Minggu, 28 April 2024 | 07:42
OPINI

Menyelamatkan Indonesia Restorasi Kembali Pada UUD 1945 Dan Pancasila

Menyelamatkan Indonesia Restorasi Kembali  Pada UUD 1945 Dan Pancasila
Presiden Soekarno (int)

Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Study Kajian Rumah Pancasila.

ASKARA - Di tengah karut marut ketatanegaraan setelah UUD 1945 diganti dengan UUD 2002, korupsi merajalela karena sistem partai politik telah memperluas korupsi dan hilangnya kekayaan ibu pertiwi karena ditukar dengan demokrasi -demokrasian yang serba transaksional.

Pemilu belum berakhir karena penetapan pemenang oleh KPU baru tgl 20 Maret 2023.

Gegap gempita nya pemilu telah menguras energi bangsa ini pecah bela dan semakin terkikis nya nilai -nilai Persatuan bangsa .

Bangsa ini sejak 20 tahun reformasi dipaksa untuk menjalankan demokrasi liberal setelah UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 .rusak nya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dan kerusakan ini sudah meresap pada rusak nya mental bangsa tidak hanya rakyat tetapi juga kaum intelek Tual kampus dan aktivis merasa paling pintar berdemokrasi .

Akibat nya dalam berdemokrasi yang tingkat pendidikan rakyat masih rendah menjadi kuda tunggangan para elit politik . Bukan demokrasi untuk rakyat tetapi rakyat untuk  demokrasi .

Demokrasi liberal hanya memilih yang dikehendaki oleh elit politik.

Pertarungan Pilpres juga bukan kehendak rakyat tetapi kehendak segelintir aktivis yang tidak bisa menerima kekalahan capres nya .

Kalau melihat keadaan hari ini justru yang tidak siap berdemokrasi itu adalah para elit politik ,bukan rakyat .

Kemudian dilayar-layar TV mereka berbicara mencatut nama rakyat padahal tidak perna rakyat memberi mandat pada mereka .

Harus nya kita berfikir menyelamatkan negeri ini bukan dengan cara mengobrak abrik terus merobohkan pemerintahan yang ada tetapi harus nya dengan politik tingkat tinggi dan memberikan solusi bagaimana cara nya mengembalikan UUD 1945  dan Pancasila .

Jika kerusuhan terjadi yang paling dirugikan adalah rakyat pasti rakyat yang dikorbankan.

Perlunya penyelamatan bangsa dan negara ini dengan merestorasi sistem politik dan sistem kepartaian.

Tidak ada jalan yang terbaik kecuali kembali ke UUD 1945 dan Pancasila.

Banyak sudah diskusi dan seminar yang kita lakukan bertahun tahun .

Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana cara kembali nya ke UUD 1945.

Pintu masuk untuk kembali ke UUD 1945 adalah memberlakukan kembali dekrit Presiden 5Juli 1959.Sebab Dekrit 5juli 1959 ,belum perna dibatalkan dan menghapus UUD 2002 mengganti dengan UUD 1945.

Pertanyaan berikut nya siapa yang memberlakukan kembali Dekrit Presiden 5Juli 1959, Ya tentu nya Presiden terpilih setelah MPRS terbentuk maka disahkan keputusan Presiden itu oleh Lembaga tertinggi negara.

Bagaimana kemudian kita membentuk kelembagaan nya ?

Amanat Presiden Soekarno ini masih relevan dan harus diwujudkan untuk penyelamatan bangsa dan negara..

Cuplikan Amanat Presiden Soekarno (Bung Karno; Presiden Pertama RI) pada penutupan seminar Pancasila di Gedung Negara Yogyakarta Tanggal 20 Februari 1959.

Ternyata ide penyerdehanaan partai politik itu ide Bung Karno bukan ide Pak Harto. Banyak pakar yang salah sebaiknya memang Indonesia ini hanya ada tiga partai saja. Dan anggota DPR bukan hanya partai politik tetapi juga ada utusan golongan fungsional.

