Turunkan Potongan Komisi dari Pengemudi Ojek Online
"Wah, sekarang ini saya hanya dapat penumpang sekitar 3 atau 4 orang saja sehari. Setelah sekolah dan perkantoran disuruh tutup oleh gubernur Jakarta, saya dan teman pengemudi ojek online kehilangan banyak penghasilan. Saat normal operasi dari jam 06.00 sampai jam 20.00 dengan istirahat di siang hari masih bisa dapat penumpang dan minimal pendapatan bersih Rp 150.000 dari 10 atau 12 penumpang."
Sekarang ini, saat semua sekolah libur dan kantor libur, saya hanya dapat bersih Rp 50.000 dari 4 penumpang per hari. Sudah menunggu dan menunggu sulit dapat penumpang. Sekarang penumpangnya tidak ada karena ada wabah Corona jadi pada libur. Susah juga saya nih sekarang. Saya harus bayar kredit motor dan nabung buat bayar uang kuliah," cerita seorang teman pengemudi ojek online.
Saya bertanya, langkah apa yang bisa membantu meringankan agar bisa bertahan di masa sulit seperti sekarang?
"Sebaiknya pemerintah bisa membantu agar kami yang kredit motor dapat masa penundaan pembayaran kredit motor ini sampai saat pulih lagi penumpangnya. Juga sebaiknya juga pemerintah memerintahkan para aplikator mengurangi besaran potongan komisi dari kami para pengemudi ojek onlinenya."
"Sekarang ini aplikator memotong komisi sebesar 20 persen dari setiap tarif order penumpang yang kami terima. Kalau bisa pemerintah membuat peraturan agar aplikator hanya boleh memotong komisi maksimal 5 persen atau model komisinya sebagai sewa aplikasi bulanan saja, misalnya Rp 50.000 saja untuk sebulan bagi tiap pengemudi. Potongan komisi aplikator itu berat karena besar sekali."
"Kami yang kerja dari pagi hingga malam dan pemilik alat produksinya yakni sepeda motor dan beli bensin, perawatan motor tapi dapatnya hanya 80 persen. Sementara aplikator yang modalnya hanya aplikasi dapatnya 20 persen. Kan itu tidak adil. Kami yang cape dan bertaruh nyawa dapat sedikit. Sementara aplikator kerja enak di kantor dapat besar dari jutaan pengemudinya," ujar pengemudi itu menjawab pertanyaan saya.
Ya, memang saat ini masih terjadi praktek pemerasan atau penghisapan oleh aplikator kepada mitranya, para pengemudi ojek online. Konon hubungan bisnis mereka, menurut aplikator adalah kemitraan. Jadi para pengemudi adalah mitra bisnis aplikator. Sebagai mitra seharusnya posisinya sejajar antara aplikator dan pengemudinya. Semua urusan bisnis mereka, seharusnya dibicarakan bersama antara aplikator dan pengemudi.
Misalnya saja soal tarif juga soal potongan komisi dan perlindungan pengemudi saat beroperasi harusnya di sepakati bersama antara aplikator dan pengemudinya. Tidak seperti sekarang semua diputuskan oleh aplikator dan pengemudi tidak bisa menawar. Jika pengemudi menawar apalagi menolak yang sudah diatur aplikator maka si pengemudi akan dilakukan Putus Mitra secara sepihak oleh aplikator. Kondisi penghisapan atau eksploitasi terhadap pengemudi terus berlangsung sejak awal hingga hari ini.
Pemerintah seolah tidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk mengatur aplikator yang mencari untung di negeri ini. Situasi ini jelas berbahaya jika tidak ada perbaikan secara ada dalam kondisi krisis akibat wabah virus Corona. Beberapa hari lalu memang pemerintah mengeluarkan kebijakan penundaan atau penangguhan pembayaran kredit atau angsuran sepeda motor bagi ojek online bisa 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan bisa 1 tahun.
Sebagaimana diungkapkan oleh teman pengemudi ojek online saya tadi bahwa yang lebih memberatkan atau menyulitkan mereka untuk membayar cicilan motornya adalah pendapatan yang kecil akibat "libur" atau himbauan belajar dan bekerja dari rumah untuk memutus paparan virus Corona.
Artinya perlindungan bagi pengemudi ojek online, selain penangguhan pembayaran cicilan yang bisa lebih cepat harus dilakukan saat ini adalah mengurangi jatah potongan komisi oleh aplikator terhadap tarif order mitranya para pengemudi. Pemotongan itu untuk melindungi agar para pengemudi ojek online bisa mendapatkan penghasilan yang cukup untuk hidup dan mencicil sepeda motornya. Masa penanggguhan kewajiban membayar cicilan atau kredit sepeda motor diperlukan tetapi penerapan yang bijak agar tidak berdampak buruk pada sektor lainnya.
