Senin, 17 Juni 2024 | 13:32
COMMUNITY

Edukasi Penting Tentang Bahaya Sampah Elektronik yang Belum Diketahui Banyak Murid dan Guru

Edukasi Penting Tentang Bahaya Sampah Elektronik yang Belum Diketahui Banyak Murid dan Guru
Tangkapan layar webinar bertajuk "Ekopedagogik: Menyelamatkan Bumi dari Ruang Kelas (International E-waste Day) yang digelar REFO bersama Bank Sampah Mengajar (Dok Dedy Hutajulu)

ASKARA - Sebuah inisiatif luar biasa oleh Bank Sampah Mengajar telah membuka mata terhadap fakta bahwa banyak murid dan guru masih kurang paham akan bahaya sampah elektronik (e-waste). Dalam era digitalisasi, di mana teknologi elektronik semakin mendominasi, pemahaman tentang penanganan dengan benar e-waste sangatlah penting.

Berto Sitompul, pendiri Bank Sampah Mengajar dan pelopor edukasi sampah elektronik, menjelaskan bahwa masih banyak murid dan guru yang belum menyadari betapa pentingnya mengelola e-waste dengan benar. Ia mengungkapkan kekhawatirannya terkait tindakan sembarangan membuang baterai bekas, lampu bekas, cartridges bekas, dan sampah elektronik lainnya ke dalam wadah sampah bersama dengan sampah makanan atau plastik.

Dalam webinar yang berjudul "Ekopedagogik: Menyelamatkan Bumi dari Ruang Kelas," yang diselenggarakan oleh REFO bekerja sama dengan Bank Sampah Mengajar, Kamis (12/10/2023) kemarin, Berto memperingatkan bahwa limbah elektronik memiliki definisi khusus sebagai sampah dari perangkat elektronik yang rusak atau tidak dapat digunakan kembali. Menurut Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2020, e-waste termasuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun.

Berto juga menyoroti kandungan berbahaya dalam limbah elektronik, yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan. Zat-zat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), kadmium (Cd), karbon (C), serta bahan penahan api (flame retardants) dapat terkandung dalam e-waste dan memiliki dampak yang serius.

Namun, sampah elektronik bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga memiliki dampak pada krisis iklim. Setiap perangkat elektronik yang diproduksi memiliki jejak karbon yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Produksi satu ton laptop saja memiliki potensi untuk menghasilkan 10 ton karbon dioksida, yang merupakan penyebab utama pemanasan global.

Berto menegaskan pentingnya pengumpulan e-waste yang tepat untuk didaur ulang. Murid dan guru dapat memainkan peran penting dalam hal ini dengan membuang e-waste ke tempat sampah elektronik di bank sampah atau drop box yang disediakan oleh Dinas Lingkungan Hidup.

Edukasi dan kesadaran tentang bahaya sampah elektronik adalah langkah penting dalam menjaga lingkungan, kesehatan, dan iklim. Inisiatif seperti yang dilakukan oleh Bank Sampah Mengajar memberikan cahaya harapan untuk mengubah perilaku dan melindungi bumi kita dari bahaya e-waste yang sering diabaikan. 

Komentar