Sabtu, 27 April 2024 | 21:06
COMMUNITY

Dosen UTA 45 Jakarta Terima SK Guru Besar, Pertama di Era Kepemimpinan Rudyono Darsono

Dosen UTA 45 Jakarta Terima SK Guru Besar, Pertama di Era Kepemimpinan Rudyono Darsono

ASKARA - Dosen Tetap Fakultas Farmasi yang juga Wakil Rektor I bidang Akademik di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (UTA ’45 Jakarta), Apt. Diana Laila Ramatillah, S.Farm, M.Farm, Ph.D pada Kamis (22/6/2023) di Ruang Ki Hajar Dewantara, Lantai 2 Kantor LLDIKTI Wilayah III, Cawang, Jakarta Timur menerima Surat Keputusan Pengangkatan Jabatan Akademik/Fungsional Dosen sebagai Profesor.

SK Guru Besar dari Kemendikbudristekdikti  dengan  surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 29021/M/07/2023 Tanggal 12 Juni 2023 berisi tentang Kenaikan Jabatan Akademik fungsional Dosen sebagai Profesor atas nama Apt. Diana Laila Ramatillah, S.Farm, M.Farm, Ph.D dalam bidang Farmakoterapi, Farmasi Klinis, dan Interaksi Obat diterima dalam acara Penyerahan SK Mendikbudtistek tentang Kenaikan Jabatan Akademik/Fungsional Dosen Profesor/Guru Besar PTS di lingkungan LLDikti Wilayah III. Selain Prof Diana Ramatillah, pada kesempatan yang sama juga diserahterimakan SK Guru Besar untuk 7 Guru Besar lainnya dari beberapa PTS di Jakarta. 

Plt. Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III Dr. Lukman, S.T, M.Hum dalam sambutan mengatakan bahwa penyerahan SK ini tentunya merupakan sebuah perjalanan panjang dari Bpk-Ibu. “Ada yang mencapai secara singkat, ada yang panjang sekali dan berdarah-darah. Ini terkait publikasi ilmiah, penelitian dan lain-lainnya. Sehingga kami sangat berharap dengan panjangnya proses dan lain-lainnya, bisa menjadi kebanggaan penerima dan juga kebanggaan LLDikti wilayah III ini. Saya dengan sangat bangga menyapa dulu satu persatu Guru Besar yang ada di wilayah LLDikti III,”ucapnya mengawali sambutan.  

Lukman juga mengatakan saat ini terdapat 353.892 Dosen dimana ada 6.793 Guru Besar. Dari total Guru Besar tersebut 340 Guru Besar berasal dari LLDikti Wilayah III. “Jadi setidaknya ada 5% Guru Besar berasal dari LLDikti Wilayah III,”ujarnya.

Menurut Lukman, perguruan tinggi menjadi sebuah kampus unggul merupakan standar nasional paling tinggi dan pondasinya adalah SDM dimana salah satunya adalah Guru Besar. Satu Prodi minimal satu Guru Besar. Satu keilmuan, bukan dari satu Perguruan Tinggi. Maka, bangun kelompok keilmuan,”ungkapnya.

Semangat menjadi kampus unggul itu tambah Lukman dibangun dengan adanya pemberian jenjang guru besar. “Guru Besar itu betul-betul pengakuan dan memang prosesnya tidak mudah dimana harus menjalani tridarma Perguruan Tinggi,”kata Lukman.

“Kami sangat berharap 8 Guru Besar ini bisa memberikan keberkahan, keilmuan bagi sekitar serta bisa menginspirasi dosen-dosen muda,”tambah Lukman.

Prof Diana Laila Ramatillah dalam percakapan dengan media ini mengaku tidak mudah meraih gelar Profesor. Banyak syarat yang harus dipenuhi seperti sudah 10 tahun menjadi Dosen. Prof Diana mengawali menjadi Dosen sejak 7 Februari 2013 dan pada 7 Februari 2023 genap 10 tahun menjadi Dosen.

Dari Jabatan sebagai Lektor Kepala maka di bulan September 2022 Prof Diana mengajukan diri menjadi Guru Besar. Sejak 2013-2023 Prof Diana pun melakoni jabatan struktural seperti Kaprodi, Dekan, hingga Wakil Rektor I.

