Senin, 29 April 2024 | 12:51
OPINI

Kampanye Modern Pemilu 2024: Kontestasi Brand Politik dan Digitalisasi Komunikasi

Kampanye Modern Pemilu 2024: Kontestasi Brand Politik dan Digitalisasi Komunikasi
Ilustrasi Pemilu (Dok Pribadi)

Oleh: Assyifa Uzzahro Khoerunnisa *

ASKARA - Panggung kampanye pemilu 2024 yang berlangsung Februari lalu ramai oleh para calon legislatif yang baru muncul ke permukaan. Kampanye ini menjadi ajang kontestasi para negarawan menawarkan gagasan dan dedikasi mereka untuk membangun negeri. Ada yang dengan mudah mendapat atensi warga, ada pula yang harus berusaha lebih keras bagi sebagian yang baru memakaikan topi politik pada kepala mereka.

Kampanye sebagai ajang menyampaikan brand politik para caleg saat ini mulai mengalami transisi, dari cara-cara konvensional bergeser ke ruang digital dengan memanfaatkan media baru. Hal itu merepresentasikan realitas saat ini bahwa sebanyak 56,45% pemilih merupakan anak muda yang terdiri atas generasi milenial dan zilenial (DPT Pemilu 2024 oleh KPU). Karakteristik perilaku anak muda yang sangat bersahabat dengan dunia digital mau tidak mau menggeser cara berkampanye para caleg yang harus mengoptimalkan penggunaan media sosial untuk memperkenalkan brand politiknya, mengingat data Katadata Insight Center (KIC) Oktober 2023 menunjukkan 71,6% anak muda mengakses media online untuk mendapatkan informasi profil capres-cawapres dan 66,9% mengakses lewat media sosial.

Brand Politik Sebagai Modal Persaingan

Konseptualisasi brand politik berisi seperangkat informasi partai atau tokoh politik yang dikonstruksi sedemikian rupa dan dipromosikan sehingga menghasilkan citra dan persepsi di masyarakat yang perlu dikelola. Para caleg dapat mengkampanyekan brand politiknya di media digital dengan strategi manajemen merek yang tepat untuk meningkatkan keunggulan brand politiknya sebagai pondasi resiliensi di tengah arus persaingan politik yang kompetitif. Strategi ini dapat dilakukan dengan membangun hubungan dengan audiens melalui interaksi, menunjukkan nilai-nilai bersama (shared value), konten pengalaman dan penghargaan (Gambetti et al., 2012).

Komunikasi Digital Meraih Popularitas Untuk Elektabilitas

Hal pertama yang perlu dipikirkan adalah mengenai grand design dari brand politik yang akan diusung. Mulai dari konsistensi tampilan visual, seperti warna, elemen dekoratif, jenis huruf, dan bentuk konten. Hal ini akan membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan citra yang ditampilkan karena tampilan yang mereka dapatkan berulang sehingga akan lebih mudah untuk mengingat.

Setelah tampilan visual disepakati, para caleg harus memikirkan hal-hal substantif dari citra politik yang akan disampaikan, meliputi slogan yang akan menjadi ciri khas, pesan-pesan kunci hingga fokus isu yang dibawa. Satu hal yang menjadi sajian utama branding adalah konsep kebermanfaatan yang dibawa oleh para calon politisi atas pencalonan mereka yang harus tersampaikan secara efektif dan interaktif melalui dialog-dialog dua arah pada setiap kampanye digital yang dilakukan. Untuk mencapai efektivitas pesan melalui ruang digital tersebut, dibutuhkan kecakapan membaca karakteristik audiens, karakteristik media dan trend yang sedang berkembang karena perbedaan penggunaan media sosial untuk kampanye menghasilkan perbedaan karakteristik audiens yang tentunya membutuhkan perbedaan cara penyampaian pesan. 

Konsistensi waktu juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Hindari mengunggah dalam kuantitas yang banyak dalam sehari pun jangan membiarkan audiens menunggu terlalu lama untuk mendapat informasi up to date dari para caleg. Satu hal yang pasti, trend yang bergerak di ruang digital adalah hal yang sangat dinamis dan selalu berubah-ubah, maka kepandaian beradaptasi menjadi hal yang harus bisa dikedepankan. Popularitas dapat menjadi elevator untuk menaikan elektabilitas.

Konsistensi dan Digitalisasi Jadi Kunci Resiliensi

Jika menilik teori audience reception oleh Stuart Hall, penyampaian pesan ini akan berjalan lebih rumit karena akan menghadapi persimpangan berbagai kepentingan dan respons-respons masyarakat yang dinamis. Dalam kondisi seperti ini, integritas dan konsistensi dibutuhkan para tokoh politik untuk tetap berada pada koridor brand politik yang ingin disampaikan tanpa harus merugikan pihak lain.

Kecerdikan para caleg dalam menginternalisasi trend yang sedang berkembang pada akhirnya akan mengerucutkan keberpihakan audiens pada calon anggota legislatif. Ketika audiens merasa nilai-nilai yang dipromosikan sejalan dengan nilai-nilai yang mereka anut dan meyakini bahwa akan mendatangkan kebermanfaatan, audiens akan mengikuti caleg tersebut dan membangun hubungan. Tentunya hal ini akan meningkatkan interaksi dan keterlibatan audiens pada kampanye digital yang dilakukan caleg. Hal ini akan sangat menguntungkan, mengingat bahwa keterlibatan adalah prediktor kuat loyalitas, yang akan menghasilkan retensi audiens dan hadirnya promosi caleg secara word-of-mouth atau dari mulut ke mulut (Farhan et.al., 2020) sehingga akan lebih mudah mendapatkan suara.

Oleh karena itu, para caleg saat ini dan di pemilihan mendatang harus memiliki kepekaan yang kuat akan hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya karena kombinasi kekuatan antara konsep brand politik yang dimiliki oleh caleg dengan optimalisasi teknologi digital khususnya penggunaan media sosial menjadi modal pertahanan caleg selama berkampanye untuk menyerap suara masyarakat di tengah warna-warni brand politik lainnya yang menghiasi dinding gelanggang politik pemilu tahun ini.

*

* Mahasiswa Komunikasi SV  University


 

Komentar