Minggu, 28 April 2024 | 07:04
COMMUNITY

Guru Besar, Dosen dan Alumni Kampus Filsafat dan Teologi se-Indonesia Ingatkan Presiden: Jurdil adalah Cara Berpikir

Guru Besar, Dosen dan Alumni Kampus Filsafat dan Teologi se-Indonesia Ingatkan Presiden: Jurdil adalah Cara Berpikir
Guru besar, pendidik filsafat, rohaniwan, bersama mahasiswa mahasiswa ketika sampaikan pernyataan sikap (Dok ASK)

ASKARA - Guru besar, pendidik filsafat, rohaniwan, bersama mahasiswa mereka menyampaikan keprihatinan dan seruan kepada Presiden RI Joko Widodo, hari ini, di kampus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.  Para dosen dan guru besar ini mengingatkan bahwa asas jujur dan adil dalam pemilihan umum bukanlah semata untuk menjamin suara warga dihargai. 

Lebih dari itu, jujur dan adil adalah ajaran etika politik kita,” demikian bunyi pernyataan yang diberi judul “Seruan Jembatan Serong II: Demi Kehormatan Bangsa dan Negara. Senin (5/2).

Dalam pernyataan yang dibacakan oleh Ketua STF Driyarkara, Dr. Simon P Lili Tjahjadi, Presiden Jokowi dianggap abai pada amanat para pemilihnya. Sejak Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan putra Anda menjadi calon wakil presiden.

"Anda makin menjauh dari harapan yang diamanatkan oleh pemilih Anda. Kartu merah untuk Jokowi terutama soal netralitas sikap negara dan kontinuitas perjuangan Reformasi melawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam pelbagai bentuknya," kata Dr. Simon P Lili Tjahjadi.

Seruan Jembatan Serong II dirumuskan bersama oleh STF Driyarkara beserta Prof. Dr. Armada Riyanto dari STFT Widya Sasana, Malang; Dr. Elias Tinambunan (STFT St. Yohanes, P. Siantar; Dr. Otto Gusti Madung (IFTK Ledalero, Maumere); Dr. CB Mulyatno (Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma); Dr. Barnabas Ohoiwutun (STF Seminari Pineleng, Minahasa); Drs. Y. Subani, Lic. Iur. Can., (Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira, Kupang).

Para dosen dan guru besar juga mengingatkan pejabat negara dan aparat pemerintahan agar mendengarkan suara nurani. Mereka diingatkan untuk kembali kepada sumpah jabatan untuk berbakti kepada Nusa dan Bangsa serta berbuat adil. 

"Kami meminta Anda berkompas pada hati nurani dan berpegang secara konsekuen pada Pancasila, dasar filsafat dan fundamen moral kita," seru Dr. Simon P Lili Tjahjadi.

Turut berbicara dalam acara itu, alumni STF Driyarkara Arif Susanto, mahasiswa STF Aida Leonardo, dosen STF Dr Karlina Supelli, dan guru besar Etika Franz Magnis-Suseno.

Romo Franz Magnis-Suseno menegaskan, pemilihan umum harus jujur dan adil, tak boleh ada intimidasi. Dan yang paling penting dalam pemilu 2024 ini adalah kita kembali mencegah yang buruk untuk berkuasa, seperti telah saya ingatkan pada dua pemilihan yang terakhir, yakni Pemilu 2014 dan 2019.

Aida Leonardo, mahasiswi STF menyoroti pelbagai fakta pelanggaran HAM di Indonesia yang menunjukan bahwa demokrasi Indonesia sudah tidak baik-baik saja. 

"Tapi banyak aktor-aktor politik yang masih berani mengatakan bahwa demokrasi kita berjalan dengan baik, kebebasan berekspresi meningkat, dan kehidupan proses hukum kita adil. Sensibilitas etis dan rasio kita sudah diludahi," kata Aida.

Keprihatinan dan kritik para dosen dan guru besar filsafat dan teologi, hari ini, dimulai dengan seminar tentang Etika Politik di Indonesia. Materi seminar dipaparkan oleh Augustinus Setyo Wibowo, Dosen STF Driyarkara; dan jurnalis Majalah Tempo, Stefanus Pramono. Dalam kuliah terbuka itu Setyo Wibowo menyoroti juga praktik politik dinasti Jokowi. Ia membedakan antara keinginan melanjutkan pembangunan dengan niatan melanggengkan kekuasaan. Pun bila sekadar ingin melanjutkan program infrastruktur, tidak bisa dilakukan dengan cara yang salah.