“Guru Besar itu mengumpulkan publikasi yang begitu banyak 40 publikasi (hampir 250 publikasi sejak awal masuk menjadi dosen baik publikasi penelitian maupun pengabdian) dan 2 kali di World Class Professor sehingga hari ini bersama-sama dengan 8 Guru Besar bisa terima SK Profesor. Terima kasih kepada TYME atas semua berkat dan rahmatnya dapat berkumpul di tempat ini,”kata Prof Diana Ramatillah dalam kesempatan menyampaikan pernyataan.

Pertama di Era Kepemimpinan Rudyono Darsono

Gelar Profesor sendiri resmi disandang Prof Diana Ramatillah sejak 19 Juni 2023 dengan diterbitkanya SK, walaupun PAK (Pengesahan Guru Besar-Red) sudah sejak 15 Mei 2023 ditandatangani Dirjen Dikti.

Prof Diana Ramatillah merupakan Guru Besar pertama dari Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta di era kepemimpinan Rudyono Darsono. Seperti diketahui Rudyono Darsono adalah pemilik kampus UTA ’45 Jakarta yang juga menjabat Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta UTA'45.

Dalam meraih gelar Guru Besar, Prof Diana Ramatillah juga  oleh kolaborasi internasional dengan teman-teman di luar, teman-teman di kampus UTA ’45 Jakarta dan juga World Class Profesor sebanyak 2 kali.”Pastinya teman-teman di sini yang mendukung saya baik pimpinan, dosen dan juga mahasiswa sekalian yang memang sama-sama kita membantu untuk meningkatkan mutu dan kualitas,”tambahnya. 

“Tentunya yang mendukung profesor ini pertama adalah jumlah publikasi dimana hampir 40 publikasi saya baik di jurnal nasional, internasional, baik bereputasi maupun tidak dan 4 buku saya terbitkan, juga ada sertifikat saya sebagai reviewer dan grant- grant hibah saya dari Ristekdikti dan juga rekognisi yang lainnya sejak saya mengajar 2013 dan juga penelitian yang dilakukan. Karena memang syarat untuk menjadi Profesor itu harus 10 tahun mengabdi menjadi dosen, dan tidak boleh kurang dari 10 tahun,”urainya menegaskan.

Tentu dalam meraih gelar Guru Besar, Prof Diana Ramatillah juga melewati lika-liku yang panjang. Namun dirinya tetap fokus dan konsisten dalam meraih gelar tersebut. 

 “Intinya adalah fokus dan konsisten. Tahun kemarin hambatannya karena belum 10 tahun jadi Dosen dan pada 7 Februari 2023 genap 10 tahun. Kemarin banyak banget yang disunat, maka penelitian saya tambah lagi. Intinya jangan putus asa. Faktor kecil lainnya adalah seperti administrasi, website tidak bisa dibuka dan sebagainya. Saya direject sampai 4 kali. Saya ajukan September 2022 baru diterima saat ini,”kata dia.

Ditanya apa kontribusinya terhadap UTA ’45 Jakarta hingga meraih gelar Guru Besar ini, Prof Diana Ramatillah mengatakan sudah memikirkan bagaimana memajukan kampus ini. “Saya pernah menjabat sebagai Kaprodi, Dekan, Wakil Rektor 1. Saya orang yang pantang menyerah. Ketika saya memulai sesuatu saya pasti akan menyelesaikannya at any cost. Jadi kontribusi pertama saya mendirikan kolaborasi internasional, kerja sama internasional. Dan itu sudah terjalin sejak 2013. Saya menyelenggarakan seminar internasional pertama dan itu pesertanya ada 500 orang. Kita sudah berkolaborasi dengan Monash University Malaysia dan USM tahun itu. Bahkan sudah mengirimkan Summer School Student sejak 2014. Lalu telah terbentuk Unit Kerja Sama yang sebelumnya belum, hibah-hibah yang sudah diraih, peningkatan IKU dan sebagainya. Lalu berdirinya S2 Farmasi dan pastinya untuk perolehan akreditasi-akreditasi yang baik sekali lainnya. Dan untuk ke depannya yang kita harapkan dengan adanya profesor ini adalah akreditasi dari prodi-prodi di sini ataupun institusi bisa menjadi unggul. Dan bisa menjadi akreditasi internasional. Kalau sudah unggul dan internasional artinya kita sudah semakin bagus,”paparnya.