Ini mengenai UUD 1945 dan Demokrasi Terpimpin perlu dipahami tentang penataan kelembagaan MPR setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Banyak yang tidak mengerti dan tidak banyak yang punya dukumen seperti ini.

UUD 1945 itu, sebagaimana tadi juga diutarakan di dalam beberapa perumusan adalah satu tempat yang terbaik-baiknya untuk menyelenggarakan demokrasi terpimpin.

Demokrasi yang terpimpin melalui seminar telah diakui mutlak diperlukan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Demokrasi terpimpin yang oleh Dewan Menteripun telah diterima dengan bulat bahwa demokrasi terpimpin itu perlu. UUD 1945 adalah tempat yang terbaik untuk menyelenggarakan demokrasi terpimpin itu. Pertama di DPR, kedua di Majelis Permusyawaratan Rakyat, ketiga di Dewan Pertimbangan Agung.

Para wartawan dengan ingatannya yang cemerlang tentu masih ingat dan mengetahui bahwa di dalam UUD 1945 disebutkan 3 hal: pertama, harus ada Dewan Perwakilan Rakyat. Nomor dua, harus ada Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang anggota-anggotanya terdiri dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan wakil-wakil dari daerah ditambah dengan wakil-wakil dari golongan-golongan yaitu golongan-golongan yang sekarang disebut golongan fungsionil.

Dus DPR, Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat ini adalah kekuasaan tertinggi yang bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun.

Di sampingnya ada lagi badan nomor tiga yang disebut Dewan Pertimbangan Agung. Dewan Pertimbangan Agung yang selalu bisa diminta oleh Presiden akan pertimbangan-pertimbangan.

Dalam 3 badan yang disebutkan dalam UUD 1945, golongan fungsionil bisa mendapat tempat sebaik-baiknya. Baik di dalam DPR-nya dimasukkan golongan fungsionil, maupun di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyatnya dimasukkan jenis fungsionil maupun di dalam Dewan Pertimbangan Agungnya masuk golongan fungsionil, sehingga UUD 1945 akan menjadi saran yang sebaik-baiknya bagi Perwakilan fungsionil, yang arti Perwakilan fungsionil itu telah saudara mengerti bahkan telah Saudara kupas di dalam Seminar yang lalu.

Saudara-saudara barangkali bertanya: “Ya akur, DPR masuk fungsionilnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat masuk fungsionilnya, Dewan Pertimbangan Agung masuk fungsionilnya.

Tetapi yang masuk ke DPR itu berapa?” Alasan ini yang menjadi pertikaian, bukan pertikaian, tetapi pembahasan pembahasan mendalam di dalam open talk yang kesatu dan yang kedua. Berapa anggota DPR yang akan menjadi wakil-wakil dari golongan-golongan fungsionil?

Saudara Roeslan Abdulgani telah “membocorkan” bahwa Angkatan Bersenjata akan mendapat 35 kursi, 35 kursi DPR. Dan 35 kursi itu diberikan kepada Angkatan Bersenjata: yaitu Angkatan Darat. Angkatan Laut, Angkatan Udara. Polisi. oke. OPR; 35 tanpa pemilihan.

Saudara Roeslan Abdulgani telah membocorkan jumlah Perwakilan fungsionil yaitu Angkat-an Bersenjata maupun golongan-golongan fungsionil yang lain maupun golongan fungsionil yang lain lagi, jumlahnya 50%.

Bagaimana hasil Presiden/Panglima tertinggi hari ini sesudah tadi pagi mendapat laporan daripada sidang Dewan Menteri hari Rabu dan kamis, kermarin dulu dan kemarin? Pada garis besarnya saya katakan begini, ada sedikit perbedaan.

