Jumat, 26 April 2024 | 08:18
COMMUNITY

Kisah Wartawan Perang Kartono, Sugih Tanpo Bondho Digdaya Tanpo Aji-Aji

Kisah Wartawan Perang Kartono, Sugih Tanpo Bondho Digdaya Tanpo Aji-Aji
RM. Panji Sosrokartono (ist)

ASKARA – Kartono, nama lengkapnya RM. Panji Sosrokartono atau Raden Mas Panji Sosrokartono. lahir di Pelemkerep, Mayong, Jepara, 10 April 1877. Ia adalah anak keempat dari R.M. Ario Sosrodiningrat dan kakak kandung R.A. Kartini, yang memberi inspirasi R.A. Kartini untuk menjadi tokoh emansipasi wanita.

Raden Mas Panji Sosrokartono sebagai tokoh Islam dari kalangan Jawa yang jenius, mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan serta mampu mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dia adalah wartawan perang, penerjemah, guru, dan ahli kebatinan Indonesia.

Kartono seorang  mahasiswa 'pribumi' pertama  yang kuliah di luar Hindia – Belanda, yang kemudian disusul oleh putera-putera Indonesia lainnya. Karena kecerdasannya beliau menjadi kesayangan para dosennya.  Ia bisa 27 bahasa asing dan 10 bahasa nusantara.

R.M.P. Sosrokartono memiliki beberapa profesi karena kejeniusannya, bule Eropa menjulukinya “Si Jenius dari Timur” dan “De Javanese Prins”. Akan tetapi sesama pribumi memanggilnya Kartono saja.

Pangeran ganteng ini pinter bergaul, anak orang kaya, terkenal dan merakyat. Banyak perempuan Eropa nyebutnya "De Mooie Sos." (artinya Sos yang ngganteng). Bule Eropa dan  Amerika  menyebut beliau dengan hormat  'De Javanese Prins' (Pangeran Jawa) akan tetapi  sesama pribumi memanggilnya Kartono saja.

Beliau adalah sosok jenius yang pernah jadi wartawan Perang Dunia I di koran Amerika yakni 'The New York Herald' cabang Eropa semenjak 1917. Kartono memadatkan artikel bahasa Perancis sejumlah 30 kata dalam 4 bahasa (yakni Inggris, Spanyol, Rusia, Perancis). Dalam buku “Memoir” tulisan Mohammad Hatta, dituliskan, Sosrokartono memperoleh gaji sebesar USD1250 atau sekira RP17 juta.

Namanya tercantum sebagai pendiri Indische Vereeniging di Belanda, 1908, organisasi kaum intelektual Indonesia di Belanda - menjadi Indonesische Vereeniging tahun 1922 dan Perhimpunan Indonesia, 1925 - yang menyoal kemerdekaan Indonesia.

Sebagai wartawan perang, beliau diberi pangkat Mayor oleh Sekutu,  tapi menolak membawa senjata. Kata beliau, "Saya tidak menyerang orang,  oleh karena itu saya pun tidak akan diserang. Jadi apa perlunya membawa senjata ?"

Ahli Diplomasi Yang Hebat

Kartono sempatkan gemparkan Eropa - America dengan artikelnya tentang perundingan Jerman dan Perancis yang rahasia serta sangat tertutup, yang diselenggarakan di dalam salah satu gerbong kereta api yang berhenti di tengah hutan di daerah Compiegne, Prancis Selatan.

Bahkan mendapat penjagaan yang super ketat dari semua wartawan yang sedang mencari informasi dan berita. Ternyata, koran 'New York Herald'  telah memuat hasil perundingan tersebut.

Dengan menggunakan kode pengenal “bintang tiga” Sosrokartono berhasil meliput peristiwa itu dan konon tulisannya menggemparkan Amerika dan juga Eropa.

Pada Bulan November 1918, Sosrokartono dipilih oleh blok Sekutu sebagai penerjemah tunggal di Liga Bangsa Bangsa pada 1919, yang kemudian diubah menjadi PBB pada 1921. Beliau ketua penterjemah utk segala bahasa kalah kan  para poliglot Eropa - Amerika.

