Jumat, 26 April 2024 | 14:29
OPINI

Misteri Alun-Alun Bandung, Runtuhnya Kolonial Belanda

Misteri Alun-Alun Bandung, Runtuhnya Kolonial Belanda
Alun-Alun Bandung

Setiap Opsir Belanda yang mau berkunjung ke Keraton, Kabupaten ataupun Kawedanan pada umumnya selalu diantar oleh pejabat lokal naik kereta/bendi. Begitu mendekati lokasi sang pejabat lokal selalu berteriak alon-alon (perlahan dalam bahasa Jawa) kepada sang Kusir.

Mengingat opsir Belanda tidak bisa mengingat nama lokasi dalam bahasa Jawa. Maka lokasi tersebut dinamakan oleh opsir Belanda ini aloon-aloon. Nama inilah yang akhirnya menjadi kata alun-alun sampai saat sekarang ini. Di Blitar maupun Ponorogo hingga saat ini mereka masih menamakannya aloon-aloon. Jadi kata alun-alun itu sebenarnya adalah kata alon-alon yang diserap dalam lafal orang Belanda.

Alun-alun adalah sepetak tanah segi empat ditengah kota. Maka dari itu apabila kata alun diterjemahkan ke dalam bahasa asing menjadi square atau quadrado. Berdasarkan filsafat tata ruang Jawa yang luhur. Alun-alun harus dibangun dengan konsep Catur Sagotra atau Catur Gatra Tunggal yang bisa diartikan empat elemen dalam satu unit area. Dimana harus ada keraton, masjid, penjara maupun pasar di lokasi tersebut.

Di alun-alun Bandung pun ditata dengan filsafat Catur Sagotra. Di situ ada kabupaten, mesjid, penjara (Banceuy) dan pasar. Tata letak seperti ini juga dikenal dengan nama Arsitektur Tembok Keliling (Omwallingarsitektur).

Penduduk Bandoeng tempo doeloe walaupun belum ada bioskop, mereka bisa menyaksikan tontonan sadis ialah orang yang dihukum gantung. Hukuman gantung ini bisa disaksikan di alun-alun tepatnya dimana bioskop Dian berdiri sekarang ini.

Pendopo di Kabupaten Bandung merupakan bangunan berarsitektur tradisional Jawa. beratap Joglo Tumpang Tiga. Dibangun pada tahun 1850 sebagai tempat kediaman resmi Bupati Wiranatakusumah II (1810 M). Arah hadap pendopo ke arah utara kota Bandung sebagai penghormatan kepada gunung-gunung maupun tentang kesucian dari Gunung. Di dalam pendopo ada ruang arab adalah ruangan yang banyak dihias dengan lukisan kaligrafi. Di samping itu dilengkapi dengan tempat pemeliharaan ikan yang cukup luas sehingga penduduk setempat menamakannya balong gede.

Lahan kabupaten cukup luas. Nama jalan dibelakang kabupaten adalah Jl. Pungkur (Pengker) = Belakang dalam bahasa Sunda. Bagi umat Islam pohon kurma adalah pohon suci seperti juga pohon bodi bagi umat Buddha. Sedangkan bagi umat Hindu yang disebut pohon suci adalah pohon beringin (waringin).

Maka dari itu di setiap alun-alun selalu ditanam pohon beringin. Bagi umat Hindu daun pohon beringin dianggap suci. Salah satu pohon beringin ditanam pada tanggal 18 September 1898 untuk memperingati pelantikan Ratu Belanda Wihelmina. Maka pohon ini dinamakan Wihelmina Boom (pohon).

Pohon beringin kedua ditanam 1909 ketika Ratu Juliana naik tahta menggantikan ibunya; pohon inipun dinamakan sebagai Juliana Boom atau Pohon Juliana. Di setiap alun-alun minimum harus ditanam dua pohon beringin besar yang dikurungi.

Kedua pohon beringin ini sama perti juga songsong (Payung) Kerajaan. Payung yang melambangkan keperkasaan maupun kekuasaan. Believe it or not! Pada tahun 1942 kedua pohon beringin yang usianya sudah setengah abad ini mati dan layu dengan sendirinya. Seperti juga melambangkan mati dan runtuhnya kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara.

Mang Ucup

Menetap di Amsterdam, Belanda

Komentar