Sabtu, 25 Mei 2024 | 05:24
OPINI

Mengenal Keuskupan Militer Dunia

Mengenal Keuskupan Militer Dunia
Foto/Istimewa)

Keuskupan Militer dalam bahasa latin adalah Ordinariatus Castrensis (OC), merupakan keuskupan kategorial yang tidak memiliki teritori atau wilayah seperti keuskupan pada umumnya.

Keuskupan Militer melayani tentara, polisi serta tenaga sipil yang berkarya di lingkungan tentara dan polisi, dalam menjalankan tugas pelayanannya yang khas, maka keuskupan Militer bekerja sama dengan keuskupan setempat.

Keuskupan Militer di dunia ada karena Perang Dunia ke-1, sejak 24 November 1917, ketika Takhta Suci Vatikan mengangkat Mgr. Patrick J. Hayes DD, Uskup Pembantu New York sebagai Uskup Militer bagi Angkatan Bersenjata yang beragama Katolik bersama keluarganya di Amerika Serikat. Karena itu, 24 November 1917 ditetapkan sebagai tanggal lahir Keuskupan Militer Dunia.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pelayanan rohani khusus bagi Angkatan Bersenjata dan keluarganya yang jumlahnya terus meningkat, maka Takhta Suci Vatikan mengeluarkan SK No. 102/50 dan No. 103/50 tentang Keuskupan Militer dan memasukan reksa rohani untuk militer yang beragama Katolik dalam Kitab Hukum Kanonik.

Pada awalnya, tugas keuskupan Militer mendampingi tentara yang terjun di medan perang, para pastor hidup bersama para tentara untuk memberikan pelayanan rohani dan pendampingan spiritual. Dalam perkembangan selanjutnya, Konggregasi Konsistoria mengeluarkan instruksi Solemne Semper pada 23 April 1951. Instruksi tersebut menegaskan bahwa Gereja menjamin reksa pastoral para tentara sesuai dengan beragam keadaan.

Pada 21 April 1986, Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan Konstitusi Apostolik Sprirituali Militum Curae (SMC) tentang Ordinariat Militer dan memiliki kekuatan hukum sejak 21 Juli 1986. Dalam SMC, Paus Yohanes Paulus II, mengacu pada Konsili Vatikan II, melakukan sejumlah revisi atas norma-norma yang berkaitan dengan reksa pastoral bagi para tentara dengan tujuan agar norma-norma tersebut memiliki kekuatan baru dan berdaya guna. Revisi SMC membuka jalan bagi reksa pastoral kategorial yang lebih sesuai dengan kebutuhan kongkret di setiap negara, juga prinsip-prinsip sesuai dengan permakluman Hukum Kanonik. 

Dalam SMC diantaranya ditegaskan supaya ordinaris Militer dapat mencurahkan seluruh tenaganya bagi misi khusus pastoral ini, berdasarkan hukum sendiri.para Ordinaris Militer bebas dari tugas pastoral lain, kecuali keadaan khusus. Sehubungan dengan biarawan dan anggota serikat kerasulan yang berkarya untuk Ordinariat, Ordinaris perlu menjaga supaya mereka setia terhadap panggilan dan konggregasinya serta mempertahankan hubungan erat dengan para pemimpinnya.

Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara di Asia (Filipina dan Korea Selatan) yang memiliki Keuskupan Militer atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ordinariatus Castrensis Indonesia (OCI).

Bukti Dukungan Gereja Katolik terhadap Kemerdekaan Indonesia

Dari rekam jejak hostoris, reksa Pastoral (pelayan rohani) atau pemeliharaan jiwa (animarum curae) di kalangan militer di Indonesia baru dimulai pada tahun 1949 bertepatan dengan agresi militer Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia.

Pada 3 November 1949, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri Pertahanan saat itu, membentuk unit pelayanan rohani dan mental di Angkatan Perang. Satu bulan kemudian, untuk menangani kebutuhan rohani khusus anggota angkatan perang yang beragama Katolik di Indonesia, pada 25 Desember 1949, Pimpinan tertinggi Gereja Katolik Roma, mendirikan Keuskupan Militer di Indonesia dengan dekret (Surat Keputusan) No. 102/50 yang dikeluarkan Konggregasi Pengembangan Iman (Kini bernama Konggregasi Evangelisasi Bangsa-bangsa). Vicarius Catrensis (Uskup Militer) pertama di Indonesia adalah Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ., Vikaris Apostolik Semarang.

Tanggapan cepat dan pengakuan Vatikan yang diikut dengan pendirian Keuskupan Militer di Indonesia merupakan bukti bahwa Gereja Katolik sejak awal sungguh-sungguh mendukung kemerdekan RI. Inilah warisan yang menjadi spirit kebangsaan di kalangan umat Katolik bahwa empat konsensus kengasaan: Pancasial, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI adalah harga mati.

Tanggapan Takhta Suci Vatikan yang begitu cepat tidak terlepas dari diplomasi senyap Mgr. Albertus Soegijapranata SJ. Setelah kemerdekaan RI ia menulis surat kepada Paus, meminta Vatikan mengakui kemerdekaan RI. Selain itu Mgr. Soegijapranata juga melakukan usaha-usaha untuk menjelaskan keadaan Indonesia di Ameika dan Eropa melalui tulisan di berbagai media. Mgr. Soegijapranata juga mewariskan pesan bagi Umat Katolik Indonesia agar menjadi 100% Katolik dan 100% Patriot Indonesia.

Tulisan Fr. Th. Galih Joko R dalam Majalah Komunikasi

Komentar