Sabtu, 27 April 2024 | 08:38
OPINI

Berdiam dan Bersabarlah

Berdiam dan Bersabarlah
Ilustrasi penyebaran virus corona. (Republika)

ASKARA - Ketika suatu wabah muncul di Wuhan 31 Desember 2019 dunia gempar, ini bukanlah MERS atau SARS, hingga akhirnya bernama corona dengan nama awal 2019-nCoV hingga nama resmi menjadi Covid-19. 

Indonesia, medio Januari-Februari 2020, masyarakat kita di awal menarasikan bahwa "kesalahan" rakyat Tiongkok selama inilah yang menyebabkan wabah tersebut. Berbondong-bondong melalui jagad maya mengalir pemberitaan yang mendeskreditkan Tiongkok dengan beragam argumen, baik ilmiah, opini hingga guyonan. Di tengah tatapan, cemoohan, tertawanya warga dunia apa yang kita lihat, Tiongkok hanya diam dan sibuk bekerja. Mengisolasi dan menutup akses, mensterilkan kota hingga membangun rumah sakit darurat dalam tempo cepat berkejaran dengan waktu seiring semakin banyaknya korban berjatuhan. 

Dunia menonton, ada memuji dan ada sebagian yang membuat candaan sebagus apakah "made in Tiongkok" kali ini. Dari sini ada banyak rakyat berbagai negara yang "ngarep" terhadap Tiongkok mulai hancurnya ekonomi sehingga dominasi berkurang sampai argumen soal politik pemerintahan Tiongkok yang akan hancur. Dari narasi politik sosial budaya dan beragam teori konspirasi sampai akhirnya narasi agama pun terbawa. 

Kini, dalam sekejap tatapan itu berubah, seakan mengejar balik. Titik balik 31 Januari 2020, AS menyatakan Covid-19 masuk wilayahnya. Tak lama berselang 2 Februari 2020 Filipina menyatakan satu orang meninggal terjangkit wabah tersebut di negaranya. Sehari selepasnya Jepang mengkarantina Kapal Pesiar Diamond Princess yang masuk wilayahnya, ada indikasi wabah tersebut terjangkit di antara 3.700 penumpangnya. Bagai air bah, kejadian demi kejadian berlanjut, menjangkiti Korea Selatan, Malaysia, Singapura hingga Eropa. Indonesia sepertinya tenang, namun puncaknya saat jemaah umroh kita dipulangkan secara tiba-tiba. Kerajaan Saudi menyatakan negara menutup sementara kegiatan umroh, sangat berat rasanya bagi umat muslim. Kakbah disterilisasi, thawaf hanya dilakukan segelintir mukmimin jauh dari kata ramai seperti halnya biasanya nyaris kosong. Sisi lain, Vatikan dan Roma pun menyatakan hal yang sama terkait ziarah, bahkan Italia mengalami kejadian luar biasa di mana jumlah korban terbanyak menyusul Korea Selatan. 

Hati kecil berkata, ini bukan persoalan sederhana akibat makan sup kelelawar lalu terjangkit. Jauh lebih luas, sampai-sampai tidak memilih dia makan apa, pekerjaannya apa, orang baik atau jahatkah, beragama apa, rakyat biasakah atau menteri presidenkah. 

Covid-19 menembus semua lini, sungguh ciptaan Allah yang luar biasa. Bagaimana tidak, tentara dan senjata manusia paling canggih belum bisa mengendalikannya. Sisi utama, para pakar kedokteran dan Ilmuwan seluruh dunia bekerja keras mencari tandingannya. Pemerintah masing-masing negara kini sibuk mencegah, mengisolir diri, menutup perbatasannya hingga menghentikan seluruh aktivitas kemasyarakatan, lockdown. 

Berkaca dari kejadian demi kejadian, terbaru Pemerintah Indonesia menyatakan sebagai bencana nasional tak lama setelah menteri kabinet dinyatakan positif corona muncul pengumuman bahwa sekolah diliburkan selama dua pekan, kantor swasta dan pemerintahan memberlakukan work from home. Kita yang sedang atau masih bermalam minggu ria kala mendengar kabar seakan berhenti sejenak, menelaah, merenungi dan berdoa. Ini bukan sekedar cobaan bagi satu dua bangsa, ini ujian umat manusia, bumi kita rasanya menjadi asing dan seakan memusuhi manusia sang khalifah. Perlahan menyadari bahwa silaturahmi itu menyenangkan daripada terisolasi. Hal baru pun muncul, bersalaman terhenti, batuk dan bersin di tempat umum banyak yang menatap, sepakbola, F1, MotoGP berhenti tayang. 

Tidak ada yang menjamin tidak terjangkit, tidak ada pula yang menjamin kita tetap sehat selain Allah. 
Rasulullah Muhammad SAW memberitahu kita melalui Aisyah RA, bersabarlah, "Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya)" (HR Bukhari). Dan jangan pula bepergian, tetaplah di negerinya, "Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri darinya" (HR Muslim) yang kini Alhamdulillah diterapkan dalam kedokteran modern melalui proses karantina. Menghadapi hal tersebut, Rasulullah SAW meminta umatnya untuk sabar sambil berharap pertolongan dari Allah SWT. Wabah sejatinya tidak pernah diharapkan muncul hingga mengkibatkan kekhawatiran secara global. Para pencari dan penikmat dunia yang banyak orang mengejar dan mencintainya kini dipaksa diam. Namun, selalu ada alasan dan hikmah yang terkandung dari setiap peristiwa yang terjadi. Semoga kita lebih memaknai untuk siapa diamnya hidup kita. 

Hamdhani Prasetyo
(Pegiat sosial politik)

Komentar