Beliau amat dihargai di Eropa, beliau juga sempat menjadi kepala juru bahasa di persyarikatan Liga Bangsa-Bangsapada tahun 1919 hingga 1921,serta atase kebudayaan untuk Kedubes Perancis di Den Haag. Bahkan, Sosrokartono menjabat sebagai kepala penerjemah untuk semua bahasa

Difitnah Pemerintah Hindia Belanda

Banyak petinggi pemerintah kolonial Hindia Belanda yang membencinya, atau mewaspadainya, karena jelas, pria ini bukan orang sembarangan. Beberapa kali R.M.P Sosrokartono ditawari pekerjaan di pemerintahan, namun selalu ditolaknya. R.M Sosrokartono ingin bekerja untuk memajukan rakyat tanpa harus meminta belas kasihan pejabat kolonial.

Penolakan demi penolakan tersebut membuat pemerintah Hindia Belanda heran dan curiga. Sebagai tindakan antisipasi, beliau dituduh sebagai komunis agar geraknya terbatas. Akibatnya, R.M Sosrokartono kian sulit memperoleh pekerjaan.

“Itu merupakan bentuk fitnah yang sangat keji yang saya rasakan, namun tidak berdaya terhadapnya,” tulis R.M Sosrokartono dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon, dikutip kaskus.co.id.

Nyonya yang dimaksud adalah istri Jacques Henrij Abendanon, mantan Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Keluarga Abendanon ini memang berhubungan baik dengan keluarga R.M Sosrokartono, termasuk dengan adik perempuannya yang telah wafat pada 1904, R.A. Kartini.

R.M Sosrokartono melanjutkan keluhannya, “Tapi kepada Anda, nyonya yang mulia, saya bersumpah atas kubur ayah saya dan Kartini, bahwa saya sama sekali tak pernah menganut paham komunis, dulu tidak, sekarang pun tidak.”

“Tidak ada yang lebih saya inginkan daripada bekerja untuk pendidikan mental sesama bangsa saya, dalam artian yang telah dimaksudkan oleh Kartini,” imbuh R.M Sosrokartono.

Pangeran Sos. Pulang Ke Tanah Air

Raden Sosrokartono akhirnya pulang ke tanah air pada tahun 1925 dan menetap di Kota Bandung sejak tahun 1927. Kala itu ia mengontrak rumah yang kemudian rumah tersebut dikenal dengan “Dar Oes Salam”, di Jalan Pungkur nomor 19, Bandung. Posisinya sekarang tepat di depan Terminal Kebonkalapa sekarang. Di rumah tersebut, ia mengabdikan dirinya untuk berbagai kegiatan pendidikan hingga kesehatan.

“Di rumah Jalan Pungkur inilah, selama 25 tahun beliau memberi pertolongan penyembuhan kepada segala lapisan masyarakat Bandung yang mengalami sakit maupun mereka yang lagi dalam kesulitan,” tulis Haryoto Kunto, dikutip dari buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe.

Ki Hajar Dewantara kemudian menawari R.M.P Sosrokartono untuk mengajar di Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara mengangkatnya sebagai  kepala sekolah Natinale Middelbare School di Bandung.  Namun, hanya beberapa tahun saja ia menjalankan pengabdiannya itu. Hidupnya semakin dipersulit oleh jejaring kolonial dan ia tidak ingin orang-orang yang tidak bersalah ikut terkena getahnya.

Hidup R.M Sosrokartono kian runyam karena berurusan dengan Snouck Hurgronje. Ia disebut-sebut terlibat utang besar kepada petinggi pemerintah kolonial yang menjadi otak penaklukan Aceh itu. Pengaruh Hurgronje amat kuat yang membuat R.M Sosrokartono nyaris tidak mampu berbuat apa-apa.

Selain terkenal jenius, ternyata Sosrokartono punya ilmu supranatural. Kemampuan itu ia perlihatkan saat menyembuhkan anak seorang kenalannya yang tinggal di Jenewa, Swiss. Pada saat itu, sang anak yang berusia 12 tahun itu sakit keras.

