saat ini yang menyukai makanan tradisional. 

"Kue rangi ini sudah ada sejak zaman Indonesia dijajah, sebelum itu kan kesusahan beras. Dulu kan kalau singkong ditumbuk sampai lembut, sudah gitu pakai wajan digarang," cerita Ano.

Ia sendiri menekankan perbedaan kalimat di mana para pembeli sering kali menyebut kue dengan kata kueh, ada penambahan huruf di belakang. Menurut Ano, jika menyebut dengan kueh maka akan berarti seperti saya atau aku.

"Kueh itu kan lebih akrab diartikan aku, jadi yang betul itu kue bukan kueh," ujarnya. 

Ano juga menyayangkan generasi muda saat ini yang perlahan melupakan makanan tradisional, khususnya kue rangi. Namun, ia tidak bisa memaksa orang untuk menyukai dan membeli dagangannya.

"Ya gimana ya namanya juga orang, kadang-kadang lagi senangnya laku. Ada suka ada dukanya," jelasnya.

Jika membandingkan masa-masa laris ataupun sepi, Ano mengaku lebih menerima banyak pembeli pada saat akhir pekan. Sedangkan dari segi musim, cuaca hujan menjadi berkah baginya dibandingkan saat musim panas. 

"Ya lebih ramai pada Sabtu Minggu. Ya kue rangi kalau lagi naik ya naik, kalau lagi turun ya gitulah. Kalau musim hujan lebih banyak yang mau karena enaknya kan mereka makan pas hangat-hangat dibanding saat musim panas," paparnya. 

Ano sendiri mensyukuri berapapun hasil jerih payahnya dari berdagang kue rangi. Di mana penghasilannya sendiri tidak stabil pada nominal tertentu.

"Sejuta per hari enggak nyampe, ya paling 200-400 ribuan, kadang-kadang enggak tentu. Ya kalau lagi merosotnya cuma dapat 150 ribu, itu juga belum modal," tuturnya. 

Kecintaannya terhadap kue rangi membuat Ano memutuskan untuk membentuk usaha penjualan kue rangi secara mandiri. Sebelumnya, ia bekerja dengan orang lain, namun kala itu penghasilannya tidak sebanyak saat ini. 

"Dulu saya kerja sama orang di Jati Padang Pasar Minggu, setoran terus. Kalau ini sekarang saya punya grup sendiri, sekarang lagi jalan tiga gerobak, yang lagi pulang dua, jalan empat semuanya. Ada di stasiun juga," paparnya.

Dalam usahanya itu, Ano pun mengajak beberapa saudaranya untuk bersama berjualan kue rangi yang kini sudah berjalan selama empat tahun. 

Sejumlah pelanggan pun sudah dimiliki Ano, mulai dari orderan untuk acara sekolah hingga kantoran. Ia pun berharap usahanya dalam berjualan kue rangi berdampak pada kelestarian makanan tradisional yang tidak dilupakan seiring waktu.

"Ya kalau bisa jangan dilupakan. Harus tetap ingat dengan sejarah berikut makanan tradisional khususnya kue rangi," harap Ano.

Komentar