Sabtu, 27 April 2024 | 03:57
COMMUNITY

Misteri dan Kisah Kelam Toko Merah

Misteri dan Kisah Kelam Toko Merah
(Net/Rumis)

ASKARA - Berada di kawasan Kota Tua Batavia ada sebuah bangunan yang sekarang dikenal dengan nama Toko Merah. 

Bangunan ini memiliki sejarah kelam yang sangat panjang sejak dibangun tahun 1730 oleh Gustaaf Willem baron van Imhoff.

Berdiri di tanah seluas 2471 meter persegi, bangunan ini memiliki arsitektur yang khas bergaya Tionghoa dengan warna merah orientalnya. Jika masuk ke dalam, interiornya juga akan didominasi dengan warna merah.

Nama Toko Merah sendiri baru diberikan pada abad 19 ketika kepemilikan bangunan jatuh ke salah satu pejabat Tiongho kala itu Oey Liauw Kong. Ada yang mengatakan nama Toko Merah memang diambil dari warna bangunan hingga ukiran-ukirannya yang berwarna merah.

Namun ada juga yang mengatakan bahwa nama tersebut diambil setelah peristiwa Geger Pecinan yang saat itu banyak memakan korban orang Tionghoa. Mayat-mayat mereka bergelimpangan di Kali Besar hingga permukaan air berubah menjadi merah pekat.

Bangunan yang terletak di Jalan Kali Besar Barat Nomor 11 ini tak pernah sepi dari pengunjung yang penasaran mengenai sejarah dan arsitektur uniknya.

Selain itu, banyak orang penasaran mengenai cerita seram Toko Merah. Salah satunya adalah kisah pembantaian para gadis yang pernah terjadi di dalam bangunan ini. 

Banyak warga sekitar yang mengaku pernah mengalami beberapa kejadian angker di sekitar area Toko Merah. Misalnya, sering mendengar suara langkah kaki prajurit hingga suara teriakan dan tangisan wanita pada malam hari. Ada juga yang mengatakan pernah melihat sosok wanita bergaun putih berjalan di sana, dan yang paling menyeramkan adalah sosok wanita yang diam-diam melihat dari salah satu Jendela.

Menurut seorang penjaga Toko Merah, pernah ada sebuah kejadian yang memicu kepanikan warga. Saat itu dikatakan ada seorang wisatawan yang menjadi korban keisengan penghuni bangunan tersebut. Wisatawan tersebut adalah seorang anak muda yang datang ke Toko Merah dan berniat untuk mengambil beberapa foto. Namun baru beberapa kali jepretan, ia tiba-tiba terjatuh dan berteriak-teriak tapi tidak menggunakan Bahasa Indonesia.

Anak muda yang kerasukan tersebut memancing seluruh warga yang ada di sana hingga akhirnya ia bisa disadarkan. Ketika ditanya apa yang terjadi, anak muda itu berkata bahwa ketika ia sedang memotret sudut bangunan Toko merah tiba-tiba melihat sosok hitam masuk ke bingkai kameranya, setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi.

Cerita mistis Toko Merah lainnya yang datang dari seorang pedagang berumur 54 tahun yang sudah berjualan di sana selama hampir 32 tahun. Ia membuka warung di sebelah Toko Merah meneruskan usaha yang telah dirintis ibunya. Ia bercerita bahwa pada suatu malam mendengar suara tanpa wujud yang seolah-olah memanggil dirinya. Karena penasaran, ia mencoba mencari asal suara tersebut hingga berjalan ke depan Toko Merah namun tidak menemukan siapapun di sana.

Ia juga pernah mendengar suara wanita yang menangis dan kadang tertawa dari dalam Toko merah. Padahal saat malam hari, bangunan tersebut ditutup sehingga seharusnya tidak ada orang lain di dalam.

Toko Merah Saksi Peristiwa Geger Pecinan

Pada tahun 1740 pernah ada sebuah peristiwa mengerikan yang dikenal dengan Geger Pecinan atau Tragedi Angke. Saat itu, tepatnya tanggal 9 Oktober, Gubernur Jenderal Adrian Valckenier memerintahkan prajurit VOC untuk menggenosida seluruh orang Tionghoa.

Pembantaian keji tersebut dilakukan selama 13 hari dan menewaskan sekitar 24 ribu orang Tionghoa. Mayat-mayat mereka berserakan di sekitar Kali Besar hingga darah mengubah permukaan warna air menjadi merah pekat. Dan dikatakan, Toko Merah adalah tempat penyiksaan dan pemerkosaan para gadis Tionghoa hingga mereka menemukan ajal.

Sejarah Panjang Toko Merah

Pada tahun 1750-1780, Toko Merah pernah menjadi kediaman beberapa gubernur dan jenderal hingga kemudian beralih menjadi kampus dan asrama Akademi Angkatan Laut. Lalu pada 1786-1808 digunakan sebagai hotel untuk para pejabat. Pada 1809-1813 kepemilikan bangunan jatuh pada Anthony Nacare dan dijadikan sebagai rumah tinggal. Kemudian kurun waktu 1813-1851 kepemilikannya terus berganti-ganti hingga akhirnya dimiliki oleh Oey Liauw Kong dan difungsikan sebagai sebuah toko sehingga bangunan tersebut menjadi populer dengan sebutan Toko Merah.

Tahun 1920 Toko Merah dibeli oleh NV Bouw Maatschappij dengan harga 1 juta Gulden. Bangunan itu kemudian diperbaiki oleh Bank Voor Indie yang kemudian menjadikannya sebagai kantor hingga 1925.

Pada masa pendudukan Jepang, Toko Merah dijadikan sebagai gedung Dinas Kesehatan Tentara Jepang. Hingga kemudian setelah kemerdekaan Indonesia, Toko Merah kembali melewati fase perpindahan kepemilikan mulai dari PT Satya Niaga pada tahun 1964, PT Dharma Niaga (Ltd) tahun 1977 hingga tetap digunakan sebagai kantor pada tahun 90-an.

Sampai pada tahun 1993, Toko Merah dijadikan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemprov DKI Jakarta. Dan pada akhirnya sejak 2012 beralih menjadi sarana tempat konferensi dan pameran. (rumis)

Komentar