Saat para dokter lain tak bisa menyembuhkan penyakitnya, Sosrokartono sanggup menyembuhkan seorang anak Eropa hanya dengan sentuhan-sentuhan  dihadapan para dokter yang sudah angkat tangan untuk berusaha menyembuhkan penyakit si anak tersebut hanya dengan menempelkan tangannya di dahi pasien.

Menurut ahli Psychiatrie dan Hypnose, R.M Sosrokartono memiliki personal magnetism yang kuat dan ia tak menyadari hal ini. Kemampuan tersebut membuat keberadaannya mampu membantu kehidupan orang lain secara fisik dan psikis.

R.M Sosrokartono kemudian dipercaya sebagai ahli ilmu kebatinan dan spiritual, orang yang mampu mengetahui sesuatu sebelum diberitahu. Selama itu, ia banyak tirakat. Kemampuannya makin terasah dan kemudian dikenal sebagai penyembuh. Banyak julukannya, di antaranya ”dokter cai” karena media penyembuhannya hanya air dan secarik kertas dengan rajah ”alif”.

Rakyat berjejal temui si pintar ini, untuk minta air dan doa. Dan anehnya banyak yang sembuh. Maka antrian pun makin panjang termasuk bule-bule Eropa . Beliau juga pernah memotret kawah gunung dari udara. Hebatnya tanpa pesawat .

Rumahnya pun tak pernah sepi pasien. Dalam membantu orang sakit, Sosrokartono menggunakan metode pengobatan dan pertolongan dengan air putih. Saban hari ia melakukan pertolongan tanpa membedakan bangsa, suku-bangsa, agama, kepercayaan, dan kedudukan. Ia dengan rela hati memberikan pengobatan tersebut kepada siapa saja.

Di bawah pengawasan ketat Belanda, sekolah Sosrokartono sering kali menjadi tempat pertemuan para pemuda pergerakan seperti Bung Karno dan kawan-kawan. Tokoh-tokoh pergerakan sering datang ke rumahnya. Bung Hatta sebut beliau orang jenius. Di rumahnya berkibar bendera merah putih, dan anehnya Belanda, Jepang , dan sekutu seolah tak peduli.

Tekanan batin yang datang bertubi-tubi membuat R.M Sosrokartono jatuh sakit hingga mengalami kelumpuhan sejak 1942, tepat ketika penjajahan Belanda berakhir dan digantikan oleh Jepang.

Beliau wafat di Bandung pada 1951 dan dikebumikan di makam Sido Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah di samping makam kedua orang tuanya Nyai Ngasirah dan RMA Sosroningrat. Permakaman tersebut merupakan kompleks makam keluarganya, seperti kakeknya (Pangeran Aryo Tjondronegoro IV) dan saudara-saudaranya yang kebanyakan bekas bupati.

Beliau meninggal dalam kondisi tidak punya apa-apa,  rumah pun beliau hanya menyewa. Padahal sebagai putera bangsawan dan cendekiawan ia bisa hidup mewah . Waktu itu Jumat Pahing pukul 11.50 ketika Sosrokartono mengembuskan nafas terakhirnya di rumah kontarakan Dar Oes Salam (Darus Salam), Jalan Pungkur nomor 19 Kota Bandung. Hari itu juga warga Kota Bandung dan orang yang mengenalnya diluapi oleh air mata kesedihan.

Orang-orang tidak temukan pusaka dan jimat di rumahnya. hartanya hanya selembar kain bersulam huruf  Alif, terpampang di atas bagian kepala nisan Raden Mas Panji Sosrokartono (1877-1952) di Pasarean Sedo Mukti di Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kudus, Jawa Tengah. Siang dibalut senyap yang nyenyat. Pada batu nisan makamnya tertulis : “Sugih Tanpo Bondho Digdaya Tanpo Aji2”.

Beliau  seorang wartawan hebat tapi PWI tidak pernah singgung namanya.  Beliau tokoh pendidikan tapi para guru seolah lupa namanya.  ( Berbagai Sumber )

Komentar