Senin, 29 April 2024 | 06:25
OPINI

Langkah Nyata Menuju Energi Ramah Lingkungan, Dorong Penggunaan Rumput Laut

Langkah Nyata Menuju Energi Ramah Lingkungan, Dorong  Penggunaan Rumput Laut
Rumput Laut (Dok Freepik)

Oleh: Yoga Maulana Pramudita

Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor Komunikasi Digital dan Media


ASKARA - Di tengah krisis energi dan kekhawatiran akan perubahan iklim, muncul sebuah ide menarik dari calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto. Beliau mencetuskan potensi rumput laut sebagai solusi alternatif untuk menggantikan bahan bakar minyak (BBM).

Gagasan ini bukan tanpa alasan. biomassa seperti rumput laut merah memiliki beberapa keuntungan. Pertama, rumput laut merah mudah tumbuh di berbagai lingkungan, baik air tawar, air asin, maupun air limbah perkotaan sehingga mudah ditemukan dimana saja. Kedua, pertumbuhannya tergolong cepat dan dapat dipanen dalam waktu kurang dari enam minggu. Ketiga, rumput laut merah mudah diurai karena mengandung karbohidrat tinggi (84%) dan tidak mengandung lignin  sehingga tidak dapat membahayakan dalam pemakaianya.

Rumput laut merah bukan hanya menawarkan solusi energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar minyak (BBM), tetapi juga membawa manfaat ekonomi dan lingkungan yang signifikan. Senyawa carrageenan dan agarose yang terkandung di dalamnya memiliki nilai ekonomi tinggi dan digunakan dalam berbagai produk seperti makanan, minuman, dan farmasi. Manfaat ekonomi dari rumput laut merah tidak hanya terbatas pada produk olahannya. Budidaya rumput laut merah dapat membuka peluang usaha baru bagi masyarakat pesisir sehingga menambah mata pencaharian uang bagi mereka, meningkatkan taraf hidup mereka, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Oleh karena itu, pengembangan dan pemanfaatan rumput laut merah sebagai sumber energi terbarukan merupakan langkah strategis yang patut diprioritaskan. Dengan mengedepankan keberlanjutan dan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri, kita dapat mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan sejahtera bagi Indonesia.

Pengolahan rumput laut menjadi bahan bakar melalui pendekatan kinetik galaktosa (GAL) dan 3,6-anhidro-D-galaktosa (D-AHG) menghasilkan senyawa kimia esensial seperti 5-Hidroksimetilfurfural (HMF) dan asam levulinat (LA). Kedua senyawa ini tidak hanya bermanfaat sebagai bahan bakar, tetapi juga bahan baku plastik dan pelarut.

Gagasan Prabowo untuk memanfaatkan rumput laut sebagai energi masa depan patut diapresiasi. Potensi ekonomi dan lingkungannya membuka peluang baru bagi Indonesia untuk mencapai kemandirian energi dan kelestarian lingkungan. Meskipun potensinya besar, penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan rumput laut menjadi bahan bakar masih perlu digencarkan. Perlu ada kerjasama antara pemerintah, akademisi, dan industri untuk mewujudkan visi ini.

Di balik potensinya yang luar biasa, pengembangan rumput laut sebagai sumber energi dan bahan baku industri masih terhambat oleh tantangan edukasi dan sosialisasi. Masyarakat, khususnya di daerah pesisir, masih belum banyak yang mengetahui manfaat dan potensi rumput laut. Hal ini menyebabkan kurangnya kesadaran dan partisipasi publik dalam mendukung program pengembangan rumput laut.

Edukasi dan sosialisasi yang efektif kepada masyarakat merupakan kunci untuk membangun kesadaran dan partisipasi publik dalam mendukung program pengembangan rumput laut. Dengan meningkatkan kesadaran dan partisipasi, program ini dapat berjalan lebih cepat dan mencapai tujuannya, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
 

Komentar