Prof Diana Ramatillah merupakan Guru Besar pioner di UTA ’45 Jakarta dan mengharapkan semua Bapak dan Ibu Dosen berjuang untuk meningkatkan menjadi Lektor Kepala dan jenjang Profesor. Saya mengatakan begini,”Kegagalan adalah hal yang pasti akan kita temui, namun ketika kita bangkit lagi dari kegagalan tersebut merupakan hal yang luar biasa.  Rintangan itu adalah hal yang tidak akan mungkin kita elakkan namun ketika kita bisa bertahan dengan keadaan itu merupakan pencapaian yang luar biasa. Dengan karya tulis sekitar lebih dari 40 baik bereputasi dan tidak bereputasi dengan 4 buku yang saya terbitkan, sertifikat saya sebagai reviewer BKD, reviewer jurnal Internasional bereputasi, grant-grant hibah yang saya dapatkan dari Ristekdikti dan juga semua rekognisi yang lainnya dari Pengabdian Masyarakat, Pengajaran sejak 2013 dan juga penelitian yang dilakukan semoga menginspirasi mereka untuk segera mengajukan diri sebagai Guru Besar”ucap perempuan asal Padang, Sumatera Barat yang berusia sangat muda 36 tahun dalam meraih Guru Besar. Kisah meraih Guru Besar ini sungguh memiluhkan. Prof Diana Ramatillah ketika menyelesaikan ujian Doktor, kedua orangtuanya meninggal karena menderita sakit jantung dan kanker. Dengan kondisi sakit ibunya, dirinya tiap bulan harus pulang pergi Jakarta-Malaysia.

“Saat saya menyiapkan disertasi, ibu saya meninggal. Ibu saya adalah belahan jiwa saya. Saya menangis namun saya harus bangkit lagi. Ibu saya pebisnis, single parents dan prestasi saya selalu gemilang sejak Pendidikan dasar. Saya  juara terus dari SD hingga kuliah. Perjuangan ini tidaklah mudah. Permasalahan itu selalu ada. Tetapi bagaimana kita menyikapi semua permasalahan itu adalah hal yang luar biasa,”cerita sulung dari dua bersaudara.
Ketika menyelesaikan S3 Prof Diana Laila Ramatillah matian-matian menghasilkan 10 publikasi dimana 4 diantaranya bereputasi dengan impact factor yang merupakan syarat. Dan, 2 tahun 3 bulan Prof Diana Laila Ramatillah selesaikan S3.

Melewati pendidikan dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi Prof Diana Laila Ramatillah selalu menjadi bintang. Tekanan keras dari keluarga, ayah berasal dari  keluarga hebat di bidang Pendidikan. Prof Diana Laila Ramatillah sebenarnya masih menyimpan impian menjadi Dokter. Selepas SMA dirinya mendapat beasiswa Fakultas Kedokteran di Undip Semarang namun Ibunya menolak ditinggal jauh dan meminta saya memilih Fakultas Farmasi di Universitas Andalas Pandang. Ibu saya mengatakan saya harus belajar sendiri sehingga sejak SD target saya adalah pagi saya sekolah malam saya belajar. Pokoknya saya harus dapat 100. Akhirnya saya juara umum di sekolah. Impian Prof Diana Laila Ramatillah lainnya adalah mau mendirikan S3 Farmasi di UTA ’45 Jakarta. “Kita sedang persiapkan untuk menjadi Kampus Unggul. Setiap Fakultas harus ada Profesor. Setiap Prodi harus ada Lektor Kepala,”ungkap sulung dari dua bersaudara ini."

Prof Diana Laila Ramatillah juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ketua Dewan Pembina Yayasan UTA ’45, Bapak Rudyono Darsono yang secara penuh dan total mendukungnya juga Bapak Ibu di Yayasan, teman perjuangan di S3 saya Pak Rektor UTA ’45 Jakarta. “Pak Rudyono Darsono selaku Pembina Yayasan UTA 45 Jakarta yang mengerti saya, mensupport segala hal dengan up and downnya saya, kerasnya saya, Bapak yang ada di Yayasan, Pak Rektor yang juga teman seperjuangan S3 saya. Saya  juga pasti akan support semuanya. Saya juga akan mendorong sebanyaknya menjadi Profesor,”pungkasnya

Dengan meraih gelar Profesor, peluang besar terbuka. “Perjuangan itu tidak mudah, permasalahan itu tetap ada. Tetapi bagaimana kita menyikapi setiap permasalahan dan terus bangkit di saat gagal. Banyak Doktor kami, ini potensinya luar biasa. Sebelum saya Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Guru Besar. Saya belajar mati-matian sehingga menghasilkan 10 publikasi. 2 tahun 3 bulan saya selesaikan S3. Harusnya 5 tahun,”ungkapnya penuh bangga. 