Perbedaan cara memasukkan golongan fungsionil di dalam DPR. Manakala menurut perumusan Bogor akan dilakukan sistem dwita-pilih dalam arti dwita-tojos, seperti tadi atau kemarin atau kemarin dulu dikatakan oleh Saudara Roeslan Abdulgani manakala rumusan Bogor menghendaki dwita-tojos dengan hasil seluruhnya jenis fungsionil 50%, maka di dalam laporan yang dikemukakan kepada saya oleh Perdana Menteri tadi pagi dan yang sekarang saya ambil keputusan tidak dijalankan dwita-tojos tetapi eka-tojos, satu kali tusuk.

Tetapi hasilnya, malahan lebih dari 50% yang tadinya di dalam perumusan Bogor dengan sistem dwita-tojos itu total jenderal golongan fungsionil akan mendapat 50% kursi. Tetapi dengan sistem yang saya ambil keputusan sekarang ini yaitu operan daripada usulan Dewan Menteri malahan meskipun sistemnya bukan dwita-tojos tetapi eka-tojos, DPR yang baru ini akan mempunyai anggota golongan fungsionil lebih dari 5O%. Ini adalah satu kabar yang menggembirakan.

Bagaimana cara menyelenggarakan hal ini?

Saya tadi berkata Insya Allah swt saya akan melawat ke luar negeri, dan sebelum melawat ke luar negeri Insya Allah swt saya masuk ke sidang pleno Konstituante dan memberi nasihat kepada sidang pleno Konstituante untuk kembali saja kepada UUD '45.

Demikian pula, sebelum saya pergi ke luar negeri Insya Allah akan saya minta kepada Kabinet menyelesaikan rancangan UU dua hal: pertama rancangan UU penyederhanaan kepartaian. Saudara-saudara mengetahui bahwa ini sudah lama menjadi unek-unek saya.

Begitu saya munek-munek karena banyaknya partai yang saya namakan multi partai sistem sehingga beberapa kali saya bongkar, beberapa kali saya tunjukkan kepada masyarakat tidak baik sistem multi partai, saya bongkar habis-habisan di dalam pidato saya 17 Agustus tahun yang lalu, bahkan pernah saking munek-muneknya saya memperingatkan: sudah, bubarkan saja semua partai-partai ini. Tetapi kenyataannya tidak memungkinkan.

Di dalam segala keadaan adalah persoalan yang saya di dalam Dewan Nasional selalu menamakan persoalan das Sein dan das Sollen. Apa yang namanya Sollen? Das Sollen itu: bagaimana harusnya, bagaimana kita cita-citakan, bagaimana yang kita angan-angankan. Itu sangat buruk.

Mengingat akan adanya perbedaan das Sein dan das Sollen ini, kemudian sesudahnya dengan berkobar-kobar pada satu waktu yaitu Hari Pemuda saya anjurkan agar supaya partai-partai dibubarkan, saya keluar dengan apa yang disebut konsepsi Presiden. Konsepsi Presiden tidak memperingatkan pembubaran partai-partai.

Tetapi konsepsi Presiden mengadakan Kabinet stijl baru yaitu Kabinet gotong royong, kabinet kuda kaki empat, kabinet yang mempersatukan seluruh partai-partai gembong yang ada di tanah air kita ini.

Disebarkan Kabinet gotong royong ini, kaki empat, hendaknya dibangunkan satu Dewan Nasional yang anggota-anggotanya terutama sekali adalah anggota dari golongan-golongan fungsionil.

Inipun adalah hukum das Sein dan das Sollen. Kabinet gotong royong adalah das Sollen; das Sein-nya tidak mengijinkan.

Saya putar lagi. Tidak bisa Kabinet gotong royong, apa boleh buat, saya bangunkan Kabinet yang sekarang termasyhur dengan nama Kabinet Karya. Ini das Sein-nya, Kabinet Karya di satu pihak. Dewan Nasional di pihak lain.

