Minggu, 28 April 2024 | 19:44
NEWS

Akibat PPJB Warga Surabaya Melaporkan Notaris

Akibat PPJB Warga Surabaya Melaporkan Notaris

ASKARA - Kasus tanah yang sudah terjadi sejak tahun 2009, mengisahkan kisah yang pilu bagi emak-emak asal Surabaya (Lisya J Inkiriwang) dan suami (Tonny Paduli). Segala upaya hukum telah dilakukan namun keadilanpun tak kunjung datang.

Pada tanggal 28 November 2009 dihadapan Notaris Sri Suhersi rahayu Telah terjadi penandatangan akta PPJB, dimana dalam Akta tersebut tidak mengatur batas pembayaran pelunasan bahkan ada penggunaan klausul kuasa mutlak yang di tandatangani antara Tonny Paduli dan Buchori Imron.

"Kami dari kuasa hukum Jayakarta Law Firm yang di Ketuai oleh Advokat Ari Nurprianto, S.H., M.Kn". melihat kasus yang dialami klien kami Pak Tonny Paduli menurut kami ada sedikit kejanggalan terutama dalam Akta yang di buat oleh notaris Sri Suhersi Rahayu karena klausul aktanya masih memakai klausul kuasa mutlak," ujar Christmas Datumbanua salah satu kuasa hukum dari Jayakarta Law firm, dalam keterangannya, Senin (18/12).

Diketahui sejak tahun 1982 Kuasa Muklat ini sudah dilarang penggunaanya dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak atas Tanah karena banyak sekali disalah gunakan kecuali Kuasa Muklat itu digunakan jika Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sudah lunas dan dipergunakan dengan etikat baik untuk membantu dalam pembuatan atau penanda tanganan Akta Jual Beli (AJB)
Notaris kasusTetapi jika PPJB itu belum Lunas dan di dalam salah satu Klausul menggunakan Kuasa Muklat untuk mengurus dan membalik nama kepada nama pembeli.

"Sedangkan pembayarannya baru setengah atau 50% ini berarti pembayaran belum lunas, Bagaimana mungkin PPJB belum lunas bisa dipakai untuk mengalihkan Hak karena belum adanya penandatangan AJB itu bertentangan dengan Peraturan yang berlaku di negara kita," terangnya.

Menurut Christmas Datumbanua, "seharusnya Notaris harus menolak atau tidak memasukan Klausul ini dalam PPJB dan menjelaskan dengan baik kepada para pihak bahwa Klausul ini bertentangan dengan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH".

Selain itu juga ada klausul dalam hal pelunasan pembayaran tidak dicantumkan waktu batas terakhir pembayaran untuk pelunasan tanah tersebut, karena tidak adanya waktu batas pembayaran sehingga sampai akhir jaman pun pembeli berhak mencicil seberapa rupiah pun uang yang ada padanya berarti kalau pembeli hanya memiliki Rp,10.000., untuk mencicil tiap bulan penjual harus terima karena tidak ada penjelasan dalam klausul tentang berapa besaran tiap bulan dan sampai kapan batas pembeli mencicil untuk pelunasannya.

"Menurut kami seharusnya pihak Notaris mengingatkan dan menanyakan pihak pembeli kapan bisa melunaskan sisa pembayaran Tanah tersebut dan waktu yang disepakati dalam pelunasan oleh para pihak dan kesepakatan ini harus di masukan dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sehingga kedepan tidak akan menimbulkan masalah hukum, itulah sebabnya untuk menjadi Notaris harus berlatar belakang Sarjana Hukum sehingga  
Notaris itu mengerti jika tidak di Cantumkan Tanggal batas pembayaran  itu akan menimbulkan masalah hukum di masa akan datang,"  katanya.

"Selain itu  Sertifikat atas nama klien kami diserahkan / dipinjamkan oleh Notaris ke pada pihak pembeli selama -+ 5 tahun padahal belum ada Penanda tanganan atau pembuatan AJB oleh PPAT dan peminjaman / penyerahan sertifikat tersebut tanpa sepengetahuan klien kami," tambahnya.

Menurut Christmas, perbuatan dikarenakan adanya keberpihakan Notaris memiliki itikad tidak baik dalam kesepakatan jual beli tanah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320  (4) sebagai syarat sahnya suatu perjanjian yaitu sebab yang halal.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut menjadi suatu substansi perjanjian yang terlarang sehingga menyebabkan akta otentik yang dibuat oleh Notaris tersebut menjadi akta yang cacat hukum. 

Karena Pemberian kuasa mutlak adalah merupakan suatu perikatan yang muncul dari perjanjian, memang kalau melihat Pasal 1338 KUH-Perdata, yang mengakui adanya kebebasan berkontrak, dengan pembatasan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang.-undangan yang berlaku dan harus dilandasi dengan itikat baik.

"Atas perbuatan Notaris tersebut Klien kami sudah membuat surat laporan kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris Surabaya dan laporan polisi ke Polda Jawa Timur dalam dugaan adanya Tindak Pidana Penggelapan,” ujar Christmas. ( Bagus Wahyu / Surabaya )

Komentar