Senin, 29 April 2024 | 06:37
NEWS

Tim Terpadu KLHK Telah Verifikasi Hutan Adat di Kabupaten Jayapura

Tim Terpadu KLHK Telah Verifikasi Hutan Adat di Kabupaten Jayapura
Penyerahan hasil verifikasi oleh Tim Terpadu kepada Bupati Jayapura Mathius Awoitauw (kemeja hitam) dan pemberian cinderamata Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura kepada Tim Verifikasi Terpadu Hutan Adat KLHK berupa plakat. (dok)

ASKARA  - Tujuh usulan hutan adat dari masyarakat adat di Kabupaten Jayapura, Papua telah diverifikasi Tim Terpadu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.

Tim yang dibentuk merupakan perwakilan dari KLHK, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Wilayah Maluku-Papua, akademisi Universitas Cenderawasi (Uncen),  Dinas Kehutan Provinsi Papua, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura dan Perwakilan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) melalui Keputusan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup Nomor: SK.28/PSKL/PKTHA/PSL.1/9/2022 yang dipimpin Ketua Tim Terpadu Dr Soeryo Adiwibowo.

Kedatangan tim terpadu disambut Bupati Jayapura Mathius Awoitauw SE MSi di Hotel Grand Allison Sentani Jayapura, Minggu (2/10).

Kegiatan verifikasi dimulai pada tanggal 3 - 7 Oktober di lima lokasi yang bebeda, di antaranya Distrik Kemtuk Gresi, Nimboran, Nimbokrang, Ravenirara dan Distrik Ebungfau. Luas usulan pengakuan hutan adat sekitar 20.405,72 hektare (ha). Hutan Adat terbesar berada Kusang Syuglue Woi Yansu di Distrik Kemtuk Gresi dengan luasan mencapai 15.602, 96 ha.

Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Klisi Dortheis Udam mengatakan bahwa hutan adat tersebut diusulkan sendiri oleh masyarakat adat yang merasa akan terancam dengan pembangunan ke depan.

“Kami mengusulkan hutan adat ini, karena bagi kami hutan merupakan salah satu kekayaan selain tanah yang dimiliki oleh suku-suku di Papua, dan selama ini kami masih hidup dengan memanfaatkan hasil hutan," kata Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Klisi Dortheis Udam dalam keterangan tertulis, Minggu (9/10).

Ia menambahkan, sedangkan hak masyarakat adat dibatasi terkait pengelolaan dan pemanfaatan hutan, belum lagi perkebunan sawit yang mulai mengancam wilayah-wilayah yang ada di sekitar kami.

"Ke depan kami orang Papua akan terancam, namun dengan adanya skema hutan adat kami merasa ini penting bagi kami. Para Ayanang Trang Digno dan seluruh masyarakat adat disini telah berkontribusi besar dalam menjaga hutan, sehingga jika hutan di kembalikan kepada kami masyarakat adat, tentu kami merasa negara hadir dalam memberikan kepastian dan perlindungan serta pemberdayaan," ucap Dortheis.

Hal senada juga disampaikan Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, dengan adanya tujuh usulan pengakuan hutan adat yang telah selesai diverifikasi merupakan satu pekerjaan tim yang luar biasa dari berbagai pihak menjadi harapan untuk masyarakat adat agar ke depan di Kabupaten Jayapura maupun diberbagai tempat di seluruh Tanah Papua bisa dikerjakan hal yang sama.

Bupati Jayapura Mathius Awoitauw foto bersama dengan Tim Verifikasi Terpadu Hutan Adat KLHK dan para OPD Pemkab Jayapura. (dok)

Verifikasi Hutan Adat yang Pertama

Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) Kabupaten Jayapura memfasiltiasi usulan pengakuan hutan adat, yaitu Kusang Syuglue Woi Yansu, Meyu, Akrua, Melra Kelrasena, Singgriwai dan Takwobleng. Sedangkan Babrongko masih menunggu kelengkapan administrasi yang lain.

“Masyarakat adat membutuhkan kepastian ruang kelola mereka, baik tanah maupun hutan yang selama ini tidak ada kepastian hukum atas wilayah adat serta ruang didalamnya. Kehadiran negara menjadi penting dalam memberikan jaminan atas keberadaan masyarakat adat dan wilayahnya. Namun hari ini, dengan adanya penilain yang positif terhadap hutan adat yang diusulkan merupakan harta yang besar dan modal untuk masyarakat adat. Dimana mereka hidup dengan satu kepastian untuk generasi dan anak cucu ke depan," tandas Bupati Mathius.

“Saya melihat masyarakat sangat antusias dengan adanya hal seperti ini, karena dengan luasnya potensi hutan adat di Kabupaten Jayapura, kita bisa bayangkan bagaimana jika semuanya bisa terpetakan, maka ke depan akan menjadi modal yang kuat untuk keberlangsungan masyarakat adat dalam menjaga hutannya," jelasnya.

Karena hutan adat, menurut Bupati Jayapura. juga menjadi penting dalam menjaga pelestarian hutan ke depan sesuai dengan kearifan lokal yang dimiliki.

"Yaitu, satu tantangan ke depan dengan adanya perubahan yang nantinya terjadi, saya percaya bahwa masyarakat adat akan jauh lebih siap dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar,” tegas Bupati Mathius lagi.

Kesempatan yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura Abdul Rahman Basri menyampaikan apresiasinya kepada masyarakat adat yang telah menyambut kehadiran tim dan memberikan dokumen usulan yang lengkap.

Dikatakannya, ini merupakan bukti keseriusan masyarakat adat dalam menjaga dan melestarikan hutan ke depan.

“Kami dari Dinas Lingkungan Hidup ikut mengawal proses dan memastikan terkait dokumen usulan tersebut benar-benar dari masyarakat adat sendiri, sebagai salah satu dari anggota tim terpadu kami merasa sangat senang dengan antusias masyarakat adat. Karena semua pertanyaan yang diajukan dijawab dengan sangat baik, dan mudah-mudahan hasilnya sesuai dengan harapan masyarakat adat," tutur Rahman.

Verifikasi Hutan Adat oleh KLHK ini merupakan yang pertama dilakukan di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Dalam waktu bersamaan verifikasi juga dilakukan di Hutan Adat Ogeney di Kabupaten Bintuni, Papua Barat. Ini merupakan sejarah baru dalam pengembalian hutan adat kepada masyarakat adat di Tanah Papua.

Komentar