Dan sebagai saudara-saudara mengetahui alhamdulillah Kabinet Karya dengan Dewan Nasional ini sejak dilahirkannya berjalan dengan baik. Kadang-kadang ada geronjalan-geronjalan sedikit-sedikit.

Tetapi di sini di dalam sesuatu kehidupan politik daripada sesuatu bangsa yang hidup kalbunya, bangsa yang jiwa jiwa revolusioner, bangsa yang tidak mati kutunya, tidak ada geronjalan-geronjalan? Adanya selalu geronjalan-geronjalan itu tidak jadi apa. Tetapi Kabinet Karya berjalan dengan Dewan Nasional dengan cara yang terbaik.

Nah, saya kembali kepada apa yang ingin saya kerjakan Insya Allah swt sebelum saya melawat ke luar negeri saya akan meminta kepada Kabinet Karya ini untuk menyelesaikan 2 rencana Undang-undang.

Pertama rancangan Undang-undang penyederhanaan partai-partai. Jumlah partai-partai yang sekarang ini terlalu banyak, harus dijadikan sekecil-kecilnya.

Jangan sampai ada partai gurem yang mempunyai wakil di DPR. Dan saya akan meminta Insya Allah kepada Kabinet Karya agar supaya sebelum saya melawat ke luar negeri menyelesaikan pula rencana UU mengubah UU Pemilihan Umum Tahun 1953. UU Pemilihan Umum 1953 harus dirubah sedemikian rupa sehingga golongan fungsionil bisa masuk di dalam Parlemen.

Bagaimana?

Tadi sudah saya katakan; menurut rencana yang hari ini saya putuskan penerimaannya akan termasuk lebih dari 50% DPR dari itu jenis fungsionil.

Kalau rancangan UU dua ini, satu: penyederhanaan kepartaian; dua: UU Pemilihan Umum baru, sudah selesai, maka rencana UU ini akan saya amanatkan kepada Parlemen, saya kirim ke Parlemen dengan amanat saya agar supaya Parlemen lekas membicarakan hal ini agar supaya lekas bisa diadakan penyederhanaan kepartaian, agar supaya lekas bisa diadakan UU Pemilihan Umum yang baru, agar supaya lekas bisa diadakan Pemilihan Umum baru bagi Parlemen baru yang di dalamnya golongan fungsionil masuk.

Dus, sebelum saya melawat ke luar negeri, Insya Allah swt saya akan mengadakan amanat dua hal: amanat dengan lisan kepada sidang Pleno Konstituante, amanat mana yang akan berbunyi: kembali kepada UUD 1945.

Amanat dengan tulisan kepada DPR agar supaya rencana UU Pemilihan Umum dan rencana UU Penyederhanaan Kepartaian lekas dibicarakan dan lekas dapat dijadikan UU nanti dengan tanda tangan Kepala Negara.

Maka dengan demikian kita akan mencapai satu keadaan yang menurut saya menyenangkan. Pada saat itu nanti Dewan Perancang Nasional sudah terbentuk; juga amanatnya Insya Allah akan saya berikan. Menurut Undang-undang DPN maka harus Kepala Negara setiap saat ia mau mengadakan amanat kepada DPN dan pada pelantikan daripada DPN ini Insya Allah akan saya berikan amanat pula yang penting. Dengan demikian DPN bisa lekas bekerja, DPN bisa lekas menyusun cetak biru, blauw-druk, pola daripada masya-rakat adil dan makmur.

DPR-nya, saya punya izin, selekas mungkin diperbarui atas dasar pemilihan umum yang baru. Konstitusinya, yaitu Undang-Undang Dasarnya, lekas dikembalikan ke Undang-Undang Dasar '45.

Dari uraian bung Karno ini kita akan mempunyai bagaimana gambaran kembali ke UUD 1945.

Butuh kenegarawanan dan kebijakan untuk melakukan Restorasi kembali ke UUD 1945 dan Pancasila.

Komentar