Senin, 17 Juni 2024 | 11:29
COMMUNITY

Hasil Survei Nasional Menunjukkan Angka Kekerasan pada Anak Meningkat

Hasil Survei Nasional Menunjukkan Angka Kekerasan pada Anak Meningkat
Hasil survei nasional menunjukkan angka yang meningkat, kerasan terhadap anak laki-laki dan perempuan di Indonesia (Dok Dedy)

ASKARA - Hasil survei nasional tentang tindak kekerasan yang dialami anak laki-laki dan perempuan di Indonesia telah diumumkan, dan angka yang terungkap sangat mengkhawatirkan. Survei ini menggambarkan kondisi kesejahteraan anak-anak di negara ini dan menyoroti perlunya upaya bersama untuk melindungi mereka dari segala bentuk kekerasan.

Menurut survei yang dilakukan pada 2021 tentang pengalaman hidup anak dan remaja, terungkap bahwa 3 dari 10 anak laki-laki dan 4 dari 10 anak perempuan pernah mengalami tindak kekerasan sepanjang hidupnya. Angka ini mencerminkan kekhawatiran serius mengenai kesejahteraan anak-anak di Indonesia dan menegaskan bahwa kekerasan masih menjadi masalah yang perlu segera diatasi.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengomentari hasil survei ini dalam sebuah kuliah umum yang berjudul "Perlindungan Anak Berbasis Kampus." Kuliah umum digelar di aula kampus Universitas HKBP Nommensen Siantar, Kamis (27/7) kemarin. Menteri Bintang Puspayoga menyoroti urgensi perlindungan anak dan mengungkapkan keprihatinan atas tingginya angka kekerasan yang dialami oleh anak-anak di Indonesia.

Selain itu, survei juga menunjukkan, kasus kekerasan terhadap anak cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dalam periode Januari hingga Juni 2023 saja, tercatat ada 7257 kasus kekerasan terhadap anak dengan 8161 korban. Lebih dari 60 persen dari kasus tersebut adalah kekerasan seksual, yang merupakan bentuk kekerasan yang paling memprihatinkan dan merusak kehidupan anak-anak.

Hasil survei ini juga mengungkapkan kejadian kekerasan di lingkungan pendidikan, di mana seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk tumbuh dan belajar. Data dari Federasi Serikat Guru Indonesia mencatat 22 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan selama lima bulan pertama tahun 2023, dengan 202 peserta didik menjadi korban. 

Komnas Perempuan, lembaga yang berfokus pada isu-isu perempuan dan anak, juga mencatat bahwa kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan paling banyak terjadi di perguruan tinggi, dengan 35 kasus selama periode 2017-2021. Diikuti oleh pesantren dengan 16 kasus dan sekolah menengah atas (SMA) dengan 15 kasus.

Menghadapi situasi yang mengkhawatirkan ini, pemerintah telah berupaya dengan menerapkan berbagai kebijakan dan peraturan untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak. Salah satunya adalah pemberlakuan Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, serta UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.

Namun, tantangan yang dihadapi masih besar dan perlu dukungan dari berbagai pihak untuk melindungi anak-anak dari kekerasan. Dalam konteks ini, peran lembaga pendidikan menjadi sangat penting. Universitas HKBP Nommensen Siantar, sebagai contoh, telah menunjukkan komitmen dalam menerapkan perlindungan anak berbasis kampus dengan mengambil langkah konkret untuk memastikan lingkungan kampusnya aman dan bebas dari kekerasan, terutama kekerasan seksual.

Rektor Universitas HKBP Siantar, Dr Muktar B Panjaitan Muktar menyambut baik pemberlakuan Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai langkah awal yang penting dalam mencegah kekerasan di kampus. Dia berkomitmen untuk sepenuhnya menerapkan peraturan tersebut dan akan mengadopsi kebijakan serta langkah konkret untuk memastikan lingkungan kampus aman dan bebas dari kekerasan.

Selain itu, kata Rektor, Universitas HKBP Nommensen Siantar juga akan meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang perlindungan anak bagi mahasiswa, staf, dan dosen. Pelatihan dan lokakarya akan diadakan untuk seluruh komunitas kampus, sehingga mereka dapat mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan dan mengatasi masalah ini dengan bijaksana.

Survei nasional ini menjadi panggilan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk berkontribusi dalam melindungi anak-anak Indonesia. Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, dan tindakan nyata dari pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, serta masyarakat diperlukan untuk menciptakan masa depan yang aman dan sejahtera bagi generasi penerus bangsa. Dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan menjaga hak serta kesejahteraan anak-anak negara ini.

Pada kesempatan yang sama, acara kuliah umum ini juga dihadiri oleh sejumlah narasumber kompeten, seperti Deputi II Kantor Staf Presiden, Ketua Komnas Perlindungan Anak, dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, serta dihadiri oleh Ketua DPRD Siantar dan Walikota Pematang Siantar. Acara ini menjadi forum penting untuk menggerakkan upaya bersama dalam melindungi anak-anak Indonesia untuk menciptakan masa depan yang lebih aman dan sejahtera bagi generasi penerus bangsa. 

Komentar