Jumat, 26 April 2024 | 10:52
COMMUNITY

Ahlan, Mas Anas Urbaningrum

Ahlan, Mas Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum memeluk Ibunda di rumahnya

ASKARA - Dulu awal-awal Anas ditetapkan jadi tersangka, saya agak banyak menulis tentang mantan Ketua HMI asal Blitar ini. Saya termasuk yang meyakini bahwa seharusnya Anas tidak masuk penjara.

Untuk tidak disebut bersalah, tidak bisa juga. Tapi Anas akhirnya dipenjara lebih kepada mangsa politik daripada kesalahan korupsi yang dilakukannya. 

Anas akhirnya menjadi tersangka, setelah Presiden SBY terus mendesak agar KPK segera mentersangkakan Anas, tersebab Anas tidak diinginkan SBY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. 

Andi Malarangeng yang dijagokan oleh SBY ternyata keok di putaran pertama pemilihan. Maka yang maju ke babak berikutnya adalah Anas Urbaningrum dan Marzukie Ali. 

Anas keluar sebagai pemenang dengan suara yang besar mengungguli Marzukie Ali. 

Karisma Anas memang banyak memikat orang-orang Demokrat. Andai SBY menerima kenyataan bahwa Anas adalah Ketum Demokrat yang diinginkan partainya dan juga publik mengharapkan Anas sebagai pemimpin Nasional setelah SBY lengser. 

Tapi SBY tidak menginginkan Anas. Maka dengan segala cara, ia berupaya menyingkirkan Anas. Padahal Anas sudah berusaha mengakomodasi kepentingan SBY dengan menjadikan Ibas senagai Sekjend. 

Anas pun akhirnya harus menerima takdirnya untuk singgah di penjara, sebelum kembali meneruskan perjuangan. Sembilan tahun Anas mendekam di penjara. 

Setelah Anas bebas, apakah ia akan menjadi sosok Anwar Ibrahim atau Nelson Mandela? Entahlah. 

Yang pasti, karisma Anas tetap sanggup menyihir para loyalisnya. Orang-orang Demokrat, baik yang masih di dalam ataupun sudah di luar partai, tetap merindukan sosok lelaki dengan pembawaan kalem ini. 

Anas keluar dari Lapas Sukamiskin dengan disambut gegap-gempita para pendukungnya. Hal yang tak banyak dialami Napi korupsi yang lain.

Bahkan Anas menyampaikan orasi dihadapan pendukungnya dan juga di samping Kalapas. Cukup lama Anas berorasi tanpa diganggu atau dipotong oleh pihak Lapas. Mereka seakan memahami bahwa Anas adalah tokoh yang banyak dirindukan orang di luar penjara. 

Anas beruntung mempunyai kawan-kawan setia, yang terus berkawan dengannya, walau doi dipenjara dan dukuyo-kuyo sedemikian rupa. Saan Mustofa dan Gede Pasek adalah dua di antaranya. 

Keberadaan kawan-kawan setia, yang terus sudi menemani dalam segenap suka dan duka ini adalah energi sendiri yang akan menjadikan seseorang terus kuat melangkah untuk sampai pada batas perjuangan. 

“Ada yang mengira bahwa saya akan membusuk di penjara!” teriak Anas di tengah orasinya. 

Anas akan terus berkiprah, walau keputusan hukumnya ia masih belum boleh berpolitik setidaknya lima tahun setelah bebas dari penjara. 

Jadi paslah, lima tahun dari 2023 hingga 2028 Anas mempersiapkan diri, memoles diri untuk kembali tampil penuh sebagai satu di antara kandidat pemimpin Nasional pada 2029 nanti. 

Toh sudah banyak sekoci yang telah disiapkan para loyalis Anas, mulai dari Ormas hingga partai yang sudah lolos sebagai peserta Pemilu. 

Bagaimana dengan pihak SBY? Yang pasti Cikeas sekarang ini sudah was-was gundah gulana. Mereka harus bertarung melawan Moeldoko CS untuk tetap mempertahankan partainya pada proses Peninjauan Kembali yang telah diajukan pihak Moeldoko. 

Di satu sisi, ancaman bahwa kehadiran Anas akan menggerus suara Demokrat itu sudah pasti. Inilah kesalahan fatal SBY ketika menyingkirkan Anas dulu. 

Partainya nyungsep, kekisruhan terus mengikuti dan blunder dengan mengkarbit anaknya sebagai Ketua Umum. SBY tidak pandai berhitung! 

Yang pasti bebasnya Anas dari Sukamiskin akan memberi nuansa baru pada kontestasi Pemilu 2024. Karena bagaimanapun Anas masih sangat muda dan mempunyai power serta pendukung banyak untuk membuat polarisasi baru dalam politik Indonesia. 

Aktivis, santri dan politisi itu melekat kuat pada diri seorang Anas. Belum lagi pembawaannya yang kalem dan tenang, khas raja-raja Jawa. 

Tutur kata yang teratur dan santun, tapi mengandung serangan menohok pada lawan politiknya. Sehingga orang, tak siap menghadapi serangannya, tapi tiba-tiba tinju Anas sudah menghantam dada. 

Nah, orang-orang yang berupaya menjauhkan Anas dari politik dengan memenjarakannya, sekarang mulai memegangi dadanya masing-masing. Begitukah? (Abrar Rifai)

Komentar