"Sah-sah saja Jokowi ingin legacy pembanguannya diteruskan, tapi apakah caranya etis?" kata Setyo Wibowo.

Berikut naskah pernyataan selengkapnya:

Seruan Jembatan Serong II

DEMI KEHORMATAN BANGSA DAN NEGARA 

Pemilihan Umum yang jujur dan adil adalah langkah penting dari setiap proses peralihan pemerintahan dan lembaga perwakilan di Indonesia, sejak Reformasi 1998. Dua asas ini bukan saja untuk menjamin setiap suara dihargai, melainkan lebih dari itu, sebagai ajaran etika politik kita.

Kepada Segenap Pemangku Jabatan Negara dan Pemerintahan, khususnya kepada Presiden kami mengingatkan bahwa bersikap jujur dan adil adalah cara berpikir dan laku dalam bernegara. Kekuasaan yang dijalankan secara lancung akan merusak etika, kemudian hukum. Kami mengawasi, khususnya sejak Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan putra Anda menjadi calon wakil presiden, Anda makin menjauh dari harapan yang diamanatkan oleh pemilih Anda, terutama menyangkut netralitas sikap negara dan  kontinuitas perjuangan Reformasi melawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam pelbagai bentuknya.

Melanjutkan seruan yang pertama pada 27 November 2023 yang lalu (bernama “Seruan Jembatan Serong”), kami seluruh civitas academica serta Alumni Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi dari seluruh Indonesia, menyatakan sikap: 

Negara ini tidak boleh dikurbankan demi kepentingan kelompok atau melanggengkan kekuasaan keluarga. Sesuai Mukadimah Undang-undang Dasar 1945, Negara Indonesia berdiri agar setiap rakyatnya hidup “merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.” Dan Pemerintah Negara dibentuk demi mencapai tujuan itu. 

Berdasarkan itu, kepada Segenap Pemangku Jabatan Negara dan Aparat Pemerintahan kami serukan:

Pertama, ingatlah kembali sumpah jabatan Anda untuk berbakti kepada Nusa dan Bangsa serta memenuhi kewajiban Anda seadil-adilnya. Kami meminta Anda berkompas pada hati nurani dan berpegang secara konsekuen pada Pancasila, dasar filsafat dan fundamen moral kita.  

Kedua, kembalikan keluhuran eksistensi Indonesia dengan menghormati nilai-nilai politik yang diwariskan para Pendiri Bangsa Kita, bukan malah merusaknya lewat berbagai pelanggaran konstitusional dan akal-akalan undang-undang yang menabrak etika berbangsa dan bernegara. Hentikan penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan pelanggengan kekuasaan. Selain kepada hukum dan prinsip demokrasi, Anda bertanggung jawab kepada Tuhan.

Ketiga, kepada segenap warga Indonesia kami menyerukan agar memanfaatkan hak pilih Anda pada Pemilu 2024 secara bijak, dengan antara lain mencermati rekam jejak para calon presiden dan partai pendukungnya, dalam kesetiaan mereka pada penegakan HAM dan komitmen menghapus praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang telah merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama. Mari berdoa, berjuang dan bersaksi bagi Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia dan adil.

Akhirnya, kami informasikan bahwa pernyataan ini adalah bagian dari orkestra nasional demi supremasi moral, di atas urusan elektoral.

Jakarta, 5 Februari 2024, 

Atas nama Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi se-Indonesia.

Dr. Simon P Lili Tjahjadi, Ketua STF Driyarkara

Penandatangan dan asal sekolah: (1) Prof. Dr. Armada Riyanto, STFT Widya Sasana, Malang; (2) Dr. Elias Tinambunan, STFT St. Yohanes, P. Siantar; (3) Dr. Otto Gusti Madung, IFTK Ledalero, Maumere; (4) Dr. CB Mulyatno, Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma; (5) Dr. Barnabas Ohoiwutun, STF Seminari Pineleng, Minahasa; (6) Drs. Y. Subani, Lic. Iur. Can., Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira, Kupang.

 

Komentar