Jumat, 26 April 2024 | 11:39
COMMUNITY

Skygers dan Impianku, Terwujud di Saat yang Tepat

Skygers dan Impianku, Terwujud di Saat yang Tepat
Panjat tebing (Dok Yanni Krishnayanni)

Pertemuan itu selalu tepat guna dan manfaatnya sesuai dengan kehendakNya. Selama 32 tahun impian itu tersimpan, sekarang baru benar-benar bisa diwujudkan, di saat yang sangat tepat, di saat saya membutuhkannya. Pertemuan pertama kali dengan Mas Harry terjadi di Malang, Jawa Timur pada acara peringatan 50 tahun kepergian Soe Hok Gie, September 2019, sungguh di luar dugaan, bahkan terpikir pun tidak. 

2 tahun kemudian, pada bulan yang sama September tanggal 2 hingga 4 di tahun 2021 ini, bertandanglah saya ke sekolah Panjat Tebing Skygers di daerah Punclut, Bandung, Jawa Barat. Belajar teknik dan cara mengamankan diri dalam panjat tebing. Kalau diukur dari usia saya yang menginjak 51 tahun, memang sangat telat. 

Tapi saya bukan ingin jadi atlet, pengetahuannya benar-benar saya butuhkan untuk kegiatan saya ke depan. Saya sangat bahagia bisa belajar dari sekolah yang dulu pernah saya impikan, dan bisa diajarin langsung dari pendirinya, asli dan ahlinya.

Mas Harry Suliztiarzo, di kalangan panjat tebing pastilah tidak asing lagi, beliau mendirikan SKYGERS pada tahun 1977 bersama 3 orang temannya (Heri Hermanu, Dedi Hikmat dan Agus R). Sekolah panjat tebing baru dibuka pada tahun 1981, setelah Mas Harry Suliztiarzo memanjat atap Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada tahun 1979 dalam upaya mempublikasikan panjat tebing di Indonesia.

Skygers memang luar biasa, dari tahun 1977 hingga saat ini di tahun 2021 masih eksis, konsisten dan makin berkembang. Selain sebagai sekolah panjat tebing, ada juga kursus bagi para pekerja di ketinggian untuk industri. Salut untuk Mas Harry Suliztiarzo Skygers. Semoga makin sukses membantu banyak orang untuk selamat dalam bekerja.

Oke, Persiapan pelajaran untuk saya segera dimulai, satu persatu peralatan diperkenalkan, baik nama dan kegunaan. Ada hal-hal "penting" yang tidak bisa ditawar dalam pemasangan alat yang akan kita gunakan. 

"Saat pasang harness, tidak boleh bicara pada siapapun, dan harus bisa sendiri, ini critical," tegas mas Harry.

Selanjutnya saya tetap mendengarkan, juga memperhatikan Mas Harry saat memperagakan dan menjelaskan. 

Pertama Konsentrasi, cek satu persatu tiap jahitan dengan teliti (bila harness itu kita pinjam dari orang lain). Saat memakai jangan terlalu longgar, juga jangan terlalu ketat. Ukuran yang paling pas adalah, coba masukkan tangan dengan telapak terbuka pada harness yang terpasang dengan tubuh, kalau bisa masuk dan tidak ada celah lain, itu sudah benar. Bila terlalu longgar dan terjadi jatuh, harness bisa naik ke atas dan menekan tulang rusuk yang akan menghimpit paru-paru, akhirnya sesak nafas. Ini kasus fatal, butuh tenaga sangat kuat untuk menaikkan tubuh, papar mas Harry. 

Kedua, safety diri itu sangat penting, tidak boleh pasrah begitu saja. Di ketinggian kepanikan itu banyak dan mudah terjadi, bisa karena angin kencang dari bawah, bisa tiba-tiba kabut atau hujan, bisa juga tiba-tiba kejatuhan batu kerikil. 

Biasakan menggunakan 2 pengaman untuk sling tubuh dan kaitkan pada dua tempat berbeda (ini tidak bisa ditawar), bedakan juga warna slingnya, misal satu merah, satu kuning. 

Ingat dengan baik. Warna merah, dikaitkan pertama pada pengaman, dilepas yang terakhir. Warna kuning dikaitkan kedua pada pengaman, dilepas pertama. Mengaitkan pada badan, juga biasakan disiplin, misal merah di kiri, kuning di kanan. Disiplinkan diri seperti itu. 

Soal warna boleh diganti, sesuai selera. Kenapa berbeda warna?? agar bila kabut atau apapun, saat kita tidak bisa melihat dengan jelas, kita tidak menjadi panik, dan kalau sudah biasa satu di kanan dan satu di kiri, mana yang dipasang pertama, akan lebih mudah menemukannya, tanpa harus berpikir, mencari dan melihat lagi. Harus ingat baik-baik.

Cara bawa descender, ini banyak cara, bisa dikaitkan di samping kanan atau kiri harness. Sebaiknya langsung dipasang pada cincin kait (carabiner) utama yang terpasang di depan harness, karena bila kita tiba-tiba butuh turun tidak memerlukan waktu lagi untuk memindahkannya, dan menghindari alat agar tidak ada kemungkinan jatuh. Cincin kait utama "harus" berulir supaya bisa kita kunci dan lebih aman.

Pemasangan tali turun pada descender, banyak pemanjat mengaitkan lubang kecil pada carabiner, lubang besar ada di depan. Saat pasang tali untuk turun mereka melepas descender lebih dulu, memang lebih mudah, tapi ini sangat riskan, descender bisa jatuh, bila tiba-tiba ada batu kerikil menimpa diri kita saat mau memasangnya.

 

Kalau descender dipasang dengan bulatan besar pada carabiner, tidak perlu melepas apapun, tali untuk turun bisa langsung kita pasang lebih dulu talinya, proses berikutnya baru descender kita lepas dan balik posisinya. Lihat, saat terjadi sesuatu karena descender sudah kita kaitkan pada tali, meski kita lepaskan, dia tidak akan jatuh. (Sembari memberikan contoh)

Hal penting lainnya, posisi tali pada descender, banyak orang tidak care. Ikatan ada di posisi bawah. Pernah terjadi pada pemanjat tebing yang di atasnya ada air deras selebar kurang lebih 2 meter, karena tali tergesek tonjolan dinding, tali bergeser, berubah posisi dan jadi mengunci, macet. Panik, karena kondisi air deras, tidak bisa lagi memperbaiki posisi tali, tenaga habis dan akhirnya berakhir tragis. 

Panjat tebing merupakan olah raga ekstrem yang membutuhkan pengetahuan, pengalaman, konsentrasi dan kehati-hatian untuk masing-masing pribadi, taruhannya nyawa. Jadi jangan pernah lupa apa yang saya ajarkan, bagi saya dalam panjat tebing, paling berbahaya itu adalah saat turun, kuncinya tenang, cek sampai yakin merasa aman, baru lanjutkan, tidak perlu terburu-buru, tukas mas Harry sekalian menutup pelajaran singkat untuk saya. 

Meskipun singkat, ilmunya sungguh sangat berharga. Dan saya menjadi orang yang sangat beruntung telah mendapatkan kesempatan seperti ini secara private. Impian itu terwujud tepat pada saat saya butuhkan untuk berkunjung ke gunung tertinggi di Indonesia nantinya, semoga semesta alam mendukung. 

Komentar