Sabtu, 27 April 2024 | 00:57
MILITER

Calon Panglima TNI Baru, Tb Hasanuddin: Sepenuhnya Hak Prerogatif Presiden, Bukan Wanjakti

Calon Panglima TNI Baru, Tb Hasanuddin: Sepenuhnya Hak Prerogatif Presiden, Bukan Wanjakti
Anggota Komisi I DPR RI Tb. Hasanuddin

ASKARA - Syarat menjadi Panglima TNI adalah perwira aktif yang pernah menjadi Kasad, Kasal, atau Kasau atau sedang menjabat.

Demikian disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Tb. Hasanuddin saat menjadi narasumber Diskusi Dialektika Demokrasi bertema: ”Tantangan Besar Panglima TNI Baru" di Ruang Diskusi Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (16/9/2021).

Hasanuddin menilai ketiga kepala staf angkatan saat ini memiliki peluang yang sama untuk menjadi Panglima TNI pengganti Marsekal Hadir Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun pada November 2021 mendatang.

"Yang jelas Pak Andika, Pak Yudo, dan Pak Fajar. Di luar itu tidak ada. Tidak ada sosok yang pernah menjadi Kasad, Kasal, atau pun Kasau yang masih aktif. Mereka semua sudah pensiun. Jadi harus perwira aktif," jelas politisi PDI Perjuangan ini.

Hasanuddin membantah Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Mabes TNI ikut-ikutan memproses nama-nama para calon Panglima TNI 

"Tidak ada. Sepenuhnya merupakan hak prerogatif Presiden. Kalau pemilihan Panglima TNI tidak ada nama yang direkomendasikan oleh Wanjakti Mabes TNI, beda dengan di Polri," tegas Hasanuddin.

Mantan ajudan Presiden ke-3 RI B.J. Habibie ini pun menjelaskan, Wanjakti Mabes TNI hanya mengatur jabatan dan kepangkatan tinggi untuk para perwira di dalam lingkup Mabes TNI dan bukan untuk mengajukan nama calon Panglima TNI kepada Presiden.

"Jadi begini Wanjakti itu hanya untuk jabatan di luar hak prerogatif Presiden. Kalau Wanjakti juga ikut mengurusi nama Panglima TNI kalau bertentangan dengan keputusan Presiden bagaimana?," tanya Hasanuddin.

Terkait wacana dibentuknya jabatan Wakil Panglima TNI, menurut Hasanuddin, hal tersebut tidak diperlukan lantaran sudah ada jabatan Kepala Staf Umum (Kasum) TNI untuk membantu tugas-tugas Panglima TNI.

"Saya kira begini, di era Gus Dur pernah ada Wakil Panglima tapi wacana itu kan tidak diteruskan karena saya khawatir bisa terjadi dualisme. Lagi pula kan sudah ada Kepala Staf Umum. Jadi ya sudah untuk tugas-tugas intern cukup Panglima TNI saja," ungkap Hasanuddin.

Menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang, Hasanuddin berharap, saat ini muncul the rising star yang dapat meneruskan kepemimpinan di tubuh TNI usainya pergelaran Pemilu.

Hasanuddin menerangkan, hal itu dikarenakan para kepala staf angkatan saat ini masa jabatannya paling lama hanya sampai tahun 2023 mendatang.

"Sebetulnya begini, harusnya saat ini ada the rising star yang bisa meneruskan kepemimpinan untuk menghadapi 2024. Nah masalahnya ketiga kepala staf ini kan tidak ada yang bisa sampai 2024. Para kepala staf kan sebelum 2024 ini sudah pensiun," tutur Hasanuddin.

"Nah the rising star ini harus punya masa jabatan yang masih cukup untuk menghadapi 2024 mendatang," sambung Hasanuddin.

Lebih lanjut, Hasanuddin menegaskan, tidak ada aturan khusus dalam UU TNI yang menyebut jabatan Panglima TNI harus digilir dari setiap angkatan.

"Kalau saya melihat, tidak ada ketentuan tidak boleh berturut-turut. Dalam UU itu dapat digilir. Artinya boleh dari darat lalu darat lagi, laut lalu laut lagi, dan udara lalu udara lagi. Boleh itu. Karena di situ disebut boleh digilir, artinya boleh iya, boleh juga tidak," tukas Hasanuddin.

Legislator asal Dapil Jabar 9 ini pun mengungkapkan, hingga saat ini Presiden belum menyampaikan Surat Presiden (Surpres) terkait calon Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan pensiun pada November 2021 mendatang.

"Belum ada, sekali lagi belum diterima Surpres dari Presiden. Tunggu saja!," pungkas Tb Hasanuddin.

Komentar