Modul Praktis Parenting Islami: Prof Rokhmin Dahuri Ungkap Kunci Membangun Generasi Qur’ani di Era Digital

ASKARA - Di tengah gempuran algoritma, konten instan, dan gawai yang tak pernah tidur, muncul sebuah tantangan baru bagi umat Islam. Bukan sekadar kecanduan, ini telah menjadi bentuk baru dari alienasi spiritual: lahirnya generasi yang hampa makna, kehilangan fokus, dan tercabut dari fitrahnya.
Anggota DPR RI 2024 - 2029, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak arus digital yang deras terhadap generasi muda Muslim. Ia menyebut fenomena ini sebagai "Generasi Zombie". Bukan karena fisik mereka, tetapi karena ruh mereka yang perlahan direnggut dunia digital. Anak-anak tumbuh tanpa makna, tanpa arah, dan tanpa ruhani yang kuat. Maka, parenting Islami bukan sekadar pilihan, tapi keniscayaan..
"Kita menyebutnya Generasi Zombie, bukan karena bentuk fisik, tapi karena jiwanya yang terprogram oleh algoritma, bukan oleh akhlak Qur’ani," ujar Prof Rokhmin Dahuri di Jakarta, Rabu (16/4).
Sebagai respons atas tantangan ini, ungkapnya, Modul Praktis Parenting Pendidikan Islami hadir untuk membekali keluarga Muslim dengan ilmu, strategi, dan cinta sebagai benteng terakhir dalam melawan degradasi moral akibat teknologi.
Dalam menghadapi tantangan ini, keluarga adalah benteng terakhir membesarkan anak-anak yang tetap terhubung dengan langit, bukan hanya sibuk menjelajah layar. Namun, benteng ini takkan kuat tanpa fondasi ilmu dan strategi. "Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS. At-Tahrim: 6).
Modul ini hadir sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak: bagaimana orangtua Muslim membentengi anak-anaknya dengan nilai, bukan sekadar larangan; dengan cinta, bukan sekadar kontrol; dengan hikmah nabawiyah, bukan panik moral semata.
Tujuan Modul
Orangtua masa kini menghadapi dilema ganda. Di satu sisi, mereka dituntut untuk mengimbangi kecepatan teknologi dan dinamika sosial. Di sisi lain, mereka juga dihadapkan pada kurangnya waktu, keterampilan mendidik, dan sering kali keterbatasan pemahaman agama yang kontekstual.
Banyak orangtua menyerah pada tekanan zaman, menyerahkan anak pada gawai sebagai "pengasuh digital", atau membatasi dengan larangan tanpa narasi makna yang mendalam. "Akibatnya, lahirlah generasi yang kehilangan keteladanan, kurang dialog spiritual, dan tidak terbiasa hidup dalam ritme ruhani," tegasnya.
Modul ini hadir sebagai solusi praktis dan aplikatif, membimbing orangtua untuk:
- Membekali orangtua dengan wawasan dan keterampilan mendidik anak secara Islami di era digital.
- Mencegah degradasi moral dan spiritual anak akibat paparan media dan konten digital.
- Membangun lingkungan rumah sebagai madrasah pertama dan utama.
- Mengaktifkan kembali peran ayah sebagai imam dan ibu sebagai madrasah.
Prinsip Dasar Parenting Islami
Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan empat prinsip utama dalam parenting Islami di era digital:
1. Tauhid sebagai Fondasi
Anak harus menyadari bahwa hidup ini bermakna karena Allah, bukan karena jumlah likes atau followers. Orientasi hidup mereka harus tertuju pada ridha Ilahi, bukan validasi sosial.
2. Adab Sebelum Ilmu
Pintar saja tak cukup. Islam mendidik dari akhlak. Anak yang jago teknologi tapi tak punya integritas, bukanlah keberhasilan. Adab adalah jantung pendidikan.
3. Hadirnya Ruhani Orangtua
Pelukan, doa bersama, dan percakapan tentang iman jauh lebih kuat dari notifikasi HP. Anak membutuhkan kehadiran spiritual, bukan hanya materi.
4. Ritme Ketenangan dalam Rumah
Jika dunia digital serba cepat dan impulsif, maka rumah harus menjadi ruang yang tenang, ritmis, dan penuh ketentraman. Di sinilah anak kembali menemukan dirinya.
