Selasa, 30 April 2024 | 07:26
OPINI

Menyusuri Keindahan Kota Solo, Perjalanan Menuju Pura Mangkunegaran

Menyusuri Keindahan Kota Solo, Perjalanan Menuju Pura Mangkunegaran
Pura Mangkunegaran (Dok Wina)

Oleh Wina Athifah Zahrah

Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University, Komunikasi Digital dan Media 

ASKARA - Pagi hari yang cerah di Kota Yogyakarta membawa semangat baru untuk menjelajahi keindahan kota Surakarta atau dikenal sebagai Kota Solo. Bersama dengan dua sepupu penulis, kami memutuskan untuk berkunjung ke Pura Mangkunegaran, sebuah istana resmi Kadipaten Mangkunegaran dan rumah bagi Adipati Mangkunegaran.

Pura Mangkunegaran, kadipaten bersejarah di Surakarta, bukan sekadar istana resmi Adipati Mangkunegaran, tetapi juga saksi bisu perkembangan budaya Jawa. Dibangun pada tahun 1757 oleh Mangkunegara I, pura ini memukau dengan arsitektur yang mencerminkan perpaduan antara gaya Eropa dan Jawa.

Perjalanan dimulai pukul 08.00 WIB, dengan berjalan kaki menuju Stasiun Tugu Yogyakarta untuk naik KRL Commuter Line Yogyakarta -Surakarta. Tiba di stasiun pada pukul 08.20 WIB, ternyata keberangkatan kereta ke Solo pada pukul 10.00 WIB. Kami membeli tiket KRL Jogja - Solo dengan harga Rp. 8.000 untuk sekali perjalanan, baik jarak dekat maupun jauh. Sambil menunggu datangnya kereta, kami menikmati suasana stasiun yang ramai.

Ketika kereta tiba, keberanian kami diuji saat penumpang berebut tempat duduk. Akhirnya, saya dan kedua sepupu berhasil mendapatkan tempat duduk. Perjalanan pun dimulai, melalui 10 pemberhentian seperti, Lempuyangan, Maguwo, Brambanan, Srowot, Klaten, Ceper, Delanggu, Gawok, Purwosari dan terakhir Solo Balapan. Akhirnya kami tiba pukul 11.24.WIB.

Perjalanan dilanjutkan dengan naik BST (Busway Solo Trans), menikmati pemandangan ukiran batik yang memukau. Di dalam BST, juga terdapat lukisan menggambarkan keindahan adat Jawa, menciptakan suasana yang nyaman seperti TransJakarta.

Tiba di halte Kota Solo pukul 12.30, lamanya perjalanan ke Kota Solo membuat kami merasa lapar karena belum sarapan. Salah satu sepupu merekomendasikan makan di Selat Vien\'s. Selat Vien’s menyajikan berbagai hidangan khas Kota Solo, dengan menu andalan Selat berisi telur rebus, daging cacah, kentang goreng dan berbagai sayuran, disiram dengan kuah rempah yang gurih dan manis. Bagaikan paket komplet dalam satu piring.

Selain itu, Selat Vien’s juga menyajikan makanan khas lainnya seperti Sup Matahari, Sup Manten, Stup Makaroni, Sup Galantin, Bubur Ayam, hingga Gado-gado. Harga yang dijual sangat terjangkau mulai dari Rp. 3.000 – Rp. 20.000. Harga makanan yang terjangkau membuat pengalaman kuliner kami semakin berkesan.  Setelah mengisi perut, perjalanan dilanjutkan jalan kaki ke Pura Mangkunegaran karena dekat dari Selat Vien’s.