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Yayasan Perguruan Tinggi UTA'45 Jakarta, Bambang Sulistomo juga mengaku bangga sekali dengan pencapaian ini. “UTA ’45 Jakarta bangga sekali dengan pencapaian ini. UTA ’45 Jakarta ikut serta dalam membangun peradaban. Pendidikan itu sebagai bagian dari peradaban. Saya senang sekali ada Profesor Diana. UTA ’45 Jakarta mengisi peradaban itu. Selanjutnya menyusul Profesor lainnya adalah DR Virgo Simamora,”kata putra Bung Tomo menutupnya. 

Dorong Jadi Penemu Obat

Sementara itu Ketua Dewan Pembina Yayasan UTA ’45, Rudyono Darsono kepada media ini memberi selamat kepada Diana Laila Ramatillah atas pencapaian Guru Besar. “Kelemahan farmasi di Indonesia itu adalah orang-orang yang mengaku ahli  lebih cenderung mencari materi, bukan bagaimana mencari sebuah penemuan atau mengadakan riset-riset yang dapat membantu terciptanya penciptaan obat-obat untuk pencegahan atau  menyembuhkan penyakit. Karena selama ini sebagian besar atau hampir 100% obat kita adalah impor kecuali jamu-jamuan, herbal yang kita masih mampu mengadakan pembuatan-pembuatan obat-obat herbal tapi itupun sangat sedikit,”ungkapnya.

“Saya berharap Prof Diana Laila Ramatillah dapat membaktikan atau memanfaatkan untuk membantu bangsa dan Negara ini dalam menghasilkan riset-riset yang mempunyai hasil bukan hanya sekedar riset yang enak dibaca tapi riset yang bisa menghasilkan sistem pengobatan dari ekstrak-ekstrak tumbuhan atau herbal yang begitu kaya Indonesia. Dan satu yang selalu saya sampaikan bahwa saya pribadi maupun institusi ’45 Jakarta akan selalu mendukung dan mendorong Prof Diana Laila Ramatillah untuk dapat menjadi penemu obat atau penemu sebuah sistem kesehatan yang dapat membanggakan bangsa ini,”kaya Rudyono. 

Lebih lanjut Rudyono mengatakan akan selalu mendukung terciptanya Doktor maupun Profesor-Profesor baru di kampus  UTA ’45 Jakarta dan juga di Indonesia pada umumnya karena Indonesia masih kekurangan Profesor. Namun demikian persaingan-persaingan internal di keilmuan itu sendiri sangat buruk dan boleh dikatakan persaingan untuk menjadi Guru Besar itu hambatannya terjadi di dalam teman sejawat itu sendiri.

“Makanya sulit buat kita untuk menghasilkan Guru-Guru Besar baru karena yang mereview dan menyetujui itu dari organisasi maupun kelompok mereka sendiri. Jadi persaingan untuk menjadi Guru Besar itu sudah tidak sehat,”tandas Rudyono. 

Rektor UTA 45 Jakarta, J.Rajes Khana, Ph.D menambahkan dengan pengukuhan Prof Diana Laila Ramatillah, UTA ’45 Jakarta merasa sangat bahagia karena cita-cita UTA ’45 Jakarta di bawah manajemen baru dimana sudah punya program yakni Program 10 tahun menjadi Profesor sudah terwujud. “Prof Diana Laila Ramatillah  Diana adalah orang yang masuk dalam program 10 tahun menjadi Profesor. Jadi memang yang kita harapkan adalah sistem, dimana akan mendorong dan membantu semua SDM khususnya Dosen memiliki Program kepangkatan yang memang harus dicapai mulai dari Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Profesor. Mudah-mudahan UTA ’45 Jakarta dapat memproduksi Profesor lainnya untuk menuju kampus unggul. Selamat untuk Prof Diana Laila Ramatillah,”katanya

Komentar