Modul ini bukan sekadar panduan, tapi ajakan untuk kembali pada fitrah. Di saat dunia luar penuh distraksi, biarlah rumah kita menjadi madrasah pertama, tempat anak-anak dibentuk bukan hanya jadi cerdas, tapi juga menjadi manusia utuh: beriman, berakhlak, dan berjiwa tangguh.
"Parenting Islami bukan tentang menjauhkan anak dari teknologi, tapi tentang menanamkan nilai ilahiyah agar anak tidak tersesat di dalamnya," tegasnya.
Strategi Implementasi dalam Kehidupan Sehari-Hari
Modul ini menyajikan panduan harian sederhana namun efektif:
- Pagi hari: Mulai dengan salat Subuh berjamaah, dzikir, dan tadarus. Renungkan satu ayat Al-Qur'an bersama keluarga.
- Siang hari: Aktifkan imajinasi anak melalui eksplorasi alam, eksperimen sains, atau cerita nabi secara interaktif.
- Sore hari: Lakukan detoks digital satu jam sebelum Maghrib. Kumpulkan keluarga untuk berbincang ringan atau muroja’ah hafalan Al-Qur'an.
- Malam hari: Tutup dengan sesi refleksi ruhani seperti qiyam mini atau cerita inspiratif sebelum tidur.
Mengubah Rumah Menjadi Kiblat Perlawanan
Saat dunia luar sibuk mencetak generasi yang sibuk mengejar rating dan algoritma, rumah Muslim harus menjadi poros perlawanan-perlawanan yang bukan dengan marah, tapi dengan makna; bukan dengan larangan kosong, tapi dengan cinta yang berisi nilai.
Rumah hari ini bukan lagi sekadar tempat tinggal. Ia adalah kiblat pendidikan, titik awal arah hidup seorang anak. Ia harus menjadi ruang yang penuh energi spiritual, bukan sekadar tempat isi daya baterai HP. Di sinilah orangtua menjadi guru yang paling konsisten, imam yang paling berpengaruh, dan madrasah yang paling membekas dalam hati anak.
Di tengah jalan dunia yang semakin bising, rumah adalah jalan pulang. Bukan hanya secara fisik, tetapi jalan pulang bagi hati dan ruh anak-anak kita. Tempat mereka kembali ketika dunia tak memberi jawaban.
"Dan bila rumah sudah kembali menjadi kiblat perlawanan yang lembut namun kokoh, insyaAllah kita tak hanya membesarkan anak, tapi membangun peradaban satu rumah tangga dalam satu waktu," sebut Menteri Kelautan dan Perikanan 2001 - 2004 itu.
Dari Zona Nyaman Menjadi Zona Tumbuh
1. Ganti layar dengan pelukan
Hadirkan ruang diskusi, cerita, dan tanya jawab iman. Biarkan anak mencurahkan isi hati, bukan ke search engine, tapi ke orangtuanya.
2. Bangun kebiasaan ruhani kecil yang konsisten
Salat berjamaah, dzikir harian, tadarus ringan—cukup sepuluh menit sehari, tapi dengan hati yang hadir sepenuhnya.
3. Ciptakan ritual keluarga tanpa gadget
Satu malam dalam seminggu bebas layar: hanya ada obrolan, tawa, dan kisah para nabi. Biarkan anak mengenal keindahan tanpa pixel.
4. Dekorasi hati, bukan hanya rumah
Hadirkan ayat-ayat cinta Al-Qur’an dalam dinding-dinding rumah dan dalam tutur kata sehari-hari. Jadikan setiap sudut rumah mengingatkan pada Allah.
Dalam era di mana teknologi membentuk generasi sebagai konsumen tanpa makna, rumah Muslim harus menjadi taman ruhani. "Kemenangan bukan ditentukan oleh siapa yang paling cepat, tapi siapa yang mampu menjaga fitrah," katanya.
Dalam refleksi Ramadhan yang baru berlalu, kita belajar bahwa kemenangan tidak selalu ditentukan oleh kecepatan atau kekuatan fisik, tetapi oleh siapa yang paling mampu menjaga fitrah—kesejatian diri manusia yang hanif, lembut, dan penuh makna.
“Ramadhan adalah pelatihan ruhani. Dan rumah adalah tempat terbaik untuk memperpanjang pelatihan itu sepanjang tahun," tegas Wakil Ketua Dewan Pakar MN-KAHMI itu.
Komentar