Penerapannya harus hati-hati dan bijak agar tidak menimbulkan masalah serius di sektor industri sekitarnya. Perlu disusun secara bijak penerapannya dan sesuai kebutuhannya para pengemudi ojek online. Ketika saat normal, sebelum situasi wabah virus Corona ini saja pendapatan pengemudi dikuras habis oleh potongan komisi aplikator.
Melihat kembali masa penundaannya yang cukup panjang, selama 1 tahun perlu dilihat juga dampak ikutannya atau efek domino masalahnya. Pemberian masa penangguhan agar bagus dilakukan secara bertahap 3 bulan duku, jika masih memerlukan penambahan waktu bisa ditambah menjadi 6 bulan atau jadi 9 bila dan hingga 1 tahun.
Penangguhan pembayaran cicilan jika salah menerapkan tentu akan menimbulkan masalah pada industri keuangan atau leasing yang selama ini membiayai pembelian kredit sepeda motor. Adanya penundaan yang terlalu lama itu akan membuat Industri Keuangan melakukan pengetatan pemberian kreditnya. Langkah pengetatan industri keuangan ini akan menimbulkan dampak berkurangnya atau menurunnya perdagangan sepeda motor di Indonesia.
Penurunan perdagangan itu akan mendorong industri pabrikan sepeda motor akan mengurangi produksinya. Pengurangan produksi industri sepeda motor akan diikuti dengan langkah perampingan atau PHK secara besar-besaran di sektor manufaktur sepeda motor nasional.
Selain itu pengurangan produksi industri sepeda motor akan berdampak juga pada industri ikutan lainnya berupa penurunan volume perdagangan industri yang terkait seperti usaha penjualan sepeda motor yakni dealer dan usaha layanan purna jual seperti spare part - oli atau asesoris pendukung. Jika penundaan dilakukan langsung ditetapkan waktunya setahun atau tidak bertahap maka lembaga keuangan atau leasing, industri penjualan sepeda motor, industri pabrikan sepeda motor serta industri layanan purna jual akan mengurangi tenaga kerjanya akibat dari menurunnya produktivitas mereka.
Perlu hati-hati dan bijaksana membuat regulasi penetapan penundaan pembayaran kredit ini agar tidak menimbulkan masalah baru lagi, yakni PHK dan pengangguran.
Jika memang masa penangguhan itu dilakukan langsung untuk setahun maka dalam masa itu pemerintah akan kehilangan penerimaaan pajak dari seluruh Industri yang terkena dampak ikutan tersebut di atas. Dampak negatif ikutan itu dapat dikurangi dengan:
1. Membatasi masa penangguhan pembayaran kredit secara bertahap waktunya. Misalnya diberlakukan dulu untuk 3 bulan pertama. Jika masih diperlukan penambahan waktu bisa 3 bulan lagi. Begitu penerapannya sehingga tidak langsung setahu masa penangguhannya.
2. Penerapan masa penangguhan diberikan pada daerah yang memang membutuhkan karena terkena dampak berat ikutan di sektor industri otomotif atau manufaktur.
3. Mengatur para aplikator angkutan online dengan membatasi besaran uang yang boleh dipotong dari tarif pendapatan pengemudinya sebagai potongan komisi tidak lebih dari 5 persen. Atau juga mengatur bahwa potongan komisi diganti dengan pembayaran kewajiban sewa aplikasi sebesar Rp 50.000 per bulan yang harus dibayar tiap pengemudi angkutan online kepada aplikatornya.
Upaya melindungi para pengemudi online seperti ojek online atau taksi online perlu pendekatan yang sesuai kebutuhan pemecahan masalahnya. Para menteri terkait sebaiknya segera membuat regulasi pelaksananya disertai skema penerapannya di lapangan agar dibangun pendekatan penyelesaian masalah sesuai kebutuhan. Agar tidak terjadi kekacauan di lapangan seperti sekarang.
Usulan pendekatan kebijakan pemerintah di atas juga untuk menyadarkan para aplikator yang hanya mau makan untung sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan pengemudinya. Jika aplikator tidak mau mengurangi potongan komisinya terhadap para pengemudinya itu adalah sikap memalukan dan serakah. Para pengemudinya akan bangkrut dan mati kelaparan serta mencemarkan atau merugikan industri lain.
Apakah para aplikator tidak malu jika pemerintah harus mengambil alih tanggung jawab aplikator yang seharusnya menghidupi para pengemudi ojek online juga keluarganya? Sementara aplikator tidak peduli dan hanya terus berpikir, berusaha mengeruk keuntungan dari para pengemudinya. Akibat akhirnya akan merugikan pendapatan negara yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun pelayanan publik oleh pemerintah terhadap masyarakat.
Tidak elok jika para aplikator diam saja, tidak ambil peran meringankan kesulitan para mitranya, pengemudi ojek online serta agar tidak menjerumuskan pemerintah pada persoalan berikutnya yakni PHK dan pengangguran.
Azas Tigor Nainggolan
Analis Kebijakan Transportasi
Komentar