Kamis, 09 Mei 2024 | 03:01
COMMUNITY

Bagaimana Hujan Berlian Terjadi di Neptunus dan Uranus

Bagaimana Hujan Berlian Terjadi di Neptunus dan Uranus
(NASA.gov)

ASKARA - Walaupun hingga kini ilmuwan belum sepenuhnya bisa menjelajahi Planet Neptunus dan Uranus, berdasarkan data atmosfer diperkirakan hujan berlian turun di kedua planet es raksasa tersebut. 

Kini, para ilmuwan berhasil mendapatkan bukti eksperimental yang menunjukkan bagaimana fenomena ini terjadi.

Hipotesis akan terjadinya hujan berlian adalah panas yang intens dan tekanan tinggi pada ribuan kilometer di bawah permukaan kedua planet ini memutuskan ikatan dari senyawa-senyawa karbon. Dan dalam tekanan tinggi, karbon berubah menjadi berlian dan tenggelam jauh ke dalam inti planet.

Sebuah eksperimen terbaru menggunakan instrument Linas Coherent Light Source (LCLS) X-ray laser milik SLAC National Accelerator Laboratory untuk melakukan pengukuran yang paling akurat terjadinya proses hujan berlian dan menemukan bahwa karbon bertransisi langsung menjadi berlian yang terkristalisasi. Penelitian ini telah dipublikasikan di Jurnal Nature Communications.

"Penelitian ini menyajikan data atas sebuah fenomena yang sangat sulit untuk dibuatkan model melalui program komputer. Daya campur (miscibility) dari dua buah elemen dan bagaimana keduanya saling melarut ketika dicampurkan," kata fisikawan plasma Mike Dunne, direktur LCLS.

"Di sini kita melihat bagaimana dua buah elemen memisah, seperti mengembalikan mayonaise kembali menjadi minyak dan cuka," lanjutnya.

Neptunus dan Uranus adalah planet di sistem tata surya yang masih sulit dipahami oleh para ilmuwan. Selain jaraknya yang sangat jauh hingga kini baru satu wahana angkasa Voyager 2 yang pernah mendekati kedua planet ini. Hanya melewati, bukan dalam sebuah misi khusus jangka panjang di kedua planet tersebut.

Menurut NASA, planet-planet es raksasa seperti Neptunus dan Uranus sangat banyak terdapat di galaksi Bimasakti. Eksoplanet yang mirip dengan Neptunus berjumlah 10 kali lebih banyak dibandingkan eksoplanet mirip Jupiter.

Kita tahu bahwa komposisi utama lapisan atmosfer Planet Neptunus dan Uranus adalah gas hidrogen dan helium, dan sedikit gas metana. Di bawah lapisan atmosfer Neptunus dan Uranus terdapat material-material es dari cairan yang sangat panas dan padat dari air, metana dan amonia yang melingkupi inti dari planet.

Berdasarkan perhitungan dan eksperimen yang dilakukan beberapa dekade sebelumnya ditunjukkan bahwa dengan tekanan dan temperatur yang sesuai metana dapat memecah membentuk berlian dengan perhitungan bahwa berlian dapat terbentuk dari material yang panas dan padat.

Sebuah eksperimen yang dilakukan sebelumnya pada SLAC oleh tim yang dipimpin oleh fisikawan Dominik Kraus di Helmholtz-zentrum Dresden-Rossendorf Jerman dengan menggunakan metode difraksi X-Ray untuk mendemonstrasikan pembentukan berlian. Kini Krauss dan timnya kembali melakukan eksperimen dengan metode yang lebih baik.

"Kini kami memiliki sebuah pendekatan baru yang berdasarkan metode penyebaran X-Ray. "Eksperimen kami menyajikan parameter model yang penting yang kami tidak pahami pada eksperimen sebelumnya. Hasil eksperimen ini akan lebih relevan seiring dengan banyaknya eksoplanet yang telah kita temukan," jelas Krauss. 

Sangat sulit untuk bisa mereplikasikan bagian interior dari planet-planet raksasa dari Bumi. Harus memiliki instrumen yang sangat canggih yaitu LCLS dan juga membutuhkan material-material yang mereplikasikan apa yang ada di kedua planet raksasa tersebut. Untuk ini, tim menggunakan hydrocarbon poly styrene (C8H8) untuk menggantikan Metana (CH4).

Langkah pertama adalah memanaskan dan memberi tekanan pada material tersebut untuk meniru kondisi di dalam Planet Neptunus pada kedalaman sekitar 10.000 kilometer (6214 mil), pancaran sinar laser optikal menghasilkan gelombang kejut pada polystyrene yang akan memanaskan material tersebut hingga temperatur 5000 Kelvin (4,727 derajat Celcius atau 8540 derajat Fahrenheit). Dan juga menciptakan tekanan yang sangat besar.

"Kami dapat menghasilkan tekanan hingga 1,5 juta bar, sama dengan tekanan diberikan oleh berat 250 ekor gajah Afrika pada sebuah ibu jari," kata Krauss.

Dalam eksperimen sebelumnya, difraksi X-ray juga digunakan untuk mengukur material. Metode ini dapat digunakan pada material-material dengan struktur kristal tetapi tidak bekerja pada molekul-molekul non kristal. 

Dalam eksperimen terbaru ini, tim peneliti menggunakan metode yang berbeda dengan mengukur seberapa besar X-Ray menyebarkan elektron pada polystyrene. Dalam metode ini para peneliti dapat mengamati proses perubahan karbon menjadi berlian dan juga mengamati apa yang terjadi pada sisa sampel yang ternyata berubah menjadi hidrogen. 

"Dan dalam sebuah planet es raksasa kita kini tahu bahwa seluruh karbon berubah menjadi berlian dan tanpa berubah menjadi fase transisi dalam bentuk cair," kata Krauss.

Dan ini adalah informasi penting karena temperatur Neptunus lebih tinggi dari seharusnya, bahkan diperkirakan melepaskan energi 2,6 kali lebih besar dari yang diserap dari Matahari.

Jika berlian, yang memiliki massa lebih padat dari material lainnya di planet tersebut, menghujani bagian dalam planet akan melepaskan energi gravitasi yang berubah menjadi panas yang dihasilkan dari gesekan antara berlian dan material di sekitarnya.

Krauss mengatakan, dari eksperimen ini bisa melihat bagaimana hidrogen dan helium, unsur yang ada pada bagian dalam planet-planet gas raksasa seperti Jupiter dan Saturnus, saling menyatu dan memisah dalam kondisi yang ekstrim. Metode ini adalah cara baru untuk mempelajari sejarah evolusi dari planet dan sistem keplanetan, dan juga dapat menunjang eksperimen-eksperimen pembentukan energi dari reaksi fusi. (ikons) 

Komentar