Tiba di Pura Mangkunegaran di  Jalan Ronggowarsito, Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, tepat pukul 13.40. Kedatangan kami disambut seorang tour guide yang siap mengantar menjelajahi keindahan istana. Tentu dengan adanya guide akan membantu menjelaskan sejarah dari Pura Mangkunegaran. Tiket masuk wisata ke Pura Mangkunegaran Surakarta hanya Rp.20.000/orang (wisatawan lokal) serta Rp.40.000 (wisatawan mancanegara). Museum Pura Mangkunegaran dibuka setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Jumat dan Sabtu, pukul 08.30 - 14.30 WIB, serta hari Kamis dan Minggu pukul 08.30 - 14.00 WIB.

Di tempat wisata ini terdapat berbagai fasilitas, seperti area parkir, mushola, galeri, taman, toilet, perpustakaan, ruang-ruang istana, museum istana, dan spot-spot foto instagramable di setiap sudut Pura Mangkunegaran. Arsitektur Pura Mangkunegaran di bangun seperti keraton, memiliki pamédan, pendapa, pringgitan, dalem, dan keputrèn. Seluruh bangunan Pura Mangkunegaran menggunakan ornamen Eropa dan Jawa.

Tempat pertama yang dikunjungi adalah Pendopo Ageng. Ketika masuk Pendopo, kami langsung disambut dua patung singa warna emas. Ketika menuju halaman Pendopo Ageng, ternyata luasnya sekitar 3.500 meter persegi di mana pendopo tersebut mampu menampung 5.000 – 10.000 orang. 

Di dalam pendopo juga terdapat berbagai gamelan, diantaranya Pusaka Gamelan Kyai Lipur Sari yang hanya dipergunakan dalam acara Kekratonan. Selain itu terdapat Gamelan Kyai Seton dan Kyai Kanyut Mesem. Pusaka Gamelan ini juga dimainkan hanya saat-saat tertentu saja. Gamelan paling sakral bernama Kyai Kenyut Mesem. Gamelan ini merupakan peninggalan Kerajaan Demak.  Kyai Kenyut Mesem untuk mengiringi upacara kenaikan tahta dan tari- tarian sakral.

Perjalanan dilanjutkan menuju Dalem Ageng. Sebelum ke Dalem Ageng terdapat Paringgitan yang merupakan area pemisah antara Pendopo Ageng dan Dalem Ageng.  Di sini saya dapat melihat lukisan penguasa Mangkunegaran mulai dari Mangkunegara VII, VIII, dan IX dan istrinya. Lukisan-lukisan itu merupakan karya Basuki Abdullah. Ruangan yang seluas 1.000 meter persegi di Dalem Ageng merupakan kamar tidur pengantin kerajaan namun sekarang difungsikan sebagai museum yang menyimpan koleksi-koleksi milik Adipati Mangkunegaran.

Benda yang disimpan di museum beragam, mulai dari senjata-senjata tradisional maupun laras panjang, pakaian, perhiasan, uang logam, gambar para Adipati Mangkunegaran dan lain-lainnya. Namun, saat di sana kami tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar sama sekali karena ruangan dianggap sakral.

Dari Dalem Ageng dilanjutkan ke tempat area kediaman keluarga Mangkunegaran. Di sini terdapat taman yang tertata indah dengan patung klasik Eropa dan kolam air mancur yang menambah daya tarik tempat ini. Di pinggir taman juga terdapat ruangan dengan kursi-kursi yang tersusun rapih hingga jajaran foto-foto termasuk Gusti Bhre Sudjiwo.

Tempat terakhir yang dituju yaitu depan pendopo ageng tadi. Kami berfoto untuk mengabadikan momen berharga dan bersejarah di Pura Mangkunegaran ini. Spot foto yang instagramable di setiap sudut pura membuat perjalanan ini tak terlupakan. 

Akhirnya kami memutuskan untuk pulang pukul 14.00 WIB, saat Pura Mangkunegaran akan tutup.
Perjalanan pulang ke Yogyakarta diwarnai cerita dan kenangan indah. Penulis merasa bersyukur dapat menggali kekayaan budaya Solo bersama kedua sepupu. Singkat, namun penuh makna, perjalanan ini memberikan kesan mendalam tentang sejarah dan keindahan kota Solo.

Komentar