Sabtu, 27 April 2024 | 06:32
OPINI

Dampak Larangan Mudik Lebaran

Dampak Larangan Mudik Lebaran
Ilustrasi mudik (Dok Mans.co.id)

Mudik Lebaran di samping merupakan tradisi yang penting bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa, juga mempunyai peran penting dalam kehidupan perekonomian rakyat di daerah atau di perdesaan, khususnya berkaitan dengan peredaran dan ketersediaan uang.

Secara umum uang itu ditinjau dari sudut lokasinya berada pada 2 tempat, yaitu pertama, uang yang berada atau dipegang oleh kelompok pabrikan atau produsen atau pengusaha yang umumnya tinggal di daerah perkotaan, biasanya disebut sebagai “uang atas”, dan kedua uang yang dipegang oleh mayoritas rakyat yang tinggal di daerah perdesaan atau disebut “uang bawah”.
 
Kedua jenis uang ini senantiasa beredar dari atas ke bawah dan kemudian dari bawah ditarik kembali ke atas. Kelancaran dan keseimbangan peredaran uang atas dan uang bawah ini sangat penting bagi kondisi stabilisasi sosial dan politik. 
Jika uang di bawah kurang dari yang dibutuhkan oleh rakyat di daerah atau perdesaan, bisa menimbulkan risiko terganggunya stabilitas politik dan keamanan bahkan secara nasional. 

Sedangkan jika yang kekurangan adalah “uang atas” biasanya diatasi dengan cara meminjam dari luar negeri atau mencetak uang, tapi yang terakhir ini berisiko menimbulkan inflasi.

Tradisi mudik Lebaran di samping merupakan tradisi, juga sekaligus berfungsi sebagai sarana atau media menjamin kelancaran peredaran uang dan juga menjamin keteserdiaan uang di bawah.

Selama setahun masyarakat di perdesaan yang membeli kebutuhan hidup mereka, seperti misalnya membeli sabun, indomie dsb, pada hakekatnya uang tersebut mengalir ke atas (pabrikan atau produsen atau pengusaha, dll). Uang hasil penjualan (keuntungan) itu digunakan untuk membayar gaji karyawannya (yang sebagian ditabung) dan setahun sekali pengusaha membayar THR kepada pegawainya. 

Uang tabungan gaji dan THR inilah yang kemudian dibawa oleh para pegawai tersebut mudik Lebaran yang diberikan kepada keluarga di desa ataupun dibelanjakan di warung-warung di desa atau warung di lokasi wisata di perdesaan. Sehingga sebagian uang atas tadi kembali turun ke bawah.

Setelah Lebaran uang yang di bawah itu secara bertahap kembali tertarik ke atas, demikianlah proses peredaran uang atas dan uang bawah ini berlangsung selama bertahun-tahun.

Namun jika kemudian ada larangan untuk mudik, maka proses turunnya uang atas ke bawah menjadi tersendat sehingga tidak seluruh uang yang seharusnya turun ke bawah benar-benar sampai ke masyarakat di perdesaan. 

Tahun ini untuk kedua kalinya mudik Lebaran dilarang, sehingga dapat diperkirakan bahwa dalam waktu beberapa bulan setelah Lebaran masyarakat di perdesaan akan mengalami kesulitan uang sehingga sulit membeli kebutuhan hidup mereka. Hal ini bisa menimbulkan instabilitas keamanan di perdesaan. 

Untuk mencegah hal ini terjadi, pemerintah diperlukan menggelontorkan bantuan keuangan (semacam BLT) kepada masyarakat di perdesaan secepatnya. Semoga saja pemerintah sudah memperkirakan situasi ini dan sudah siap mengantisipasinya dengan melaksanakan program bantuan langsung Tunai (BLT) guna mencegah munculnya instabilitas di perdesaan.

Singkatnya larangan mudik tidak saja sekedar berkaitan dengan tradisi masyarakat tetapi juga mempunyai implikasi terhadap kehidupan perekonomian masyarakat di perdesaan, bahkan nasional.


Muchyar Yara
Pemerhati Sosial Politik

Komentar