Minggu, 28 April 2024 | 18:12
NEWS

Anggota DPR Ini Minta Permendag 36/23 Dikecualikan untuk Industri Plastik Hilir

Anggota DPR Ini Minta Permendag 36/23 Dikecualikan untuk Industri Plastik Hilir

ASKARA - Gabungan Industri Aneka Tenun Plastik Indonesia (GIATPI) mengeluhkan kebijakan Kementerian Perdagangan yang menerbitkan Permendag No. 36 tahun 2023 pada 11 Desember 2023.

GIAPTI menilai dengan adanya Permendag tersebut justru akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan industri plastik lokal ke depannya. Salah satu dampaknya adalah akan terjadi pengurangan tenaga kerja alias PHK dan berpotensi terjadinya de-industrialisasi.

Merespon kekhawatiran itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto menegaskan, mestinya Kemendag tidak membuat kebijakan yang justru bisa memukul industri plastik dalam negeri.

"Jangan sampai dengan adanya Permendag itu justru bisa memicu terjadinya eskalasi de-industrialisasi di sektor industri plastik hilir kita dan terjadinya gelombang PHK. Ini yang saya khawatirkan. Dampaknya cukup serius," kata Darmadi, Selasa (16/1).

Darmadi mengungkapkan bahwa jumlah anggota industri plastik hilir yang tergabung mencapai puluhan dengan serapan tenaga kerjanya mencapai puluhan ribu tenaga kerja.

"Industri ini memiliki anggotanya saja sampai 52 dengan data ketenagakerjaannya mencapai kurang lebih 52.000 orang tenaga kerja. Bayangkan kalau sampai terjadi gelombang PHK di industri itu. Apa iya Kemendag mau bertanggung jawab? Janganlah membuat kebijakan dengan design ala kadarnya dan tak memiliki mitigasi resiko yang komprehensif," tandasnya.

Darmadi meminta agar Kemendag membuat formulasi kebijakan dengan kalkulasi yang memadai dan tidak memberatkan para pelaku industri plastik khususnya.

"Hitung donk seluruh dampaknya dibalik kebijakan itu, jangan serampangan dan ugal-ugalan. Jika ternyata dampak negatifnya lebih besar sebaiknya dicarikan solusi yang relevan. Bisa saja setelah dihitung misalnya, industri plastik hilir kita yang berpotensi bakal terdampak serius. Nah solusinya bagaimana? Ya bisa saja industri ini dapat pengecualian dalam Permendag itu atau membuat alternatif kebijakan yang lebih berpihak (utamanya terhadap industri plastik hilir)" sarannya.

Selain itu, Darmadi mengatakan, niat untuk mengurangi ketergantungan impor dalam hal ini bahan baku plastik juga harusnya realistis.

"Jangan serampangan dan ugal-ugalan sekali lagi. Kenapa bahan baku plastik masih impor? Itu terjadi lantaran produsen bahan baku plastik lokal hanya dapat mensuplai sekitar 49% dari kebutuhan bahan baku industri plastik hilir nasional," ungkapnya.

Selain itu, Darmadi juga mengungkapkan, salah satu dari 12 pos tarif/HS bahan baku plastik yaitu jenis Polipropilena dengan Pos Tarif/HS 3902.10.40 merupakan bahan baku yang sangat dibutuhkan oleh para pelaku industri plastik hilir.

"Bahan baku tersebut kan mesti impor karena produsen bahan baku plastik lokal belum dapat memenuhi jumlah dan spesifikasi teknis bahan baku plastik yang dibutuhkan oleh industri plastik hilir," bebernya.

Yang jelas, kata dia, Permendag itu semakin menambah beban berat bagi para pelaku industri plastik lokal.

"Sebelum terbitnya Permendag 36/23 sebenarnya para pelaku industri plastik lokal kita sudah terhuyung-huyung ketika pemerintah menetapkan nilai bea masuk atas bahan baku plastik sebesar 5% sampai 10%," jelasnya.

Menurutnya, dengan adanya penetapan nilai bea masuk sebesar itu sudah menyebabkan harga bahan baku plastik di Indonesia menjadi tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.

"Apalagi dengan adanya Permendag No 36 tahun 2023 ini. Sebelum ada Permendag saja harga bahan baku plastik lokal jenis Polipropilena dengan pos tarif/HS 3902.10.40 telah mengalami kenaikan yang sangat besar, di mana dalam sebulan terakhir awal Desember 2023 sampai dengan awal Januari 2024, yaitu sebesar 23.9%, sedangkan harga bahan baku plastik impor jenis tersebut pengiriman ke Indonesia dari negara asal China dan India, pada periode yang sama hanya mengalami kenaikan 1% sampai 1.6%," urainya.

Darmadi kembali mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir, produk jadi plastik impor telah banyak masuk ke dalam pasar Indonesia yang menyebabkan turunnya utilisasi produksi dari produsen nasional.

"Salah satunya produk kantong semen plastik yang tingkat utilisasi pada produsen nasional telah turun sampai 60%, dikarenakan banyaknya produk jadi plastik impor dari negara China dan Vietnam, yang dapat masuk ke pasar dalam negeri tanpa pengenaan bea masuk," paparnya.

Dilain sisi, menurutnya juga, kenaikan harga bahan baku plastik dalam negeri yang terlalu tinggi, pada akhirnya akan menekan tingkat kompetitif dari produsen dalam negeri terhadap produk jadi plastik impor maupun pada pasar export.

"Yang akibatnya akan menurunkan tingkat utilisasi produksi produsen dalam negeri dan dapat menyebabkan de-industrialisasi di sektor plastik hilir aneka tenun plastik," tegasnya.

Darmadi berharap pemerintah dapat memahami kondisi dari produsen plastik hilir pada ketersediaan dan harga keekonomian dari bahan baku plastik.

"Sehingga industri plastik hilir dapat tetap tumbuh dan bersaing dengan produk jadi plastik impor, untuk itu GIATPI berharap Permendag No 36 tahun 2023 dapat dikecualikan untuk Bahan Baku Plastik terutama untuk jenis Polipropilena Pos Tarif/HS 3902.10.40," harapnya.

Sekedar informasi, Permendag 36/2023 merupakan revisi dari Permendag no. 25 tahun 2022 mengenai kebijakan dan pengaturan impor.

Permendag 36/23 itu sendiri akan efektif diberlakukan mulai tanggal 10 Maret 2024 terhadap beberapa komoditas, di mana di antaranya adalah terhadap 12 pos tarif/HS Bahan Baku Plastik, dengan mempersyaratkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) dengan penambahan verifikasi dari Kementerian Perindustrian melalui Pertimbangan Teknis (Pertek).

Diketahui, Anggota GIATPI berkegiatan memproduksi produk aneka tenun plastik, seperti karung plastik, Jumbo Bag, terpal, kantong semen, geotekstil dan lainnya, di mana produk dari anggota GIATPI sangat dibutuhkan untuk dalam penyimpanan dan distribusi berbagai macam komoditas lainnya, seperti produk-produk pertanian (yaitu beras, gula, garam dan lainnya), produk-produk kimia dan bangunan (seperti semen, pupuk, bahan tambang), industri pakan ternak dan industri lainnya.

Komentar